3 | Miracle Taste

1195 Words
"Kenapa pesan dua kamar? bukannya biasanya kita tidur sekamar?" tanya Elvin sedikit bingung saat Meli menyerahkan access card kamar hotel yang berbeda untuknya. Ini bukan pertama kalinya Elvin dan Meli bekerja di luar kota dan menginap beberapa hari di hotel setempat. Mereka selalu mengambil satu kamar besar dengan dua tempat tidur. Tapi kali ini? "Hehehe...." Meli hanya cengar-cengir tanpa alasan yang jelas. "Gue ngajak Mas Bayu sebenernya, Bali gitu looh, Kak. Surga banget buat pasangan kayak aku dan Mas Bayu," lanjutnya lagi. Ck,.. ternyata. Bayu ini adalah tunangan Meli. Mereka sudah berpacaran kurang lebih 2 tahun, dan memutuskan bertunangan beberapa bulan lalu. Elvin sendiri sebenarnya tak heran melihat gaya berpacaran asistennya itu, liburan berdua bahkan menginap di hotel berdua. Tapi Elvin tak pernah mencampuri urusan pribadi Meli, karena gadis itu bekerja dengan sangat baik selama menjadi asisten editornya. "Duuuh... heran deh sama kalian. Honeymoon terus tapi gak nikah-nikah," sindir Elvin. "Latihan dulu lah, Kak. Dilarang sirik ya Bu Boss," jawab Meli santai. "Astagaaa Melisaaaa.... otak lo ya, latihan...latihan segala." "Hahaha... makanya lo buruan cari suami baru deh kak, biar gak kelamaan single terus nyinyir sama gue." "Siapa juga yang nyinyir?" kilah Elvin. "Yakin elo gak mupeng kalo gue mesra-mesraan sama mas Bayu di depan lo?" tantang Meli. "Elo cipokan atau adu desah di depan gue juga, gue gak ngiri Mel. Gue lebih expert, tuh gue aja sampe punya Malika," jawab Elvin tak mau kalah. "Malika doang alasan lo kak, tapi gak cinta sama bapaknya," kejar Meli sambil terkekeh. "Bodo amat. Udah buruan siniin cardlock gue," pinta Elvin seraya mengulurkan tangannya saat berada di dalam lift. "Nih, seperti biasa kak, elo udah gue pesenin kamar paling atas dengan private pool." Ini salah satu hal yang membuat Elvin bertahan lama dengan Meli. Gadis itu sangat hafal dengan dirinya, termasuk kebiasaannya yang selalu memesan kamar hotel di lantai paling atas yang lengkap dengan kolam renang pribadi. Dimana ia bisa melihat pemandangan indah dari ketinggian sambil berendam. "Thanks Mel, elo sendiri?" "Gue sama mas Bayu di lantai dua biar gak jauh-jauh amat dari kolam renang utama." "Ckk.. pasti mau pamer bikini," decih Elvin membuat Meli terbahak. "Tau aja lo kak, gue duluan ya, mau nyobain bikini dulu sebelum Mas Bayu dateng. Bye." Meli melambaikan tangan bersamaan dengan terbukanya lift tepat di lantai dua. Elvin hanya membalasnya dengan senyuman dan melanjutkan hingga lantai lima. ▪️▪️▪️▪️ “Kak Vin, hari ini kita masih jam bebas. Besok baru deh kita sibuk jadi panitia.” “Terus?” tanya Elvin tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptopnya. Mereka berdua sedang berada di kamar Elvin sekarang. Mempersiapkan naskah dan membantu panitia yang lain menyusun acara untuk satu minggu ke depan. Elvin yang sudah bekerja sama dengan penerbit besar sejak debut novelnya beberapa tahun lalu. Kini menikmati pekerjaannya yang terkadang mengharuskannya menghabiskan banyak waktu dengan bekerja dari kota ke kota. Mempromosikan novel-novelnya, meet and great dengan pembaca setia, hingga membantu terlaksananya acara-acara kepenulisan seperti yang akan diadakan sekarang ini. “Malam ini kita bebas, Kak. Gue mau jalan-jalan sama Mas Bayu ya, gue sengaja gak ngajak elo, takutnya elo keberatan jadi nyamuk.” “Menurut elo aja deh, Mel, gue juga mau jalan. Emang elo aja yang bisa jalan-jalan, gue juga bisa. Ya siapa tau ada bule cakep di pantai Sanur.” jawab Elvin setelah menutup layar laptop dan merapikan map berisi jurnal untuk seminar hari pertama esok hari. “Amiin, moga aja dapet beneran biar lo gak lama-lama galau gak jelas sama si Ervano itu. Kasian lah cantik-cantik masa jadi magamon gak guna.” seru Meli terkekeh geli. "Magamon?" Elvin mengerutkan kening. "Manusia gagal move on kak, hahaha....." jawab Meli tergelak. Sepertinya gadis itu bahagia sekali jika bisa membuat seniornya itu sebal hingga memanyunkan bibir. “Ckk.. udah deh sono keluar lo, Mel, gue mau mandi berendam trus siap-siap cari bule berondong. Pening kepala gue dengerin nyinyiran lo terus.” Elvin mengibaskan tangannya pada si asisten agar segera keluar dari kamarnya. Merasa sudah menyelesaikan tugasnya, Meli berdiri sambil menenteng laptopnya. Berjalan pelan menuju pintu kamar sambil mencebikkan bibir. “Caoo... kak Vin, ponsel elo yang satu lagi gue taruh di atas meja ya kak.” Meli melambaikan tangannya manja lantas menghilang di balik pintu. Elvin hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah polah asistennya itu. Sekilas, Elvin menoleh pada meja kecil disebelah sofa. Tempat Meli meletakkan salah satu ponsel yang hanya ia gunakan untuk keperluan pekerjaan. Menunda niatannya untuk mandi, Elvin berbalik dan duduk kembali di sofa yang menghadap kaca besar di kamarnya. Jendela kaca yang menampilkan keindahan pantai Sanur dari ketinggian. Salah satu tangannya lantas mengambil ponsel yang setiap pagi hingga siang dibawa dan dikendalikan sang asisten tersebut. Ibu jarinya tertarik untuk menaikturunkan tampilan di layar gawai yang menampilkan akun kepenulisan miliknya. Dan berhenti ketika menyadari akun Ervan melihat story yang diupload Meli siang tadi ketika mereka masih di bandara. Yang mana artinya Ervan sudah tau perihal kedatangannya di Bali hari ini. Mendadak saja perut Elvin mulas, membayangkan ia bisa bertemu dengan Ervan dimanapun dan kapanpun di pulau eksotis ini. Segera ia tutup gawainya dan memutuskan berendam air hangat untuk mengusir kegelisahannya. Hampir satu jam Elvin berendam air hangat hingga air dalam bath tub-nya berubah dingin. Ketika keluar kamar mandi dan mendapati hari makin malam, ia memutuskan keluar hotel untuk sekedar berjalan-jalan disepanjang pantai Sanur. Menyegarkan pikiran sebelum seminggu ke depan ia akan disibukan dengan acara seminar. Tepat jam delapan malam Elvin keluar hotel, dan memutuskan berjalan kaki menikmati angin malam di pantai Sanur. Hampir tiga puluh menit ia berjalan tanpa arah dan hanya mengikuti kata hati, Elvin berhenti didepan salah satu cafe bertajuk 'Miracle Taste'. Cafe dengan nuansa rustic klasik yang menarik perhatian karena juga ada sentuhan modern minimalis di bagian depannya. Disambut dengan ramah oleh salah seorang waiters perempuan di depan pintu masuk, Elvin melemparkan senyum terbaiknya dan masuk ke area cafe. Elvin memilih duduk di sebelah jendela besar yang tepat menghadap ke arah pantai. Tempat yang tepat untuk memanjakan matanya dengan pemandangan pantai di malam hari. Entah kenapa Elvin merasa akrab dengan suasana di kafe ini. Mengingatkannya pada seseorang tapi entah siapa. Sambil menunggu Iced Salted caramel coffe dan lasagna roll pesanannya datang, Elvin kembali menopang dagu menghadap pantai. Lagu 'If Tomorrow never come' milik Ronan Keating yang dibawakan apik oleh home band cafe ini membuat Elvin mengingat kenangannya bersama Ervan belasan tahun lalu. Ketukan jemari seseorang di atas mejanya membuyarkan lamunan Elvin dan membuatnya menoleh seketika. "Iy—" bukan hanya kata-kata yang mendadak lenyap dari bibir perempuan cantik itu, tapi juga detak jantungnya yang tiba-tiba bersembunyi hingga tak terdengar sama sekali. Seakan tak cukup dengan hal itu, hati Elvin bahkan terasa seperti diremas seketika, menimbulkan rasa nyeri yang belasan tahun lalu ia coba kubur, hadir lagi dengan cepatnya. Dan, lagi-lagi Elvin membenci ketika bola matanya yang membola sempurna juga ikut berkaca-kaca. Hal itu terjadi ketika ia menangkap sosok tampan dengan senyum khas yang ia rindukan bertahun-tahun lalu, kini berdiri menjulang di depannya. "E-r-v-a-n-o." rapalnya terbata-bata sambil meraba dadà yang mendadak sesak. Come on..! Semesta sedang bercanda dengan dirinya kah? Hingga sosok yang sangat ingin ia hindari ketika di Bali malah berdiri nyata dengan penuh pesona di hadapannya. *** 13/4/2021
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD