bc

Everlasting Friends

book_age16+
2.9K
FOLLOW
48.8K
READ
contract marriage
love after marriage
friends to lovers
independent
confident
drama
comedy
sweet
bxg
like
intro-logo
Blurb

Aluna, seorang freelance illustrator berusia dua puluh tujuh tahun. Meski sudah diomeli emaknya agar segera menikah, dia masih terjebak dengan cinta pada makhluk dua dimensi. Arya, tetangga sebelah rumahnya dan temannya sejak kecil. Seorang Graphic Desainer yang juga seorang otaku. Pria itu tiba-tiba saja menawarkan sebuah konspirasi pada Luna. Berpura-pura menikah demi menyenangkan hati orang tua sekaligus menghindari gosip dari tetangga. Mereka hanya teman. Harusnya nggak ada masalah, kan?

"Nggak ada yang namanya sahabat antara laki-laki dan perempuan."

chap-preview
Free preview
Nikah, Yuk!
Aluna berusaha membuka matanya menahan kantuk yang mendera. Sudah jam tiga pagi tapi dia belum menyelesaikan coloring dari komik online yang dikerjakan. Luna menghela napas dan mengambil segelas kopi di atas meja dan meneguknya sampai habis. "Lun." Sebuah suara memanggilnya. Luna terpaksa menghentikan aktivitas dan menoleh pada sosok makhluk berkacamata yang berdiri di beranda kamar rumah sebelah. "Jam segini belum tidur?" sapa pria itu. Namanya Arya, tetangga sebelah rumah yang dia kenal sejak masih pakai popok. "Belum selesai coloring," keluh Luna hampir mewek. "Astaga, deadline-nya kapan?" tegur Arya. "Harusnya kemarin malam." Arya berdecak-decak. "Mau dibantuin?" tawarnya. Air muka Luna berubah semringah. "Kamu penyelamat hidupku!" serunya bahagia. Maka Arya melompati beranda dengan mudah. Lalu masuk ke kamar Luna tanpa sungkan. Luna memberikan sebuah laptop cowok itu. Mereka lalu sibuk dengan melakukan pekerjaan masing-masing dalam diam. "Makasih ya Ar, aku nggak tahu gimana kalau nggak ada kamu," ucap Luna. "Your're welcome," jawab si mata empat itu singkat. "Besok kamu datang nggak ke nikahannya Lala?" tegur Luna tiba-tiba merubah topik. Arya mengangguk aja. "Diundang makan sama artis harus datanglah buat makan sepuasnya." "Nggak nyangka ya dia bisa nikah sama vokalis band itu. Berondong, Bro, mantan muridnya sendiri lagi. Kayak di komik-komik gitu ya, kisah cinta guru dan murid." Luna tertawa meskipun dalam hati dia merasa pedih. Undangan nikahan lagi, untuk yang kesekian kalinya. Sampai kapan dia akan terus menerima undangan? Kapan tiba gilirannya mengundang? "Hidup kita juga mirip anime, kan?" kata Arya. "Temenan sejak kecil, kamar berhadapan gini." Luna tergelak mendengar ucapan penggemar Final Fantasy itu. "Iya juga ya. Yang kurang cuman satu, cinta," kekehnya. Arya berhenti memainkan mouse dan memandangi Luna. Gadis berambut panjang itu tampak berkonsentrasi. "Kalau gitu dibikin ada aja dong," ucapnya. Luna mengerutkan kening dan memandang sahabatnya dari orok itu dengan bingung? "Maksudnya?" "Nikah yuk!" Netra Luna terbelalak lebar. Mulutnya terbuka seperti ikan koi. Dia melepas satu headset yang menggantung di telinga kirinya. "Ngomong apa barusan?" "Ayo nikah!" ulang Arya. *** "Lun, bangun sarapan!" Teriakan emak yang menggema dari lantai satu. Luna membuka mata dan mengerjap-ngerjap memandang sekeliling. Matanya terpaku pada jam dinding yang menunjukkan pukul tujuh pagi. Gadis itu melompat tiba-tiba, kebingungan melihat komputernya yang mati. Ponsel di atas makasih bergetar. Keringat dingin seketika membanjiri tubuhnya, tatkala melihat nama editornya yang menghiasi layar ponsel. Kak Kartika Subuh baru ngirim materi, Bos! Minggu depan jangan telat lagi ya. Luna mendesah lega. Jadi semalam dia sudah sempat mengirim naskah? Sepertinya dia sudah terlalu lelah sampai hilang ingatan. Yuna melirik laptopnya yang tersusun rapi di atas lemari beserta chargernya. Dia lalu memandang kamar di rumah sebelah yang sudah kosong. Sudah jam tujuh lewat sih, pasti tetangganya itu sudah berangkat kerja. "Mimpi," lirih Luna. "Yang kemarin itu aku pasti ngimpi!" "Lun!" Sang ibunda berteriak lagi. "Ya, Ma! Ini mau turun!" jawab Luna. Dia bergegas keluar dari kamar, menuruni tangga dan menuju dapur. Rifki, adiknya yang menyebalkan itu rupanya masih belum berangkat. Cowok itu menyeringai sembari meneguk kopi. "Kamu tuh, anak perawan bangunnya siang banget sih!" keluh sang mama. "Sekali-kali dong bantu Mama masak di dapur!" Luna terkekeh saja. Dia lalu mengambil piring dan nasi. Udang goreng yang berjajar manis di meja makan menggugah seleranya. Dia duduk di meja makan bersama ibu dan adik lelakinya. "Lun, kamu itu berubah dikit dong. Umurmu sudah dua puluh tujuh. Masak kelakuanmu masih gini-gini aja. Kapan kamu mau nikah?" desah sang mama. Luna diam saja. Tiap pagi dia selalu mendapat ceramah yang sama, sampai bosan rasanya. "Pergi keluar dong, Lun, cari kerja, bergaul biar kamu bisa ketemu jodohmu," tambah wanita itu. "Aku sudah punya kerjaan, Ma," kata Luna. "Kerjaan opo to? Cuman freelancer, kan? Emangnya kamu nggak pengen punya kerjaan tetap kayak Arya tetangga sebelah." Luna tak berkomentar. Pekerjaan apa pun yang penting adalah duitnya. Toh menjadi freelancer begini juga honornya lumayan kok. Jam kerja juga lebih fleksibel dan tidak mengikat. Emang jauh sih kalau dibandingkan dengan Arya yang kini sudah menjabat sebagai Creative Director, tapi seenggaknya Luna masih bisa shopping dan nggak kelaparan. "Ngomong-ngomong nih, Lun, Arya itu nggak punya pacar sih?" Luna hampir tersedak mendengar ucapan sang Mama. Dia mengambil gelas dan minum air putih satu gelas dalam sekali teguk. "Nggak tahu," jawabnya. "Ah, masa dia nggak pernah cerita sama kamu sih?" kejar ibunda. "Emangnya dia harus cerita?" Luna malah memonyongkan bibir. Betapa pun dekatnya Luna dengan Arya, dia selalu menghargai privasi sahabatnya itu. "Lho, dia kan sahabat kamu dari kecil!" Mama masih mengotot. Wanita itu lalu berbisik. "Kalau seumpama dia nggak punya pacar, PDKT dong, Lun." "Ih, Mama!" Luna mendesis kesal. Ibunya masih saja punya pikiran gila begitu. Bagi Luna, Arya adalah BFF-nya. Persahabatan mereka yang suci itu diyakininya tak alat ternodai dengan urusan cinta-cintaan. "Udah deh, Ma. Kakak tuh maunya nikah sama Shinichi Kudo aja," kekeh Rifki. Luna mengangguk khidmat. "Sayangnya dia belum kembali ke tubuh semula. Aku harus setia menunggu." Mama menutupi wajahnya dengan telapak tangan. "Cobaan macam apa ini, Ya Allah," keluhnya. Luna terkekeh. Mengerjai mamanya begini memang menyenangkan. Tawanya baru berhenti setelah dia melihat nama Arya muncul di notifikasi ponsel. Arya_ Gimana tawaranku tadi pagi? Udah kamu pikirin? Netra Luna terbelalak. Tawaran? Tawaran apa? Dia segera mengetikkan pesan balasan. Luna Tawaran apa ya? Aku hilang ingatan. Jantung Luna berdebar kencang. Baru kali ini dia deg-degan begini saat menunggu pesan balasan dari Arya. Tak lama kemudian pesan itu masuk juga. Bola mata Luna sampai hampir meloncat keluar. Arya_ Nikah yuk! ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

UN Perfect Wedding [Indonesia]

read
75.9K
bc

Penjara Hati Sang CEO

read
7.1M
bc

LARA CINTAKU

read
1.5M
bc

Hello Wife

read
1.4M
bc

Suddenly in Love (Bahasa Indonesia)

read
76.1K
bc

Long Road

read
118.3K
bc

MENGGENGGAM JANJI

read
475.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook