"Kemarilah!" seruku memintanya mendekatiku. Meski aku tahu dia agak gemetar saat melangkah, dia tetap mendekatiku yang sekarang sedang duduk di atas sofa kamar hotel itu. "Dengarkan aku, Dahlia. Aku tahu, kita menikah ini bukan main-main. Benar kamu istriku dan aku suamimu sekarang. Tapi jangan sampai ini menjadi beban mental untukmu. Aku tahu, kamu wanita soleha, yang menjaga diri. Aku sangat menghargainya." Aku menjeda ucapanku. Tak kubiarkan dia menimpaliku. Aku tahu dari mulutnya yang nampak akan bicara. "Jadi begini. Kamu tak perlu memperlakukanku sebagai suami sungguhan, eeh maksudku, seperti selayaknya suami. Tugasmu adalah, cukup ikuti perkataanku saja. Hanya itu. Sampai mana nanti batas waktu yang akan memisahkan kita, kita tunggu saja. Waktu sendiri yang akan menjawabnya."

