Sahara rasanya hampir gila!
Padahal dia bahkan belum sepenuhnya mengerti kenapa dirinya malah merasuki tubuh Shanina dan dimana Shanina sekarang. Tidak ada seorangpun yang bisa dia tanyai, bahkan tidak ada kemungkinan dirinya mengaku bahwa sebenarnya ia adalah Sahara, bukan Shanina.
Karena itu, dia memutuskan untuk sepenuh hati berpura-pura menjadi Shanina. Mungkin saja dengan begitu, dirinya bisa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi terkait insiden peracunan dirinya.
Tapi bukan hanya itu yang jadi masalah, Liam adalah masalah terbesarnya. Lelaki itu benar-benar sudah kehilangan tekad hidup dan tidak bisa berpikir jernih. Sahara bahkan terkejut dengan kenyataan itu, karena sebelumnya dia hanya berpikir bahwa Liam hanya sangat mencintainya sehingga tidak pernah membiarkan Sahara pergi tanpa dirinya. Tapi sekarang, semuanya mulai terlihat jelas. Liam bukan hanya mencintainya, tetapi terobsesi padanya. Lelaki itu seolah tidak ingin hidup jika tak ada Sahara.
Damn! Ini benar-benar gila.
"Apa aku sudah membawa semua benda tajam yang ada di kamarnya?" gumam Sahara pada dirinya sendiri.
Dirinya yakin bahwa Liam tidak akan berhenti hanya sampai disini saja. Perasaan lelaki itu sedang sangat hancur, sehingga kemungkinan besar Liam akan mencoba bunuh diri lagi atau membunuh Shanina.
"Hah! Kenapa jadi begini? Aku bahkan tidak bisa fokus pada apa yang terjadi pada diriku sendiri dan harus mengkhawatirkan Liam. Alangkah baiknya jika aku bisa tinggal di kamar yang sama dengannya, tapi bukankah aku akan langsung mati jika melakukan itu?"
Sahara merasa lelah. Sepertinya, tubuh Shanina juga bukan tubuh yang terlalu sehat karena Sahara merasakan kelelahan yang tidak biasa.
Langkah kakinya yang tanpa alas, berjalan mendekat ke arah cermin. Dia berdiri di sana, lama. Menatap pada wajah yang dulu selalu menatapnya dengan penuh kebencian.
Shanina sangat cantik hingga dulu Sahara merasa khawatir jika Liam perlahan akan jatuh cinta pada wanita ini. Tapi hingga hal gila ini terjadi, justru dirinya yang kini ada di tubuh Shanina dan entah kemana wanita itu.
"Apa kau mati? Apa kau juga meminum racun yang sama denganku? Tapi kenapa?"
Jika Shanina yang asli memang mati karena racun, itu berarti ada pelaku lain yang memberikan racun untuknya dan Shanina.
Tok tok
Sahara berpaling. Diam sejenak untuk menebak siapa kiranya yang datang ke kamarnya sekarang. Lalu karena dia gagal menebak, akhirnya dia berjalan ke arah pintu dan membukanya. Seorang pelayan berdiri di sana.
"Maafkan saya, Nyonya. Tapi Nyonya besar meminta saya untuk menyampaikan bahwa Nyonya Shanina diminta ke kamarnya sekarang."
Kening Sahara berkerut. "Ibu mertuaku?"
"Benar, Nyonya."
"Baiklah," balas Sahara sambil berbalik badan. "Aku akan mengganti pakaianku lebih dulu."
Pintu kembali ditutup dan Sahara bergerak ke arah lemari pakaian Shanina. Gaun tidur putihnya bukan pakaian yang pantas untuk dirinya gunakan saat bertemu dengan Claudia. Dia mengambil gaun baru yang panjangnya di atas lutut, berwarna hijau emerald yang cantik dan bergelombang di bagian bawah.
Dirinya masih tidak terbiasa saat merasakan udara menyapa kulit pahanya. Selama ini, pakaian yang selalu dia gunakan pastilah dress yang panjangnya mencapai mata kaki, karena Liam tidak suka saat ada orang lain yang melihat bagian tubuhnya.
Sahara sejenak mematut wajahnya di cermin. Rambut coklat milik Shanina dia ikat ke atas hingga menampilkan lehernya yang mempesona. Wanita ini benar-benar cantik, bahkan lebih cantik dari wajah Sahara sendiri. Tapi entah kenapa Liam tidak jatuh cinta padanya dan malah mencintai wanita desa seperti Sahara. Pantas saja semua orang merasa kesal padanya.
Di tengah lorong yang lengang, berkebalikan dengan suasana lantai bawah yang masih ramai dengan banyaknya pelayan yang berlalu-lalang membersihkan seluruh tempat setelah didatangi banyak pelayat, Sahara berjalan seorang diri. Dia menuju ke salah satu kamar paling besar yang ada di mansion itu. Kamar pribadi kedua mertuanya.
"Ibu, aku disini!" seru Sahara dari luar kamar.
Lalu seruannya berbalas. Suara ibu mertuanya yang memintanya masuk begitu saja.
Tapi, ternyata bukan hanya ada Claudia di sana. Liona, adik perempuan Liam juga tengah duduk santai di kursi yang mengitari meja bundar di tengah ruangan.
"Duduklah!" titah Claudia.
Sahara diam-diam waspada pada sebotol wine yang ada di atas meja, juga gelas yang sepertinya sudah disiapkan untuknya. Dia berpikir, apakah salah satu dari dua orang ini adalah pelaku peracunan? Lantas, akankah dirinya dipanggil kesini untuk dibunuh juga?
"Apakah kau sudah lega sekarang?"
Pertanyaan itu ditujukan padanya, oleh Claudia.
Melirik ke arah Liona yang tersenyum miring, Sahara balas tersenyum. "Aku tidak mengerti dengan apa yang Ibu katakan."
Lalu tawa wanita itu berderai keras di dalam ruangan. Sangat tidak cocok didengar di tengah suasana duka yang masih tebal menyelimuti rumah ini, setelah kepergian menantu pertamanya.
"Kenapa kau begitu kaku, padahal hanya ada kita bertiga disini? Bahkan semua orang bisa menebak siapa yang paling diuntungkan dari kematian Sahara."
Sahara menunduk, menatap ke arah gelas kosong miliknya. Dia sama sekali tidak ada keinginan untuk menuangkan cairan berwarna merah yang seksi itu ke dalam gelasnya dan meminumnya dengan kesadaran diri sendiri. Setelah mati, dia menyadari bahwa tidak ada yang bisa dipercaya di dalam mansion ini, bahkan Liam sekalipun. Keamanan yang ditawarkan lelaki itu, ternyata semu.
"Aku masih tidak mengerti maksud ucapan Ibu. Kematian wanita itu memang sesuatu yang menguntungkan untukku, tapi aku juga terkejut karena dia pergi tiba-tiba setelah bertahan dengan gigih di rumah yang tidak ada seorangpun yang memihaknya."
Claudia menyeringai. "Kau juga tidak kalah tangguh."
"Aku menyukai pujian itu dan terimakasih."
Lalu Claudia menuangkan cairan yang sejak tadi dihindari oleh Sahara, masuk ke dalam gelas yang tepat ada di hadapannya. "Minumlah! Anggap saja ini adalah perayaan kematian dari saingan terberat cintamu. Bukankah kau tidak bisa merebut perhatian Liam sedikitpun karena ada wanita itu? Sekarang dia sudah tidak ada lagi, jadi bukankah hal mudah untukmu mendapatkan anak dari Liam, bukan?"
Sahara terdiam, tangannya menerima gelas yang diberikan oleh ibu mertuanya itu dan hanya memandanginya. Otaknya berputar cepat, jika Claudia adalah pelaku, maka dia tidak akan mengatakan hal seperti tadi. Sahara tahu bahwa Claudia sangat menginginkan seorang cucu dari Liam, karena itu juga dulu Claudia pernah bersikap sangat baik pada Sahara. Tapi kemudian wanita itu berubah saat mengetahui bahwa Sahara tidak bisa memberikan Liam keturunan, lantas membawa masuk Shanina ke dalam rumah ini. Maka jelas bahwa minuman yang sedang dirinya pegang, sudah pasti aman.
Dia meneguknya perlahan, merasakan sensasi panas di tenggorokannya. Tangannya menggoyang gelas berisi wine itu, tersenyum pahit ketika mengatakan, "Bukankah ini terlalu kejam untuk wanita naif itu? Karena di malam setelah dia mati, ibu mertuanya, adik iparnya dan juga selirnya, justru merayakan kematiannya dengan meminum alkohol berkualitas terbaik?"
Claudia berdecih. "Kematiannya adalah jalan selamat untuk anak itu sendiri. Dan beruntung bahwa suamiku tidak membiarkan Liam melakukan penyelidikan."
"Kenapa? Bukankah dengan begitu, pelakunya akan tertangkap?" Tanya Shanina. Dia melempar dadu, mencari kemungkinan di antara mereka bertiga, siapakah pelakunya.
Lalu Claudia menatapnya dengan tajam, tangan cantik wanita itu menghentakkan bagian bawah gelas ke meja dengan sedikit keras. "Maka kau akan langsung diseret ke penjara. Tapi aku tidak bisa membiarkan itu karena kau perlu melahirkan keturunan Liam bagaimanapun caranya."
Sahara mulai berpikir, mungkinkah memang Shanina yang meracuninya? Tapi jika begitu, apa penyebab Shanina mati? Apakah saat Liam mencekiknya di kamar, Shanina mati karenanya? Sehingga jiwa Sahara langsung tertarik masuk ke dalam tubuh kosong tanpa jiwa ini?
Kepala Sahara terasa berdenyut, lalu tubuhnya terasa aneh dan panas. Dia tercekat, memandangi gelas yang masih ada di hadapannya. Dia yakin bahwa ada sesuatu yang tidak beres di dalam gelas itu. Dan ketika dia mendongak ke arah ibu mertuanya, dia tahu bahwa dirinya sudah masuk ke dalam perangkap yang dibuat wanita tua itu.
Bukan racun yang ada di dalam gelasnya, melainkan obat perangsang.
"Liam pasti sudah jatuh tertidur setelah meminum teh herbal yang sudah aku kirimkan, jadi kau bisa dengan leluasa melakukan apapun padanya agar rasa panas tubuhmu itu hilang."
Sial! Sahara mencengkeram ujung meja dengan keras hingga kukunya menancap ke kulit jarinya. Tidur dengan Liam bukan sesuatu yang sulit dia lakukan, karena dirinya adalah Sahara. Istri Liam yang sudah ratusan kali melakukan itu dengan suaminya tercinta. Tapi tidak untuk sekarang, di saat dirinya ada di dalam tubuh Shanina. Sahara tidak ingin tidur dengan Liam dalam keadaan seperti ini, setidaknya saat Liam belum tahu bahwa dirinya ada di dalam tubuh Shanina.
Tapi rasa panas yang menjalari tubuhnya terasa begitu menyiksa. Bahkan saat kemudian Liona memapah tubuhnya atas perintah Claudia, Sahara sudah tidak bisa mengelak atau menolak.
"Biar aku sendiri..saja," ujar Sahara pada Liona.
Tapi adik suaminya itu menolak dengan tegas. "Ibu memerintahkan aku untuk memasukkanmu ke dalam kamar Kak Liam. Kau harus berterimakasih karena pada akhirnya, cintamu yang menyedihkan itu akan menemui titik akhir sesuai dengan apa yang kau inginkan."
Sahara memejamkan matanya. Dia berpikir apa yang harus dia lakukan untuk keluar dari masalah ini. Mungkin, jika dirinya adalah Shanina asli, maka wanita itu akan dengan senang hati melompat ke atas tubuh Liam dan menggerayanginya sepanjang malam di saat Liam juga terpengaruh obat tidur. Tapi kini dia adalah Sahara, dia tidak ingin memperlakukan Liam seperti itu di saat mentalnya hancur karena mengira Sahara sudah mati.
Tapi tubuhnya tetap terlempar ke atas kasur Liam. Kasur yang dulu menjadi tempat paling nyaman dimana dirinya akan terlelap dalam pelukan lelaki itu.
Jahatnya, Liona bahkan sampai melepaskan semua pakaiannya dan hanya menyisakan pakaian dalam saja.
"Nikmatilah dan pastikan kau akan mengandung anak Liam. Jika kali ini pun tidak bisa, maka nasibmu akan sama seperti wanita kampungan itu. Jadi, lakukanlah tugasmu dengan baik!"
Apa? Liona kah orangnya? Orang yang meracuni dirinya?
**