Memories-4 THEN

1382 Words
Sudah sekitar dua minggu komunikasi antara Melody dan Bayu semakin intens. Namun keduanya belum bertemu lagi semenjak penutupan acara family gathering beberapa waktu lalu. Hal tersebut terjadi karena kesibukan pekerjaan masing-masing. Ditambah lagi Melody sedang sibuk mengurusi persiapan pernikahan kakak perempuannya. "Abis ditelepon siapa? Senyumnya beda gitu?" tanya kakak perempuan Melody yang bernama Symphony. "Temen," jawab Melody berusaha menyembunyikan senyumnya. "Temen apa temen?" "Temen, Kak." "Temen jadi demen?" "Apaan, sih, Kak?" jawab Melody berusaha menyembunyikan senyumnya. "Ya abisnya kamu ditelepon temen tapi ekspresi kayak baru ditelepon pacar. Orang mana tuh?" "Bukan pacaaar!" pekik Melody. "Cuma temen kok, beneran," ucap Melody yakin. "Oh...paham. Calon pacar lebih tepatnya, iya?" "Kak Syfo ich. Dahlah, aku mau tiduran aja." "Aku bajak handphone kamu." "Kakaaak!" "Makanya cerita!" Melody menghela napas panjang kemudian duduk bersila di hadapan Symphony. Dia mulai menceritakan awal pertemuannya dengan Bayu dan komunikasi seperti apa yang sudah terjalin hingga detik ini. Symphony mendengarkan dengan tulus, sesekali dia mengangguk setiap kali memahami apa yang disampaikan oleh Melody. "Jadi doi belum nembak kamu?" tanya Symphony setelah Melody menyelesaikan ceritanya. "Ya belumlah. Kita deket juga baru beberapa minggu ini." "Tapi kamu mau kan kalau dijadiin pacar?" "Kecepetan nggak sih, Kak? Dua minggu kenal udah ngarep ditembak aja." "Nggak juga sebenarnya. Letak keseriusan cowok dilihat dari situ. Daripada pendekatan lama-lama jadian nggak. Kamu mau digituin?" Belum sempat Melody menjawab pertanyaan Symphony, terdengar suara ketukan di pintu kamar. Suara kepala asisten rumah tangga di rumah Luthfi Khawas meminta keduanya untuk makan malam karena Luthfi sudah menunggu di ruang makan. "Makan dulu, Kak," ajak Melody pada Symphony. "Kamu duluan aja. Kakak nyusul." "Tapi Bang Luthfi udah nungguin." "Kak Syfo belum lapar. Tadi sore abis makan juga sama orang-orang kantor." "Ya nggak usah makan kalau kenyang, temenin aku aja ya, daripada makan di ruang makan mewah berasa makan di kuburan," pinta Melody dengan raut wajah sendu. "Ya udah ayok!" jawab Symphony tidak tega menatap wajah sedih Melody. Keduanya lalu meninggalkan kamar menuju ruang makan sembari bercanda. Namun tawa mereka berdua seketika mereda ketika istri abangnya menatap tidak suka. "Udah kayak mau makan kamu hidup-hidup itu Kak Ana," bisik Symphony di telinga Melody. "Bikin kenyang kali ngelihatin aku kayak gitu." Symphony tidak bisa membendung tawanya mendengar jawaban kesal dari adiknya. Hal tersebut tentu saja memancing rasa ingin tahu seorang Luthfi Khawas. "Ngobrolin apa sampai ketawa gitu, Syfo?" tanya Luthfi setelah kedua adik perempuannya menduduki kursi makan masing-masing. "Melo lagi seneng tuh, Bang!" "Kak Syfo dilarang jadi ember bocor!" ucap Melody mengarahkan sebuah garpu di hadapan wajah Symphony. "Seneng kenapa? Abang jadi penasaran loh ini," ucap Luthfi seraya mengusap dagunya seolah sedang berpikir keras hal apa yang membuat adik bungsunya terlihat seperti orang sedang berusaha keras menyembunyikan rasa malu. "Ceritain nggak, nih?" tanya Symphony, menaikkan sebelah alisnya saat menatap Melody. "Jangaaan!" "Harus cerita!" ucap Luthfi dengan nada bicara tidak bisa diganggu gugat. Melody memasang tampang cemberut lalu memalingkan wajah dari abang dan kakak perempuannya. Sedangkan Symphony berbisik pada Luthfi menceritakan hal apa yang membuat Melody mudah cemberut sekaligus tersipu seperti saat ini. Luthfi menahan tawanya setelah mendengar cerita Symphony. Sedangkan Melody tidak bisa lagi menyembunyikan senyum malu-malunya. Tiba-tiba terdengar suara dehaman yang cukup keras. Suara tersebut berasal dari Ana, kemudian memperingatkan orang-orang yang ada di ruang makan untuk menghentikan aktivitas bercandanya dan fokus ke makan malam masing-masing. "Dani mana ya? Kenapa nggak ikut makan malam?" tanya Symphony setelah sadar ada satu orang yang luput dari perhatiannya. "Lagi belajar. Besok ada ujian," jawab Ana dingin. "Dari sore tadi belum selesai?" tanya Symphony tidak percaya begitu saja. "Namanya saja mau ujian. Nggak akan ada ruginya juga belajar mati-matian kalau hasilnya juga nanti pasti memuaskan." "Dani itu nggak perlu belajar mati-matian untuk dapat nilai memuaskan. Dia sudah cerdas dari lahir. Melo, panggil Dani dong. Kasihan dia belum makan dari sore tadi. Kasihan, anak itu mudah lapar," balas Symphony lagi. "Nggak perlu! Makan dan camilannya sudah diantar ke kamar Dani," sungut Ana, mulai terpancing emosinya. Melody yang sudah beranjak dari kursi makan hanya mendesah pasrah melihat kakak ipar dan kakak perempuannnya saling sahut menyahut yang pasti akan berujung perdebatan. "Biar aku saja yang panggil Dani," jawab Luthfi menghentikan aksi adu mulut dua wanita di hadapannya. Luthfi beranjak dari kursi makan dan meminta Melody untuk duduk kembali di kursinya. Sekitar sepuluh menit kemudian Luthfi kembali ke ruang makan sembari merangkul pundak Dani. Remaja itu menaikkan kedua alisnya saat beradu tatap dengan Melody. Dani yang biasanya duduk di samping Ana memilih duduk di samping Melody. "Abis makan nanti, tante ajarin aku main gitar ya," bisik Dani setelah menarik kursi miliknya mendekat ke depan meja. "Buat apa?" "Buat ngerayu cewek," jawab Dani asal. Melody terbahak mendengar jawaban yang dicetuskan oleh Dani. Perbuatannya itu membuat Ana berdeham cukup keras. Namun sepertinya Dani tidak memedulikan peringatan dari mamanya. "Aku dapat tugas kesenian. Bikin kelompok acapela gitu, Te. Please ya," rayu Dani. Melody terlihat berpikir sejenak hingga tercetus sebuah ide untuk membawa Dani turut serta saat ketemuan dengan Bayu akhir pekan ini. "Boleh aja. Tapi kamu harus bantu Tante Melo juga." "Bantu apa?" "Nanti aja ngobrolnya setelah makan." Dani mengacungkan ibu jarinya. Obrolan Dani dan Melody berakhir lalu acara makan malam berlanjut tanpa obrolan apa pun.  *** Sesuai janjinya, Melody mengajari keponakannya bermain gitar dengan satu syarat Dani harus ikut Melody melakukan pertemuan dengan Bayu. Dengan senang hati Dani menemani Melody jalan dengan Bayu. Dani juga janji akan tutup mulut pada orang-orang rumahnya soal hari ini. "Bayu, kenalin nih, keponakan gue," ujar Melody setelah menanti kedatangan Bayu di sebuah mini resto yang terletak di dalam pusat perbelanjaan. Dani dan Bayu menjadi akrab di awal pertemuan mereka. Hal itu membuat Melody senang dan menikmati pertemuan hari ini dengan Bayu. "Jalan yuk," ajak Bayu setelah mereka bertiga menandaskan makanan yang tersaji di atas meja. "Aku mau ke time zone," bisik Dani pada Melody. "Nanti kalau ketahuan mama kamu, tante yang kena, Dan." "Kalau tante keep silent mama nggak akan tahu." Melody mendesah lesu dan mengalihkan pandangannya pada Bayu. "Kenapa, Mel?" tanya Bayu heran dengan perubahan air wajah Melody. Yang tadinya ceria berubah menjadi sedikit masam. "Ponakan gue ngajak ke time zone, Bayu." "Boleh juga. Hayuklah, biar nggak keburu sore," ucap Bayu. Melody kembali mengembangkan senyumnya. Sedangkan Dani sudah beranjakk dari kursinya setelah Bayu menyetujui keinginannya. Dani bahkan sudah menghilang dari pandangan Melody saat Bayu menyelesaikan pembayaran di kasir. Saat perjalanan menuju pusat permainan anak-anak yang ingin dituju oleh Dani, di situ Bayu memberanikan diri menggandeng tangan Melody. Merasa ada tangan lain yang menyentuh tangannya, Melody melirik ke arah tangannya. Hatinya turut menghangat seiring dengan genggaman tangan Bayu yang semakin erat. "Tadi katanya cuma teman, tapi gandengan tangan?" ledek Dani dari balik punggung Melody. Saat Melody hendak mengejar Dani yang telah meledeknya, Bayu menahan tangan Melody. "Udah biarin aja," ujar Bayu. Keduanya memutuskan duduk di kursi tunggu sembari menunggu Dani menyelesaikan kesenangannya. Bayu sama sekali tidak merasa keberatan menghabiskan waktu menjadi semacam pengasuh bagi remaja. Asal dia bisa berlama-lama dengan Melody. "Mel..." panggil Bayu, masih tetap menggenggam tangan Melody. "Kenapa, Bayu?" "Kalau aku nembak kamu di tempat umum gini, marah nggak?" Melody menoleh. Dia mengerjapkan matanya, merasakan ada sesuatu yang aneh pada debar jantungnya. Namun Melody tidak berani mengangguk maupun menggeleng. Dia bahkan tidak tahu mesti berbuat apa saat ini. "Aku pengen jalin hubungan serius sama kamu." "Aku harus jawab apa?" tanya Melody. "Kamu tinggal jawab mau atau nggak." "Kalau aku bilang mau, gimana? Kalau aku bilang nggak, gimana juga?" Bayu menahan senyumnya. Dia meraih kedua tangan Melody. "Kalau kamu bilang mau, mulai hari ini kita resmi pacaran. Kalaupun kamu bilang nggak, ya, berarti kamu nolak aku." Setelah berpikir beberapa saat, Melody menarik napas panjang kemudian mengangguk malu-malu. "Iya, aku mau," jawab Melody. "Jadi aku diterima?" "Iya, Bayu." "Terima kasih ya, Mel. Semoga aku bisa menjadi pacar yang baik dan tepat buat kamu." "Aku juga, Bayu." Saat jam di pergelangan tangannya menunjukkan pukul tiga sore, Melody mendekati Dani yang sedang asyik bermain permainan balap mobil. "Kita pulang sekarang, Dan. Udah sore ini. Janji sama mama kamu jam empat sore harus sudah ada di rumah," ujar Melody setelah menepuk pundak Dani. "Dikit lagi, Tante. Kalau kalah aku udahan." "Kamu mana ada kalahnya kalau main game." Dani tergelak. Dia lantas menuruti ucapan Melody untuk mengakhiri permainannya. Lagi-lagi Dani melangkah mendului Bayu dan Melody menuju basemen. Seolah ingin memberikan waktu lebih pada Bayu dan Melody untuk berdua-duaan. ~~~ ^vee^
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD