bc

Cinta yang Kau Bawa Pergi

book_age16+
10.8K
FOLLOW
86.8K
READ
billionaire
HE
arranged marriage
heir/heiress
bxg
lighthearted
bold
like
intro-logo
Blurb

Ibarra kecewa ketika dipaksa oleh orang tuanya untuk menikahi perempuan yang mengidap depresi. Sementara dia memiliki kekasih yang cantik, baik, dan sangat mencintainya. "Ingat kesalahanmu yang membuat perusahaan kita rugi milyaran rupiah, Barra. Siapa yang menyelamatkan? Orang tua Delia. Jadi menikahi Delia bukan sebuah kebodohan, yakinlah dia pasti sembuh dari depresinya." Pak Adibrata meyakinkan putranya.Tapi bagaimana dengan Cintiara? Gadis itu menunggunya dengan setia. Lalu siapa yang harus ia pilih, Delia yang depresi atau Cintiara yang baik hati.Di sisi lain, tanpa sepengetahuan Ibarra. Ada dokter Samudra yang diam-diam mencintai perempuan depresi seperti Delia. Ternyata perempuan yang nyaris gila itu ada juga pengagumnya.Cinta yang Kau Bawa Pergi, mengisahkan tentang kisah empat hati yang terjebak dalam lembah dilema tak berbatas.

chap-preview
Free preview
Pernikahan 1
Cinta yang Kau Bawa Pergi - Pernikahan "Aku nggak mungkin nikah sama perempuan kurang waras, Pa. Batalin ajalah acara lamaran besok." Ibarra bicara dengan nada kesal pada kedua orang tuanya ketika mereka sedang makan malam bersama. Setelah beberapa kali menolak, inilah kesempatan terakhirnya untuk berkompromi dengan sang papa, supaya membatalkan perjodohannya. "Nggak mungkin kita batalin, Barra. Lamaranmu tinggal besok. Dua belas jam lagi dari sekarang," bantah Pak Adibrata sambil menyudahi makannya. "Sudah ada pembicaraan matang tentang pertunanganmu dengan Delia. Jadi jangan membuat ulah yang akan mengacaukan bisnis dan karir politik papa. Ingat juga kesalahanmu yang membuat perusahaan kita rugi milyaran rupiah." Pria muda itu bungkam seketika. Ia ingat akan kesalahan fatalnya beberapa tahun lalu yang membuat perusahaan hampir gulung tikar. Namun jika ingat kalau ia harus menghabiskan sepanjang hidupnya dengan seorang perempuan yang depresi membuat selera makan Ibarra mendadak musnah. Rica-rica ayam kesukaannya terasa hambar di lidah, padahal pedasnya level paling gila. "Barra, sebenarnya Delia itu nggak gila. Dia seperti itu karena depresi setelah menyaksikan perampokan di rumahnya. Melihat kakaknya di perkosa hingga meninggal, lalu dua pembantunya di hajar habis-habisan dan salah satunya meninggal dunia. Percayalah dia sebenarnya sudah sembuh. Hanya saja menjadi lebih pendiam sekarang ini." Bu Ratih memberi penjelasan pada putranya. Ibarra yang biasa dipanggil Barra itu mendengkus kesal. Satu gelas air putih di tenggak habis tak bersisa. Bunyi gelas yang diletakkan di atas meja menimbulkan suara gemeletak sangat keras. Kaca beradu dengan kaca. Membuat adik perempuan Barra tersedak karena kaget. "Kita banyak berhutang budi pada Pak Irawan. Tentu kamu masih ingat, berapa ratus juta dia gelontorkan untuk menyelamatkan kita dari kebangkrutan. Delia nggak gila, kamu harus ingat itu. Seperti yang mamamu bilang, dia sebenarnya sudah sembuh. Tapi masih perlu minum obat dan terapi." Pria muda itu bangkit dari duduknya dan menaiki tangga lalu masuk ke dalam kamarnya. Berdiri di balkon kamar. Tidak bisa dibayangkan bagaimana berita pernikahan Ibarra dan Delia akan menjadi trending topik di antara teman-teman mereka. Pria terkeren di kampus dulu, sekarang menikahi perempuan kurang waras. Eksekutif muda yang karirnya mulai meroket memiliki istri yang depresi. Dan Cintiara? Ah, dia akan kehilangan pujaan hatinya itu. Padahal mereka telah banyak membuat perencanaan untuk pernikahan. Cintiara gadis yang baik, sangat baik malah. Itu bagi Ibarra yang memang tergila-gila padanya, tapi tidak dengan penilaian orang tuanya. Dia tak lebih hanya gadis pemburu kejayaan keluarga Ibarra. Hendak lari dari rumah? Terus pergi ke mana? Banyak yang ia pertaruhkan jika kabur. Reputasinya, karirnya yang merangkak cemerlang, dan orang tua bisa mendepaknya dari anggota keluarga karena telah mempermalukan mereka. Namun, apa bedanya jika ia tetap menikahi Delia. Tentu orang-orang juga bakalan tahu kalau istrinya perempuan setengah waras. Memang sekarang ini tidak banyak yang tahu kondisi Delia. Karena semuanya di tutup rapat oleh keluarga. Tapi apa selamanya bisa dirahasiakan? Tidak mungkin, bukan? Ibarra mengambil ponsel dari saku celananya. Kemudian menyentuh nama yang di sematkan paling atas dalam daftar kontaknya. Cintiara, My Beloved Girl. Tanpa menunggu lama, panggilannya di jawab. Ada suara isak tangis gadisnya di seberang. "Kamu nangis?" tanya Ibarra dengan suara bergetar, tak kalah pedih. "Besok kamu tunangan," jawab Cintiara terbata. "Ya. Tapi percayalah itu hanya tunangan. Belum tentu aku akan menikah dengannya. Karena semua sudah terlanjur dibicarakan, hutang budi, dan demi bisnis kami. Yang penting kamu harus yakin, aku hanya mencintai kamu dan kita pasti akan menikah." Ibarra meyakinkan gadisnya. Terdengar Cintiara menyusut hidungnya yang berair. "Aku tunggu janjimu." "Ya, aku pasti akan menepatinya. Sudah malam, kamu tidur ya. Besok sore kita ketemu." Setelah dijawab oleh Cintiara, Ibarra menyudahi panggilannya. Lantas kembali menerawang menatap kelamnya malam. Tak ada rembulan, bahkan satu bintang pun tak menampakkan diri. Laki-laki itu duduk di kursi balkon kamar. Menyalakan rokok sambil mengenang kisah cintanya dengan Cintiara yang berjalan hampir empat tahun ini. Gadis yang dikenalnya semenjak duduk di bangku kuliah. Namun dulunya mereka hanya sebatas teman dekat. Kemudian saling menyadari telah jatuh cinta dan akhirnya berikrar menjadi sepasang kekasih. Entah berapa batang rokok yang habis ia hisap hingga tengah malam dan putungnya menjadi menghuni asbak di meja sebelahnya. * * * Begitu cepatnya pagi datang, rasanya Ibarra baru terlelap sebentar saja. Sekarang sang mama sudah menggedor pintu kamarnya berkali-kali. Pria itu menggeliat sambil melihat ke arah jam dinding. Pukul enam pagi. Kenapa masih jam segitu ia dibangunkan? Bukankah acaranya masih dua jam lagi. "Barra, bangun. Ayo, bersiap!" teriak sang mama dari luar. "Ya," jawab Barra masih tengkurap. "Mama tunggu di bawah!" Sepuluh menit setelah kepergian mamanya, Ibarra baru bangkit dari pembaringan dan melangkah ke arah kamar mandi. Kemudian memakai kemeja warna maroon yang disiapkan sang mama sejak semalam. Ini hari yang amat meresahkan baginya. Babak baru dalam hidupnya di mulai. Tapi ini hanya pertunangan, masih banyak kesempatan untuk mencari alasan membatalkan pernikahan. Yang penting hari ini lolos dulu. Besok dipikirkan lagi. Ibarra meraih ponselnya yang tergeletak di atas meja. Banyak pesan masuk yang dikirimkan oleh Cintiara. Tentu gadis itu tidak bisa tidur semalaman. Hampir tiap jam mengirimkan beberapa pesan. Baru saja hendak menelepon, teriakan mamanya sudah terdengar dari arah tangga. Ibarra memasukkan ponsel ke dalam saku celananya, kemudian menyambar jam tangan dan memakainya sambil keluar kamar. * * * Di ruang tamu mewah rumah Pak Irawan telah berkumpul dua keluarga yang mengadakan pertemuan, untuk melangsungkan pertunangan dan membicarakan pernikahan antara Ibarra dan Delia. Keceriaan terpancar dari wajah para orang tua. Tapi tidak dengan Ibarra yang tak banyak bicara. Dia tidak peduli sama sekali apa yang dibahas keluarga. Tepat di depannya, duduk seorang gadis cantik umur dua puluh tujuh tahun memakai kebaya warna tosca dan rambut di sanggul rapi. Delia diam tanpa ekspresi. Entah apa yang ada dalam benaknya, bahagia atau sebaliknya. Atau sebenarnya dia tidak paham sama sekali tentang acara pagi itu. Mungkinkah depresinya tengah kambuh?

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
100.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
207.9K
bc

Siap, Mas Bos!

read
14.3K
bc

Tentang Cinta Kita

read
191.8K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.8K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.8K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook