Part 03 Apartemen Sean

994 Words
Hari menginjak malam. Sean mengajak Daisy ke apartemennya. Meski sebelum menuju ke apartemen, Sean mengantar Daisy mengambil baju-bajunya di hotel yang tempat ia menginap saat pertama kabur dari rumah. Sean menatap Daisy berjalan keluar dari hotel sambil membawa satu koper pakaian. Sean turun dari mobil saat Daisy sudah mulai sampai ke mobilnya. Ia membuka bagasi mobilnya dan menaruh koper Daisy. Sean masuk ke dalam mobil dan menghidupkan mesin mobilnya. Mobil Sean mulai melakukan di jalanan kota Sattel yang sangat indah pada malam hari. Daisy mulai melihat-lihat notifikasi ponselnya. Ia sangat terkejut saat melihat pemberitahuan semua kartu kredit miliknya yang sudah di blokir oleh kedua orang tuanya. Daisy benar-benar marah karena orang tuanya dengan seenaknya sendiri menutup semua aksesnya. “Ok!! Permainan akan di mulai. Kalian yang membuatku sampai mengambil jalan ini,” gumam Daisy dengan geram. Sean menatap Daisy yang menampakkan ekspresi marah di wajahnya. “Ada yang terjadi?” tanya Sean. Daisy memperlihatkan notifikasi di ponselnya. Sean menanggapinya dengan senyuman sambil mengusap kepala Daisy. “Tenang saja, kamu tidak akan kelaparan kalau bersamaku,” goda Sean. Daisy memanyunkan mulutnya mendengar perkataan Sean. Meskipun perkataan Sean barusan memang benar. Ia merasa terlalu membebani Sean kalau hidupnya 100% cuma mengandalkan uang Sean. “Kenapa kedua orang tuaku sampai tega melakukan hal ini padaku. Apa mereka tidak mikir kalau anaknya bisa saja tidak bisa makan karena perbuatannya. Dengan seenaknya sendiri kartu ATM milikku di blokir semua,” ucap Daisy merasa geram kepada kedua orang tuanya. “Alasannya cuma satu. Mereka ingin kamu pulang dan menerima perjodohanmu. Oh iya, aku mau tanya. Memang apa alasanmu tidak menerima perjodohan itu?” tanya Sean penasaran. Daisy menghela nafas sebelum memulai ceritanya pada Sean. “Karena aku tahu siapa yang akan di jodohkan denganku. Aku tahu tabiat laki-laki itu. Bagaimana pergaulannya yang sering gontai ganti wanita. Coblos sana sini. Sombong dan tidak bisa menghargai orang sama sekali. Cuma karena dia salah satu putra kerajaan Hamlet. Tidak seharusnya dia seperti itu,” jelas Daisy. Sean yang mendengar Daisy mengucapkan kerajaan Hamlet, dadanya tiba-tiba bergemuruh menahan geram. Teringat bagaimana papanya meregang nyawa di tangan saudaranya sendiri. “Apa memang seburuk itu calonmu?” tanya Sean memastikan perkataan Daisy. “Ngapain aku bohong, Sean. Pergaulanku itu luas. Aku meskipun salah satu putri bangsawan, aku bukanlah putri yang cuma duduk di dalam rumah sambil minum teh dan mempercantik diri. Aku yang sangat mencintai sebuah kebebasan hidup dengan caraku sendiri. Meskipun aku sering kena tegur gara-gara memberontak dan tidak mematuhi peraturan keluargaku. Tanpa harus menikah dengan keluarga kerajaan Hamlet, keluargaku tidak akan kekurangan. Hidup serba bergelimang harta juga karena aset-aset keluarga ku yang tergolong banyak. Meskipun seumur hidup aku berfoya-foya juga tidak akan pernah habis. Entah apa yang di pikirkan kedua orang tuaku sampai-sampai mereka ingin menjodohkan ku dengan putra kerajaan Hamlet,” jelas Daisy pada Sean. Sean yang mendengar penuturan Daisy tidak bisa menahan senyumnya. Terdengar sangat lucu dan menggemaskan di telinga Sean. “Tapi sayangnya sekarang kamu sudah tidak punya apa-apa lagi karena kedua orang tuamu telah memblokir semua fasilitasimu. Dan sekarang seorang Daisy menggantungkan hidupnya pada seorang Sean,” goda Sean yang langsung di balas pukulan di kepala Sean. Sean yang mendapat pukulan dari Daisy semakin menjadi-jadi menggoda Daisy. “Anggap saja aku menumpang hidup denganmu bayaran kamu sudah mengambil mahkota ku yang sudah aku jaga puluhan tahun,” ucap Daisy tidak mau kalah. “Mending kamu menikah saja denganku,” ucap Sean asal. “Dasar pria gila. Asal saja mengajak perempuan nikah seperti beli jajan di pasar saja,” ucap Daisy. Mobil Sean memasuki parkiran sebuah apartemen Elit yang ada di kota Sattel. Setelah mobil terparkir, Sean turun dari dalam mobil yang diikuti oleh Daisy di belakangnya. Setelah mengambil koper Daisy di bagasi mobilnya, Sean mengajak Daisy menuju ke apartemennya yang berada di lantai 25. Sean memasuki Lift bersama Daisy. Ia menekan angka 25. Lift tertutup dan bergerak ke atas menuju lantai 25. Sean menatap Daisy dengan diam. Ia sangat kagum dengan Daisy yang mempunyai pemikiran dan wawasan yang luas. “Apa kau sering mengajak wanitamu ke apartemen ini?” tanya Daisy pada Sean yang sedang memasukkan kode apartemen miliknya. Sean dan Daisy masuk ke dalam apartemen. Daisy berdecak kagum dengan desain apartemen Sean. Terlihat sangat elegant dan maskulin. Perpaduan warna abu-abu dan putih. “Aku tidak pernah membawa wanita ke apartemen pribadiku. Yang tahu apartemen ini cuma asisten ku dan mamaku. Selain itu tidak ada lagi yang tahu,” tutur Sean. “Kamarku ada di mana, Sean?” tanya Daisy. “Memang kamu lihat di sini ada berapa kamar? Di sini aku tinggal sendiri. Jadi aku cuma punya satu kamar. Dan yang pintu yang sebelah kamarku, aku buat untuk ruang kerjaku,” ucap Sean. “Terus, aku tidur di mana?” tanya Daisy balik. “Ya tidur bersamaku Daisy. Apa kamu ingin tidur di ruang tamu ku saja,” ucap Sean sambil merebahkan tubuhnya di atas sofa. “Kau sungguh licik Sean. Kau mencari kesempatan dalam kesempitan kalau kau tidur bersama denganku,” ucap Daisy sinis. “Kan cuma aku yang menyentuhmu. Bukan orang lain,” ucap Sean dengan santainya. Daisy yang mendengar perkataan Sean cuma bisa menahan geram. Ingin rasanya ia bunuh laki-laki yang ada di depannya saat ini. Laki-laki menyebalkan yang masuk dalam kehidupannya tanpa di duga-duga. “Apa kau bisa masak, Day?” tanya Sean pada Daisy yang sedang membereskan baju-bajunya di Walk in closet milik Sean. “Jangan bercanda Sean. Aku masuk ke dapur saja tidak pernah. Malah sekarang kau tanya aku bisa masak,” ucap Daisy tanpa menoleh ke arah Sean. “Kamu kan perempuan. Mamaku saja perempuan bisa masak. Masa' kamu tidak bisa masak sama sekali?” tanya Sean balik. Ia tidak percaya kalau Daisy tidak bisa masak. “Jangan di buat susah, Sean. Kalau kamu yang bisa masak, berarti kamu yang masak dan aku yang memakan masakanmu,” ucap Daisy dengan tenang. Sean yang mendengar perkataan Daisy langsung matanya melotot. Ia benar-benar merasa sedang berbicara dengan makhluk jadi-jadian. Pemikirannya begitu konyol dengan seenak jidatnya dia yang menyuruh Sean memasak dan ia yang memakan masakan Sean. ****** Jangan lupa coment, Follow dan tap ❤ supaya Author lebih semangat lagi untuk mulai update teratur. Happy Reading... ???
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD