BAB 1 - Malam Pertama Menggairahkan

1012 Words
Dara duduk di atas tempat tidur. Gaun tidur khas pengantin baru sudah dia kenakan, semua serba putih. Rambut panjang bergelombangnya dia urai begitu saja. Dara tahu, Demian yang kini menjadi suaminya, sangat menyukai wanita dengan rambut panjang yang sengaja dibiarkan terurai. Dara masih tidak menyangka, Demian yang dulunya hanya bisa dia puja dalam diam saat duduk di bangku SMA, kini secara tiba-tiba dalam waktu yang cepat malah menjadi suaminya. Sudah hampir sepuluh tahun Dara tidak pernah bertemu lagi dengan Demian, pasca kelulusan SMA terjadi. Namun takdir berkata lain, perjodohan kedua keluargalah yang menjadi alasan pernikahan megah dan super cepat itu terjadi. Dan hanya dalam waktu satu minggu setelah kedua orang tua Demian hadir meminangnya di rumah, pesta pernikahan seperti di negeri dongeng pun terjadi. Dara melirik ke pintu kamar yang masih tertutup. Sudah hampir satu setengah jam dirinya menanti kehadiran Demian. Dara menghela napas kesal. Dia ingat setelah makan malam bersamanya, Demian memintanya untuk bersiap di kamar sedangkan dirinya harus kembali ke ruang kerja pribadinya yang terletak di lantai dasar, untuk memeriksa bahan rapat besok pagi yang dikirimkan sekretarisnya. Sebenarnya Dara ingin mengeluh. Terang saja, seharusnya Demian mengambil cuti barang seminggu untuk berbulan madu dengannya. Entah itu ke daerah di Indonesia, atau ke luar negeri, yang pasti Dara ingin menghabiskan waktu berdua bersamanya. Namun Demian malah tidak melakukannya. Dara sendiri pun tidak memiliki keberanian untuk mengeluh secara pernikahannya masih baru satu hari. Dia tidak ingin membuat Demian berpikir kalau dia bukan istri yang baik, apa lagi sampai berpikir bahwa dia adalah istri yang suka mengeluh dan tidak bisa menerima kondisi suaminya yang pekerja keras. Dara hanya bisa menanti, tanpa tahu kapan Demian masuk memeluknya erat. Dara menuruni kedua kakinya, melangkah menuju ke meja yang terdapat beberapa lilin aroma terapi yang disediakan Dini, asisten pribadi Dara selama di rumah. Ada setangkai bunga mawar yang terletak di tengah-tengah lilin tersebut. Bunga mawar merah yang sangat indah dan wangi, masih segar, seolah baru dipetik di kebun bunga yang terletak di belakang rumah Demian. Dara melihat ke luar jendela yang langsung tertuju ke taman di depan rumah, dengan kolam air mancur di sana. Sebenarnya kekayaan yang dimiliki keluarganya sebanding dengan yang dimiliki Demian. Namun bedanya, Raya yang tidak lain adalah panggilan Sang ibu, tidak terlalu telaten dalam urusan mempercantik tempat tinggalnya. Raya hanya mementingkan barang-barang mewah seperti berlian, mobil yang berganti-ganti setiap tiga bulan sekali, atau paling lama setengah tahun sekali, tas-tas branded, dan liburan ke luar negeri. Raya tidak terlalu peduli dengan urusan rumah, hanya Dara lyang selalu merapikan dan menambah peralatan di rumah, menatanya sesuai keinginannya agar lebih menarik untuk dipandang. Suara pintu terdengar terbuka, Dara berbalik cepat dengan senyuman mengembang mengira bahwa itu adalah Demian. Namun ternyata Dara salah, itu adalah Dini yang datang sembari membawakan selimut dan handuk setelah meminta izin untuk masuk ke dalam. Dara menghela napas kesal, lantas kembali menjurus kan pandangan ke luar jendela saat Dini meletakkan barang yang dia bawa ke atas meja lainnya. Dini mendekati Dara dan berdiri di dekatnya dengan kepala tertunduk. "Non belum tidur?" tanya Dini yang terdengar peduli padanya. "Demian mana?" Dara balik tanya seolah tak peduli dengan pertanyaan Dini sebelumnya. Dia masih kesal dengan Demian yang masih saja belum datang menemuinya yang mulai lelah menanti. "Tuan Muda masih di ruang kerja sama Mas Randy, Non," jawab Dini sedikit mengarahkan tatapan ke Dara yang terdengar menghela napas kasar. "Sebaiknya Non Dara tidur saja, istirahat, Non pasti lelah setelah seharian jadi ratu sehari." Dara tersenyum sembari menghadapkan tubuhnya ke Dini yang masih berdiri di dekatnya. Sejak awal, Dara sangat menyukainya. Gadis yang berusia satu tahun di bawahnya itu, bagi Dara sangat tidak cocok jika dijadikan asistennya, Dini malah lebih cocok dijadikan sahabatnya di rumah mewah yang masih asing untuknya. Wajahnya cantik, dengan pakaian asisten rumah tangga yang sudah ditentukan oleh Demian. Dara merasa beruntung memiliki Dini di rumah ini, minimal dirinya merasa memiliki teman yang seusianya dengannya. "Gimana menurut kamu, bagus gak pernikahannya?" tanya Dara kembali mengembangkan senyuman. Bayangan tentang pernikahannya tadi pagi, kembali memenuhi kepalanya. Dia masih tidak menyangka, bisa mengalami semua itu. "Bagus banget, Non, saya senang dan sekaligus iri lihatnya," jawab Dini yang masih bersikap sopan dengannya. "Non senang?" Dara mengangguk cepat. "Senang banget, Din, wanita mana coba yang gak senang dapat pesta pernikahan seperti itu. Gila, semuanya serba mewah, bahkan luar biasa. Aku sampai susah menggambarkannya dengan kata-kata sangking mewahnya." "Saya ikut senang mendengarnya, Non." Selagi asyik mengobrol, tiba-tiba terdengar suara pintu dibuka dari luar. Dini spontan mundur memberi jarak dengan Dara, sedangkan Dara sendiri menoleh ke arah pintu yang ternyata, Demian yang masuk. Dini berpamitan ke luar meninggalkan Dara yang langsung canggung dan tersipu malu saat Demian mendekatinya. "Maaf, menunggu lama," ucap Demian dengan nada suara lembut, seolah begitu menggoda gendang telinga Dara yang kini tertunduk malu di hadapan Demian. "Gak apa-apa kok. Kerjaan kamu sudah selesai?" tanya Dara sekedar basa basi. "Belum" "Ada lagi?" tanya Dara. Demian mengangguk. "Ada, mungkin sampai pagi." "Kerjaan kantor?" tanya Dara lagi dengan ekspresi polosnya. Demian menggelengkan kepala, lantas mendekatkan bibirnya di telinga kanan Dara. "Kerjain kamu," bisik Demian yang membuat wajah Dara memerah seketika. Tanpa izin, Demian langsung menggendong tubuh Dara dan membaringkannya ke atas tempat tidur. Dara benar-benar gugup dibuat Demian. Ditambah lagi, Demian langsung membuka kaos tidurnya dan menampakkan dadanya yang bidang dan perutnya yang sixpack. Dara benar-benar merasa hawa panas menyelimuti tubuhnya. Tatapannya tak lepas ke Demian yang melangkah menuju pintu kamar dan menguncinya agar tidak ada satu orang pun yang masuk mengusiknya malam ini. Demian mendekat, lantas menaiki tempat tidur dan dalam seketika, berada di atas tubuh Dara yang kini merasa sulit bernapas karena gugup. "Kamu sudah siap?" tanya Demian sembari meraba kaki kanan Dara yang membuat sensasi aneh menjalar ke tubuh Dara. sensasi yang lagi-lagi baru pertama kalinya dia rasakan, namun benar-benar membuatnya hilang kesadaran sangking menikmatinya. "Yeah, aku siap," jawab Dara yang malah terdengar seperti seseorang yang sedang mendesah. Demian mendaratkan kecupan di kening Dara, turun ke hidung, kedua pipinya dan terakhir ke bibirnya yang merah muda. Tangan kiri Demian meraba ke sisi kiri tempat tidur, mencari remote lampu dan mematikannya hingga membuat kamar tidurnya gelap gulita.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD