Kenangan

866 Words
Luna membuka tumpukan kardus di ruang tengah. Itu adalah barang-barangnya dari rumah yang belum sempat dia tata setelah pindahan kemarin. "Kamu bawa barang banyak bener," komen Arya yang baru keluar dari kamar mandi. "Aku punya banyak benda kesayangan, Tuan Calvin," kekeh Luna. "Sialan! Berhenti panggil aku pake nama itu!" umpat Arya. Dia mendekat dan ikut melihat-lihat benda-benda kesayangan Luna. Ada banyak banyak sekali komik, buku dan boneka. Mata Arya tertuju pada satu boneka beruang kecil. "Ah, kamu masih simpan benda ini," kata Arya. Dia ingat benda itu adalah hadiah ulang tahun untuk Luna darinya yang dia dapatkan dari mesin japit-japit di time zone. "Jelas, itu salah satu boneka kesayangan aku," aku Luna. Arya melihat-lihat barang unik lainnya lagi. Ada satu kotak penuh berisi koleksi tazoz. Hadiah yang dulu hanya bisa di dapat dari dalam makanan ringan. "Wah, sampai benda ini juga masih ada," ucap Arya takjub. "Ini hartaku yang paling berharga," tutur Luna. "Waktu SD uang jajanku hanya enam ratus rupiah. Sementara harga Chiki seribu rupiah. Nabung dua hari baru bisa beli jajan itu dan dapat hadiah ini. Aku mengumpulkan benda ini dengan penuh keringat dan air mata." "Lebay!" olok Arya. Luna membuka kotak lainnya dan menemukan setumpuk surat dengan amplop berwarna biru muda. "Wah, benda ini!" ujarnya terkejut. "Aku sudah lama mencarinya." "Apaan tuh?" tanya Arya. "Ini surat cinta dari secret admirer-ku waktu masih SMA. Tiap pagi dia selalu meninggalkan ini di laci mejaku. Kamu ingat nggak?" terang Luna. "Oh, aku nggak terlalu ingat. Nggak nyangka ada yang bisa naksir kamu juga jaman SMA." Luna memoyongkan bibir. Memang sih sampai SMA dia suka sekali berpenampilan tomboy. Rambut selalu di potong cepak, suka ngupil dan jarang mandi. Belum lagi berat badannya yang waktu itu sekitar delapan puluh kilogram. Dia saja sampai takjub bisa punya pengagum rahasia. "Sampai akhir juga identitas dia sama sekali nggak terbongkar, siapa sih 007 ini sebenarnya," keluh Luna sembari memandangi surat-surar cinta yang manis semasa SMA ini. "Di surat terakhir dia bilang mau ketemu di halaman belakang sekolah setelah Prom night. Aku tunggu dia sampai satu jam tapi nggak muncul, malah ketemu kamu yang ngomel-ngomel ngajakin pulang." Luna memberengut mengingat masa lalunya. Gadis itu menghela napas. "Seandainya aku menunggu sedikit lebih lama apa bakal ketemu dia ya?" "Oh, jadi waktu itu kamu nungguin dia toh. Paling-paling aslinya kamu dikerjai sama orang. Bisa jadi mereka ketawa ngakak pas kamu beneran nungguin cowok itu di sana," komen Arya. "Ih! Kamu merusak imajinasiku aja!" geram Luna. Cewek itu memandangi sepuluh buah surat di tangannya kemudian tersenyum. "Yah, siapa pun dia. Aku tetep senang karena dia membuat fokusku teralihkan dari rasa sakitnya ditolak pertama kali." Arya tertegun. Dia jadi ingat kenangan masa SMA itu. Ketika MOS Luna dikerjai untuk menembak Dika, kakak kelas mereka. Ya, awalnya itu hanya main-main saja, tapi gadis itu benar-benar jatuh cinta pada orang b******k itu. Arya memandangi Luna yang menunduk. Entah apa yang dipikirkan sahabatnya itu. Dia tampak sedih. Membicarakan topik tentang mantan pacar Luna itu memang bukan hal yang baik. Maka Arya memilih duduk dan diam saja. "Aku benar-benar b**o," keluh Luna. "Masa mudaku sia-sia karena terus mengejar-ngejar dia. Dulu aku selalu berpikir Dika adalah jodohku. Nyatanya selama delapan tahun lebih aku hanya jagain jodoh orang." "Kamu itu gagal move on," olok Arya. "Masa barang-barang begini masih disimpan aja. Kalau yang hanya mengingatkan rasa sakit bukannya seharusnya dibuang." Luna bersandar pada dinding lalu tersenyum. "Benda-benda ini mengingatkan tentang bagaimana aku berubah menjadi dewasa, jadi aku ingin menyimpannya." "Dewasa apanya sih, kalau tiap hari kerjaannya cuman maraton anime," ejek Arya. "Bahkan adik sepupuku yang masih SMP aja sibuk mainan Tantan. Kamu diumur segitu malah masih berkutat sama cowok 2D aja." "Ar, kamu mending diem aja deh. Kenapa sih sekalinya ngomong nyakitin melulu!" amuk Luna. Suaminya itu hanya terkekeh dia lalu bangkit. "Nanti ajalah beresin barang itu, ayo kita makan dulu." "Oh ya, hari giliran Chef Calvin Klein yang masak, kan? Apakah menunya?" "Ind*mie goreng." Luna mencebik. Dia berdiri dan mengikuti Arya menuju dapur. "Apaan tuh! Katanya kamu nggak suka makanan yang banyak MSG! Ini sih serasa anak kos beneran di tanggal tua!" "Kita belum sempat belanja bahan masakan. Kamu dong besok pergi belanja. Aku Minggu ini banyak lembur," dalih Arya. Cowok itu tiba-tiba saja berhenti sehingga Luna menabrak punggungnya yang keras. "Apaan sih! Kok mendadak berhenti!" protes Luna sembari memegangi hidungnya yang nyeri. "Aku lupa bilang, temen-temen kantor ngotot pengen main ke sini setelah tahu kita pindah ke rumah baru. Boleh nggak aku undang mereka Sabtu ini?" tanya Arya. "Boleh aja sih," kata Luna. Dia cukup tahu diri. Pada dasarnya pemilik rumah ini adalah Arya. Dirinya hanya menumpang. "Dia bakal datang nggak?" tanya Luna. Arya terdiam. Walaupun Luna tak sebut merk, Arya tahu yang dimaksudkan cewek itu pasti Audy. "Ya ... aku terpaksa harus ngundang dia. Ngomong-ngomong tadi dia ngasih kado ke kamu lho, tapi aku lupa jadi ketinggalan di kantor." Melihat istrinya yang hanya bergeming dan merunduk, Arya jadi cemas. "Kamu nggak apa, kan?" tegurnya. Luna menghela napas. "Oke, undang aja dia! Bila perlu sama suaminya! Ayo kita tunjukkan kemesraan kita di depan mereka! Akan kubuktikan bahwa aku juga bisa bahagia!" Sudut bibir Arya membentuk lengkungan. Dia meletakkan tangannya di tas kepala Luna. "Oke, ayo kita lakukan itu," ucapnya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD