BAB 2 - Akulah Pemenangnya!

1066 Words
Sinar mentari masuk melalui jendela yang tirainya baru saja dibuka oleh seseorang. Dara mengerjap-ngerjapkan kedua matanya yang sebenarnya masih mengantuk. Dia melihat Dini, berdiri di samping tempat tidur sembari tersenyum ramah. "Pagi, Non," sapanya. "Pagi," balas Dara dengan suara berat sembari mengucek-ngucek kedua matanya. Namun tiba-tiba dia teringat sesuatu. Dengan cepat, Dara menarik selimutnya hingga menutupi setengah wajahnya karena sadar bahwa dia masih belum memakai pakaian pasca pertempuran sengit tadi malam. Dini yang melihat Dara, langsung tertawa lucu sesaat, lantas kembali bersikap sopan dengan melenyapkan tawanya. "Kok bisa masuk?" tanya Dara yang teringat tadi malam Demian sempat mengunci kamar sebelum mendekatinya. "Demian di mana, kok gak ada?" tanya Dara lagi setelah menyadari sosok suaminya itu tidak ada di dekatnya. "Tuan Muda sudah pergi ke kantor tadi pagi habis subuh, Non, ada rapat pagi ini katanya. Dan Non diminta Tuan Bara untuk datang ke perusahaan nanti saat makan siang." "Subuh? Emangnya ini jam berapa?" tanya Dara sembari mencari-cari di mana jam dinding. "Ini sudah jam tujuh pagi, Non." "Astaghfirullah!" seru Dara sembari membuka selimutnya, namun dengan cepat kembali menutupi tubuhnya karena sadar masih belum memakai pakaian. "Kok gak ada yang bangunin saya shalat subuh! Tolong ambilkan pakaian mandi saya, Din!" pinta Dara yang langsung diturut Dini dengan mengambil kimono milik Dara yang tergantung di lemari, lantas memberikannya ke Dara yang dengan cepat langsung memakainya. Dara turun dari tempat tidur tergesa-gesa. "Tolong siapkan pakaian saya ya, saya mau mandi biar langsung shalat subuh. Mudah-mudahan masih bisa dari pada gak sama sekali!" seru Dara berlari masuk ke dalam kamar mandi meninggalkan Dini yang cekikikan sembari mencari pakaian Dara yang sudah tersusun rapi di lemari. *** Dara melihat ke sekeliling dengan ekspresi takjub. Dirinya yang sudah duduk di meja makan seorang diri, masih tampak bengong melihat semua orang berdiri mengelilinginya. Dihitung, ada sepuluh orang dengan pakaian serba hitam putih dengan jenis kelamin berbeda. Lima cowok, dan lima orang cewek. Di sisi kanan, masih berdiri Dini yang menantinya menghabiskan sarapan sembari memeriksa jadwal Dara dalam buku catatan kecilnya. Dara membenarkan lilitan handuk di rambutnya yang masih basah. Meraih sendok dan garpu dan mulai menyantap nasi putih dengan ayam panggang yang bagi Dara, seharusnya makanan itu lebih cocok disantap untuk makan siang dari pada sarapan pagi. Dara memang termasuk anak dari keluarga kaya, tapi soal makanan dan pelayanan, tidak semewah di rumah Demian. Dara menarik pakaian Dini berulang kali, meminta Dini untuk sedikit merunduk agar dia bisa membisikkan sesuatu di telinganya. "Ada berapa banyak orang yang kerja di sini?" bisik Dara dengan sorot mata masih tertuju ke semua pelayan yang ada di hadapannya. "Dua puluh orang termasuk lima orang satpam, dua di antaranya berjaga si gerbang depan, dua di depan pintu rumah dan dua lagi sebagai cadangan untuk saling bergantian. Sisanya pelayan dan tukang kebun." "Alamak!!! Mau kerja apa tawuran?!" pekik Dara tanpa sadar yang sontak saja membuat semua orang cekikikan pelan. Dara menutup mulutnya dengan tangan kanan setelah sadar bahwa dia keceplosan. Dini ikut tertawa pelan. Dara yang malu luar biasa, hanya nyengir kuda sembari melanjutkan santapan makan paginya. "Permisi, Non Dara," sapa seorang pria yang tiba-tiba datang. "Mobil sudah siap, mau pergi sekarang atau nanti?" tanya pria berkumis dengan rambut cepak. Dara tampak bingung. Yang dia tahu, jadwalnya ke perusahaan tempat sang suami bekerja nanti siang, bukan pagi ini. Dara menarik tatapannya ke Dini yang tersenyum tanda mengerti kebingungan Dara. "Tadi Tuan Muda berpesan, Non Dara harus belanja pakaian, sepatu dan tas untuk menghadiri acara nanti siang. Jadi, pagi ini kita harus ke butik langganan Nyonya, Non." "Pakaian baru?" tanya Dara kembali dibuat kaget dengan peraturan di rumah ini. "Tapi pakaian saya masih banyak yang bagus-bagus, sepatu dan tas juga." "Tuan Muda hanya memerintahkan seperti itu pada kami, Non. Kalau Non sudah selesai, mari kita pergi. Saya dan dua bodyguard akan menemani Non Muda berbelanja." "Bodyguard? Ape lagi ini, haduh, pusing!" gerutu Dara sambil memegang kepalanya dengan kedua tangan. *** Dara benar-benar dipermak habis-habisan. Dari ujung rambut sampai ujung kaki. Dan yang membuat Dara takjub bukan main, Dara merasa seperti seorang putri yang hanya tinggal duduk manis dan membiarkan semua orang bekerja pada porsinya. Bahkan rasa takjub Dara semakin menjadi-jadi saat dirinya melihat gaun indah berwarna biru muda pilihan Demian untuknya. Gaun selutut yang benar-benar elegant, membuat Dara tak henti-hentinya menyebut nama Tuhan sangking terkesimanya. "Kamu beruntung banget bisa jadi istri Tuan Muda," ujar seorang lelaki setengah wanita yang kini menata rambut Dara. "Saya sudah jadi tata rias keluarga mereka sejak lima belas tahun yang lalu, dan saya kenal betul siapose Tuan Muda itu." Bangga? Pastinya. Itulah yang kini dirasakan Dara. Dia sudah berhasil menjadi wanita paling beruntung. Bukan hanya karena bisa menjadi menantu dan istri dari keluarga miliuner, tapi juga menjadi wanita idaman yang terpilih oleh lelaki idamannya dulu di antara puluhan wanita yang menyukainya. "Dia ... maksud aku ... Demian, pernah punya pacar?" tanya Dara yang sebenarnya ragu mempertanyakan hal itu. Dia takut dianggap terlalu kepo sama masa lalu suaminya. "Tuan Muda?" tanya Angela, nama samaran dari manusia setengah pria setengah wanita itu yang langsung dijawab Dara dengan anggukan kepala sembari melihatnya dari cermin. "Mana pernah. Di otaknya cuma kerja ... terus. Padahal nih ya, tuh laki banyak yang suka. Eyke aja suka, Cyin, sama dese!" Dara kembali tersenyum penuh kemenangan. Ternyata, dia benar-benar pemenangnya. Kali ini, Dara benar-benar memuji dirinya sendiri dalam hati dengan tatapan penuh kebanggaan ke pantulan dirinya di cermin. Andai saja dia bisa memeluk dirinya sendiri, mungkin saat ini juga dia sudah melakukannya. "Banyak tuh yang ngejar-ngejar dia, dari mulai kalangan atas, sampai menengah ke bawah. Dari mulai ngejar gak karuan, sampai diam-diam ngirim hadiah ke rumah dan perusahaannya. Tapi semua hadiahnya malah dibuang atau dikasih ke pelayan-pelayannya di rumah. Lumayan, ada yang makanan juga. Eyke juga pernah dapat pas main ke rumahnya buat make up-in Nyonya." Dara menggeleng dengan ekspresi salut mendengar semua perjuangan para wanita yang terpanah asmara Sang Pewaris Kekayaan. Ada kesombongan di hati Dara yang lagi-lagi merasa, dialah yang paling beruntung dan semua itu tanpa usaha murahan sedikit pun untuk dapatkan hati Demian. Bahkan keberhasilan Dara, berhasil mematahkan caci maki semua wanita yang menganggapnya saingan dulu. "Sekarang ini, lo harus angkat dagu lo tinggi-tinggi, dan melangkah dengan elegant, tunjukkan pada semua orang, kalau lo pemenangnya. Lagian kalau gue lihat-lihat, lo benar-benar cantik dan cocok jadi pendamping Tuan Muda," puji Angela. "Tapi Ingat ya, Cyin, kalau udah bosen, kasih ke eyke. Eyke nampung, Bokkk!" candanya yang langsung membuat Dara tertawa mendengarnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD