Awal Baru

1433 Words
Ayyas tidak habis pikir dengan jalan pikiran istrinya. Bagaimana mungkin dia mengizinkan dirinya menikah lagi? Apa Indah tidak sakit hati atau cemburu mungkin? Mereka berumah tangga sudah hampir 2 tahun. Dan belum dikaruniai anak. Selain Indah yang memang masih kuliah, Ayyas juga tak mau terburu-buru. Meskipun hati kecilnya tak menampik jika dirinya memimpikan bibir mungil yang memanggilnya 'Ayah'. Meskipun begitu, Indah tidak menahan kehamilannya dengan apapun. Hanya mungkin Yang Maha Kuasa belum memberikan mereka kepercayaan itu. Dan sekarang, tiba-tiba saja Kinansya datang membawa kabar yang tidak pernah diduga. Gadis itu mengaku hamil anaknya. Ya Tuhan, Ayyas benar-benar tidak ingat. Dia berusaha memutar ingatannya. Hari itu dia memang menemui Kinansya untuk membahas kerjasama bisnis mereka. Ayyas bahkan tidak memberi kabar pada Indah, sebab dia yakin pertemuan itu hanya sebentar dan dia akan pulang tepat waktu. Saat itu, Ayyas bertemu Kinansya di sebuah restoran sebuah hotel. Gadis itu yang memilihkan tempat. Katanya makanan di restoran itu sangat unik dan lezat. Semua berjalan lancar, sampai Ayyas melihat ada seseorang yang datang menghampiri mereka. Pria muda yang menatap Ayyas dengan tatapan tidak suka. Pria itu berbincang sebentar dengan Kinansya, lalu dia memberikan sebotol air mineral pada Kinan. Entah apa yang mereka bicarakan. Sepertinya cukup alot, mereka sedikit bertengkar. Karena merasa diabaikan, akhirnya Ayyas pamit ke kamar mandi. Baru setelah sepuluh menit dirinya kembali, Kinan sudah sendiri lagi menunggunya di meja makan. Ayyas dan Kinan makan sebagai penutup dari pertemuan mereka. Lalu setelah itu, Ayyas merasakan pusing hebat di kepalanya, lalu dia tak ingat apa-apa lagi. Berkali-kali Ayyas berusaha keras untuk mengingat, tetap saja rasanya dia tak ingat apapun. Selain... Ya, malam itu dirinya masuk ke sebuah kamar, di sana dia merasakan hasrat yang luar biasa pada Indah yang entah kapan sudah menunggunya di kamar itu. Hanya itu. Setelahnya dia tak ingat lagi. Mata Ayyas kembali fokus pada istrinya yang bekerja dalam diam. Dia menatap Indah yang sedang sibuk menata piring di atas meja. Mereka makan malam juga tanpa suara. Sejujurnya, banyak hal yang ingin Ayyas tanyakan. Tapi dia bingung untuk memulai. Apa dirinya harus meminta maaf? Tapi, atas dasar apa? Bukankah dirinya tidak bersalah? Argh! Ini tidak nyaman. Terlebih, Indah sepertinya baik-baik saja. Sikapnya malah semakin membuat Ayyas merasa takut. Bahkan jujur saja, tadi Ayyas sangat berharap Indah menahan Kinan, atau memakinya, atau marah pada dirimya tak peduli dengan alasan apapun itu. Dan yang terjadi, istrinya begitu tenang. Meski pada awalnya Indah menampakkan rasa terkejut, tapi kemudian tenang kembali. "Mau nambah, Mas?" Suara Indah membuat Ayyas berhenti melamun, "ya? Ah, sudah. Mas sudah kenyang." "Baiklah," jawab Indah. Lalu membereskan piring kotor dan hendak bergegas ke dapur. Namun, tangan Ayyas menahannya. "Tunggu, biar Bi Mimin yang bereskan." "Tak apa, Mas. Ini kewajibanku." "Sayang, kita perlu bicara." Indah diam, lalu berbalik dan tersenyum tenang, "tentu saja, setelah aku bersihkan ini." "Indah taati perintah suamimu, duduklah." Indah diam. Di matanya nampak rasa terkejut yang luar biasa. Ini kali pertama Ayyas bicara tegas padanya. Sejak mereka menikah, Ayyas adalah suami yang lembut dan penyabar. Selalu membimbing Indah dengan penuh kasih sayang. Mungkin wajar jika kali ini Indah sedikit terkejut. Dan suara tegas Ayyas ampuh membuat Indah menurut. Dia duduk sebagaimana yang diperintahkan oleh suaminya. Ayyas menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Ditatapnya Indah yang duduk menunduk di depannya. "Maafkan, Mas! Indah." Indah masih menunduk. Dia tak bicara, suaminya minta maaf. Apa memang benar suaminya melakukan kesalahan dengan gadis bernama Kinansya itu? Lima menit telah berlalu. Indah masih diam. Gadis itu hanya menunduk memainkan ujung jilbabnya. "Sayang, kumohon, bicaralah!" "Apa yang harus aku katakan?" Jawab Indah akhirnya. "Apa yang membuatmu yakin untuk mengizinkanku menikahi Kinan?" "Aku wanita, Mas." "Siapa yang bilang kamu pria? Ayolah sayang, bagaimana mungkin aku harus menikahi wanita itu? Bagaimana dengan dirimu?" "Mas kasihan padaku?" "Bukan begitu, maksudku..." "Mas, aku sudah dewasa. Tak perlu dikasihani. Yang harus kita pikirkan adalah anak tak berdosa dalam rahim Kinan," jawab Indah pelan. Suaranya tercekat di tenggorokan. Ya Tuhan, Indah sungguh tak sanggup membayangkan suaminya berhubungan badan dengan wanita lain. "Kau yakin dia anakku?" "Apakah jika aku tidak percaya semua ini, dapat mengubah keadaan?" Ayyas diam. Dia menghela nafas. Berat memang. Ayyas tak mau membuat Indah menangis. Selain itu, bagaimana dengan keluarga gadis itu? Ayah dan ibunya juga? Apa mereka akan menerima Kinan? "Baiklah. Tapi aku ingin mengajukan test DNA." Indah diam. Tapi bahunya terguncang hebat. Tentu saja membuat Ayyas kaget. Apa dia salah bicara? "Sayang, kenapa? Apa aku salah bicara?" Indah menggeleng pelan, tangisannya makin keras. "Sayang, bicaralah, kumohon! Jangan seperti ini!" Ayyas segera membawa Indah dalam pelukannya. "Mas, aku takut." "Kenapa? Test DNA justru akan membuka kebenarannya. Tidak ada yang harus ditakuti." Indah mengeratkan pelukannya. "Mas, aku takut melihat hasilnya. Seandainya hasilnya janin itu memang anakmu, aku takut tidak bisa memaafkanmu. Rasanya sangat menyakitkan." Ayyas tersenyum. Akhirnya dia melihat kecemburuan dalam diri Indah. Tangan Ayyas mengelus kepala Indah dengan sayang. "Itulah, kenapa aku tidak mau menikahinya," Ayyas melepas pelukannya, menatap kedua mata Indah yang sembab, gadis itu juga mulai memiliki kantung mata walau masih samar. Apa istrinya kurang tidur? Ayyas mengusap pipi Indah dengan ibu jarinya, "kalau begitu, tidak usah ada pernikahan. Oke?" "Tapi... bagaimana jika Kinansya mengadu pada orang tuaku? atau orang tua Mas Ayyas? Apa mungkin rumah tangga kita akan bertahan jika keluargaku mendapat kabar tak enak ini. Kamu tahu sendiri bagaimana abi, Mas." Ayyas menghela nafas. Indah benar. Dia tahu watak ayah mertuanya. Sangat protek pada putrinya ini. Bahkan ayah mertuanya selalu memastikan agar putri kesayangannya tidak tergores sedikit pun. Indah dijodohkan dengan Ayyas karena sangat yakin Ayyas pria baik yang akan menjaga Indah. Apa jadinya jika Kinan mengadukan semuanya? Bukan hanya rumah tangganya yang akan berada di ujung tanduk. Perusahaannya juga terancam tak dapat lagi menjalin kerja sama dengan perusahaan mertuanya. "Lalu apa bedanya jika aku menikahi Kinan?" "Tentu beda, Mas. Jika Mas menikah dengan alasan ingin berdakwah, membawa Kinansya hijrah, keluarga kita pasti akan menerima, walau tak dapat dipungkiri akan ada yang pro dan kontra. Tapi itu lebih baik, daripada Mas menikah karena ketahuan punya kekasih gelap yang terlanjur hamil. Keluargaku pasti tidak akan menerima alasan itu." "Sayang, aku tidak pernah mengkhianatimu." "Tapi jika Mas tidak segera menikahi gadis itu, dia pasti akan datang ke keluarga kita. Dan jika itu terjadi, rasanya sulit untuk abi memaklumi semua ini." Ayyas memeluk Indah lagi, mengusap kepalanya pelan, "maaf, aku tidak tahu akan terjadi seperti ini. Tapi sungguh Indah, aku tidak pernah berkhianat. Aku mencintaimu, istriku." Indah tidak menjawab hanya isakan yang terdengar. Wajahnya ia benamkan di d**a bidang milik suaminya. *** Dan hari itu akhirnya datang. Meskipun dengan lobi yang sangat alot, akhirnya kedua keluarga bisa menerima keputusan Ayyas dan Indah. Dan apa yang Indah khawatirkan memang benar, Kinan mengancam akan mengadu pada keluarga Indah jika Ayyas tidak menikahinya. Rupanya Kinan sangat tahu jika perusahaan ayahnya Indah memiliki peran yang sangat besar bagi perusahaan Ayyas. Mau tidak mau, Ayyas akhirnya menyetujui kemauan Kinan. Acara pernikahannya akan digelar secara sederhana. Hanya berangkat ke kantor urusan agama dengan dihadiri sebagian kecil keluarga Ayyas dan Kinan. Sebab, diantara keluarga Ayyas banyak yang tidak setuju jika Ayyas menikah lagi. "Kamu lagi ngapain?" Ayyas menghampiri Indah yang nampak sedang berkemas. "Aku sedang mempersiapkan pakaian untukmu, Mas. Bukankah esok adalah pernikahanmu? Tentu Mas akan tinggal di rumah Kinan?" "Indah, apa kamu baik-baik saja?" Indah mengulum senyum. Jika ditanya baik-baik saja, jauh dalam lubuk hatinya ia ingin menjerit, hanya saja, jika ia egois, maka kemungkinan terburuknya adalah perceraian dirinya dan Ayyas. Dan Indah tak ingin berpisah dari Ayyas. Jika ini sudah takdir, maka Indah harus mempersiapkan semuanya, termasuk hatinya. Untuk sebuah awal baru dalam pernikahannya. Ya, dia memang sepandai itu dalam hal menyembunyikan lukanya. "Aku sudah siap untuk segalanya, Mas. Mulai sekarang, aku harus membiasakan diri untuk berbagi cintamu dengan Kinan. Akan kuanggap dia sebagai adikku sendiri." "Terima kasih, sayang," ucap Ayyas sambil mengecup kening Indah. "Ya, sama-sama. Oh ya, menurut Mas baju tidur ini mana yang paling bagus?" Indah memamerkan dua gaun tidur yang sangat indah. "Coba kamu pakai dua-duanya, nanti Mas akan menilai." "Baiklah," jawab Indah. Lalu dia memakai baju berwarna merah muda. "Bagaimana?" "Cantik, sayang." "Benarkah?" "Ya, coba yang berwarna hitamnya!" Indah kembali masuk ke kamar dan mengganti dengan baju yang satunya lagi. "Bagaimana, Mas?" "Cantik, sayang. Kedua baju itu sangat indah melekat di badanmu. Aku sangat suka." "Jadi menurut Mas, bagusan yang mana?" Ayyas memeluk Indah, "dua-duanya juga bagus sayang." Bibir Indah sedikit cemberut. Membuat Ayyas mencubit pipinya gemas, "kenapa cemberut?" "Ah, tidak. Bukan apa-apa, kok." "Sayang, malam ini aku kangen sekali sama kamu." "Hm," Indah hanya bergumam. Tangannya masih sibuk melipat baju tidur yang tadi ia coba. "Kita ke kamar yuk?" "Duluan aja, Mas. Nanti aku nyusul." "Janji ya?" "Kapan aku tidur terpisah dari Mas?" Kecuali mulai besok, kita tak selalu tidur bersama. Ayyas tersenyum senang. Ah, istri cantiknya itu tidak tahu jika dirinya sangat berhasrat malam ini. Entahlah, melihat Indah malam ini nampak sepuluh kali lipat lebih cantik dari hari-hari biasanya. Dia masuk ke dalam kamar. Mempersiapkan diri untuk b******a dengan istrinya, memakai wewangian dan mengganti bajunya. Namun satu jam telah berlalu. Indah tak kunjung masuk ke dalam kamar. Karena penasaran, Ayyas keluar dari kamar dan mencari Indah. "Indah! Kamu di mana sayang?" Ke kamar mandi, tidak ada. Ke dapur juga tidak ada. Kemana dia? Apa... jangan-jangan Indah sedang berusaha menghindarinya?!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD