Memories-3 THEN

1784 Words
Pagi itu Bayu menggeliat malas. Dia masih berada di tempat yang sama seperti semalam saat sebelum memejamkan mata. Semilir suara seseorang sedang bernyanyi memaksanya untuk membuka mata dan melihat siapa sang pemilik suara tersebut. Sembari keluar kamar vila Bayu mengucek mata dan mengusap wajah untuk mengembalikan kesadarannya. Sebelumnya Bayu menengok ke sekitar kamar yang ternyata sudah dalam kondisi sepi. Hanya tertinggal dia yang baru saja terbangun. "Jam berapa sekarang?" tanya Bayu setelah ikut bergabung dengan Teguh yang sedang duduk manis di teras vila dengan secangkir kopinya. Kebetulan teras menghadap langsung ke hamparan tanah hijau yang masih basah bekas embun pagi. "Jam tujuh. Kopi, Bay!" jawab Teguh sekaligus menawarkan kopi yang baru saja diteguknya kepada Bayu. Bayu menggeleng cepat. "Itu siapa yang lagi nyanyi?" tanya Bayu kemudian. "Melody," jawab Teguh cepat. Bayu hanya mengangguk tanpa melepas pandangannya. "Daritadi?" tanyanya beberapa saat kemudian. "Baru aja." "Apa judul lagunya?" "Tanya sendiri!" "Beleguk!" Teguh hanya tertawa cekikikan mendengar umpatan kesal teman baiknya itu. Selanjutnya tidak ada obrolan lagi. Bayu fokus memerhatikan Melody yang sedang khusyuk dengan petikan gitar dari tempat duduknya. Bayu sampai tidak sadar kalau Teguh justru balik memerhatikan tingkahnya dengan tatapan takjub, yang memang tidak biasa ditemukan itu. "Sebut namanya jika...kau rindu padanya, Bayuuu akaaan dataaang..." teriak Teguh secara tiba-tiba melanjutkan sekaligus mengganti lirik lagu yang sedang dinyanyikan oleh Melody. Bayu meringsut di tempat duduknya, lantas menutup wajah dengan hoddie jaket yang ia kenakan saat tatapan Melody menjurus padanya. Bayu malu setengah mati. Teguh sialan! Maki Bayu dalam hatinya. Sebuah senyum terlukis di wajah manis Melody melihat tingkah Bayu dan Teguh. Bayu semakin malu karena perbuatan Teguh berhasil mencuri perhatian banyak orang, yang kebetulan sedang berkumpul di tanah lapang yang berada di tengah-tengah kompleks vila. Setelah Melody menyelesaikan nyanyiannya, Bayu bergegas kembali ke kamar dan tidak mau ketika Teguh mengajaknya untuk melakukan aktivitas senam pagi. "Yakin lo nggak mau ikut senam pagi?" tanya Teguh sekali lagi. "Ngantuk gue..." "Lo kagak ikut senam pagi, kelar karir lo, Bay!" ancam Teguh berusaha menahan tawanya supaya terlihat serius. "Bodo amat!" jawab Bayu santai. Lalu Teguh tidak memaksa Bayu lagi. Dia memilih keluar kamar dan meninggalkan Bayu sendirian di kamar. Sayup-sayup dia mendengar suara Melody lagi dari dalam kamar sedang membuka acara gathering pagi ini. Melody memang sudah cerita tadi malam kalau dia ditunjuk untuk menjadi pembawa acara selama acara berlangsung. Bayu ternyata tertidur kembali dan terbangun satu setengah jam kemudian. Sadar diri dia tidak ikut acara senam pagi Bayu memilih menjauh dari tempat orang berkumpul untuk merokok. Melody menemukan Bayu sedang duduk jongkok di belakang vila khusus pria dan menyaut rokok yang sedang diapit Bayu di antara jari telunjuk dan jari tengahnya, lalu menginjak puntung rokok yang sisa setengah dengan sneakersnya. Melody berkata: "Cukup Jakarta yang penuh polusi. Lembang jangan!" "Kata siapa? Tuh!" Bayu menunjuk temannya yang lain, yang juga sedang merokok. "Oke kayaknya gue cari tempat lain yang tanpa polusi aja," jawab Melody santai. Bayu menahan pergelangan tangan Melody yang hendak beranjak dari sisinya. Laki-laki itu menggeleng pelan, meminta Melody duduk kembali melalui gerakan kepalanya. Mereka berdua hanya terdiam selama beberapa saat. Panggilan dari ketua panitia family gathering melalui towa meminta semua peserta untuk berkumpul tanpa terkecuali membuyarkan suasana hening yang sempat tercipta di antara Bayu dan Melody. Bayu melompat ke tanah yang lebih rendah lalu mengulurkan tangan pada Melody dan menggandeng tangan Melody menuju ke tempat semua orang sedang berkumpul. Jantung Melody kebat kebit. Dia lupa caranya bernapas. Bayu mengantarkan Melody menuju barisan rombongannya dan menepuk pundak melody sebelum Bayu kembali ke barisan rombongannya sendiri. Bayu bahkan tidak peduli kalau saat ini tingkah manis nan konyolnya itu berujung menjadi perhatian banyak pasang mata termasuk kepala region yang merupakan pimpinan tertinggi di lingkup regional kerja Bayu dan juga Melody. "Pesona kamu memang tidak diragukan ya, Mel? Semalam di Lembang sudah dapat gandengan aja," ucap Kepala Regionnya. "Bapak bisa aja." "Ganteng juga, Mel. Lanjut aja," jawab salah satu temannya. "Apaan deh!" balas Melody menahan rasa malunya. "Siapa sih?" bisik teman Melody yang lain. "Credit Analyst Cabang Bandung," jawab Melody dengan suara berbisik. "Waduh." "Kenapa?" tanya Melody ingin tahu. "Ntar aja deh." "Ish..., kenapa dulu?" "Pssst...!!!" Lalu Melody tidak melanjutkan kembali acara mencari tahu soal Bayu dari temannya yang seolah tahu tentang sesuatu soal Bayu. Saat acara bubar Melody yang merupakan bagian dari panitia menjadi orang-orang terakhir yang meninggalkan tempat acara. Ternyata Bayu menunggu hingga Melody selesai membereskan urusan acara gathering. "Lo kenapa masih di sini? Bukannya cabang Bandung dah pada balik?" tanya Melody saat menemukan Bayu sedang mengobrol di depan vila khusus perempuan. "Nungguin lo," jawab Bayu singkat. "Trus nanti lo balik ke Bandungnya gimana?" tanya Melody khawatir. Bayu menahan senyumnya sebelum menjawab, "gua tua di Bandung, masa iya nggak tahu jalan pulang." Melody berdecak. Dia agak menyesal karena harus bersikap mendadak khawatir pada orang sedewasa Bayu. "Iya deh, ampun yang pegang Bandung," jawab Melody. "Nggak bisa pegang Bandung. Tangan gue cuma muat pegang tangan lo doang." "Bisa aja lo!" Keduanya lantas tertawa bersamaan. Bayu yang sudah kepalang ditinggal rombongannya memilih membantu Melody membereskan tempat acara hingga benar-benar selesai. Sebenarnya Melody menawarkan Bayu untuk menumpang di mobil yang ditumpangi oleh Melody, tetapi rupanya sudah full seat, sehingga Bayu tidak bisa menumpang sampai Kota. Bayu tidak merasa keberatan hanya diantar sampai ke jalan besar untuk mencari angkutan umum. "Sorry ya, Bayu. Cuma bisa ngantar sampai sini doang," ucap Melody penuh penyesalan. "Nggak apa-apa. Udah diantar sampai sini juga udah bagus dari pada jalan kaki." "Gue temenin sampai dapat bus ya." "Nggak perlu. Lo lanjut aja. Lagi kan lo masih mau balik ke Jakarta, perjalanan lo masih jauh." "Nggak apa-apa nih?" "Iya nggak apa-apa. Boleh bagi nomer handphone lo nggak?" "Kirain udah punya." "Gue punyanya nomer kantor. Ya kali gue ngajak lo nonton atau makan pas weekend, tapi ngubunginnya ke nomer kantor?" "Penjaga kantor yang jawab," canda Melody. Kemudian meminta Bayu untuk mengetikkan nomer ponselnya di ponsel Bayu. "Coba lihat dikasih nama apa kontakku?" Bayu menyodorkan ponselnya begitu saja tanpa ragu sedikitpun pada Melody. "Astaga, Melody Region banget ya namainnya?" ucap Melody mengembalikan ponsel milik Bayu. "Ya terus mau dikasih nama apa? Melodyku sayang, gitu?" tanya Bayu dengan polosnya. "Ya nggak gitu juga, Bayu! Apa gitu, Melody aja masih mending." "Nih, ketik sendiri aja. Bebas mau dikasih nama apa," ujar Bayu menahan tawanya. Akhirnya Melody menamai kontaknya dengan nama lengkapnya. Begitupun dengan nama kontak ponsel Bayu di ponselnya. "Udah sana masuk mobil. Nggak enak sama teman-teman lo," ujar Bayu, meminta Melody untuk kembali ke mobil rombongan. "Oke deh. Gue duluan ya, Bayu," jawab Melody sebelum melangkah meninggalkan Bayu. "Tunggu, Mel!" Melody berbalik badan dan menatap Bayu lekat-lekat. "Kenapa?" tanya Melody kemudian. "Setelah hari ini kita bisa ketemu lagi?" Melody tersenyum tulus dan menjawab iya dalam anggukannya. Bayu balas tersenyum dan melangkah mendekat ke arah Melody. Tangannya meraih jemari lentik Melody dan mengajak Melody untuk melanjutkan langkahnya yang tadi sempat tertahan oleh panggilan Bayu. Dengan gentle Bayu membukakan pintu mobil untuk Melody sekaligus menutup pintu mobil kembali. "Kalau udah sampai kabar-kabar ya," ujar Bayu. "Lo juga, jangan lupa kabarin kalau udah sampai." "Jalan, Pak! Hati-hati nyetirnya," ucap Bayu pada sopir yang mengendarai mobil yang akan mengantar Melody beserta rombongannya. Melody melongokkan kepala lewat kaca jendela yang masih dalam keadaan terbuka lebar sembari melambaikan tangannya pada Bayu. Hingga mobil benar-benar menjauh dan dia tidak bisa melihat Bayu lagi, barulah Melody menutup kaca jendela mobil. "Elya, tadi lo mau cerita apa?" tanya Melody pada teman satu kantornya yang bernama Elya tersebut. "Soal apa dulu nih?" "Soal Bayu." "Bayu saha'?" (Bayu siapa) "Cowok tadi tuh namanya Bayu." "Gue baru tahu," jawab Elya diiringi tawa terbahak. "Ish, Elya gelo! Kirain tahu apa gitu soal Bayu." "Nggak, sih. Cuma biasanya anak-anak credit analyst itu suka tebar pesona gitu." "Credit analyst mana dulu?" "Ya mana gue tahu, Melo. Lo cari tahu sendiri aja mendingan." "Cakep nggak?" "Siapa?" "Ya Bayu tadi, Elya!!!" "Hooo. Delapan per sepuluh." "Kenapa nggak sekalian sepuluh?" "Ya kan belum tahu sifat sama karakternya, Melody! Lo kayak nggak pernah mempelajari soal karakter dah." "Ya kali mau kasih kredit motor." "Ya beda tipis. Bisa diterapkan juga kok ilmunya." "Boleh tuh, boleh." "Jangan bilang lo mau ngecek BI checkingnya." Melody lantas tertawa dan menyudahi pembahasannya soal Bayu karena sebuah pesan singkat masuk ke ponselnya. Bayu Aksara: aku sdh di bus Melody menahan senyum selama beberapa saat, sebelum akhirnya membalas pesan dari Bayu. Melody Lerina K: nggak salah kirim pesan kan? Bayu Aksara: nggak. Nama Melody cuma satu di kontakku. Kenapa? Melody Lerina K: nggak apa2. Hati2 ya. Bayu Aksara: kamu juga hati2. Melody menutup mulut dengan telapak tangannya sendiri supaya tidak tiba-tiba menjerit tanpa sebab, terlebih saat ini dia tidak sedang berada di tempat pribadinya. Kewarasannya masih tetap menang meski kini perasaannya sedang dibuat mabuk kepayang oleh pesan singkat dari Bayu yang mengganti panggilan lo-gue dengan aku-kamu. Hal sesederhana itu saja sudah mampu mencuri sebagian kecil perhatian Melody. Senyum dan suara Bayu yang berhasil direkam Melody di dalam memori kenangannya turut mengiringi perjalanan Melody hingga Jakarta. Perasaan Melody benar-benar dalam kondisi paling baik saat ini. Dia tersenyum ramah saat berpapasan dengan siapapun. Hal itu tentu saja mengundang rasa penasaran bagi orang-orang rumah, termasuk abangnya. "Acara di Lembang lancar jaya sepertinya?" tegur Luthfi saat mendapati adik perempuannya sedang menikmati sore, duduk di salah satu kursi malas yang ada di tepi kolam renang sembari memeluk gitar akustiknya. "Lancar dong." "Kata Martha kamu senyum-senyum terus sejak pulang tadi." "Oh ya? Biasa aja tuh." "Dapat lemburan? Insentif tambahan?" "Yeee...memangnya cuma urusan duit yang bikin orang senyum-senyum?" "Terus apa? Dapat promosi? Balik ngantor di Jakarta? Asyik dong." "Bang Luthfi mending diem, dijelasin juga percuma karena abang nggak pernah tahu rasanya kenapa seseorang bisa ingin terus tersenyum tanpa sebab." Luthfi malah tertawa mendengar jawaban Melody yang lebih terdengar seperti menggerutu itu. "Jelasin makanya, biar Abang ngerti." "Aku jatuh cinta, tuk kesekian kali...Baru kali ini kurasakan cinta sesungguhnya...," jawab Melody sembari memetik gitarnya dan melatunkan sebuah lagu milik Dewa 19. "Waduh, urusan rumit. Nggak ikut-ikut deh," jawab Luthfi kemudian mememulai acara berenangnya ditemani nyanyian dan petikan gitar milik Melody. "Mungkinkah kamu sedang menatap bulan..., bulan sabit yang sedang kupandangi...," ujar Melody dalam nyanyiannya. "Belum malam, mana ada bulan sabit keluar sore begini, Melo?" sahut Luthfi dari seberang kolam renang. Melody menghentikan aksi bermain gitarnya, beranjak dari kursi malas dan meninggalkan area kolam renang beserta gitarnya. "Mau ke mana, Melo? Ditemanin malah pergi!" tanya Luthfi. "Mau menikmati rasa jatuh cinta seorang diri. Abang bisanya cuma merusak suasana." "Tapi kan benar yang Abang bilang tadi?" balas Luthfi tidak ketinggalan tertawa di akhir ucapannya. "Auk ach gelap!" jawab Melody, benar-benar melangkah meninggalkan Luthfi seorang diri. ~~~ ^vee^
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD