“ngapain lo di sini?”, Alana melotot keheranan dan tidak percaya dengan makhluk menyebalkan yang ada di hadapannya
“menemui takdirku”, Omar berputar badan lincah dengan satu kaki menghampiri Alana sambil melihat pemandangan beton-beton yang tumbuh subur seperti jamur di musim hujan.
Alana memandang dengan wajah datar namun menyimpan ketertarikan yang tidak ditampakkan
“lo percaya takdir?”, Alana beralih memandang ke arah beton-beton rimbun itu
“lo percaya takdir?”, Omar bertanya balik sambil menatap sisi kanan wajah Alana yang tampak proposional antara hidung dan bibir mungilnya serta dagu belah membuat wajahnya tampak menawan.
“entahlah, gue gak tau apa itu takdir yang gue percaya, anything happen for a reason”, Alana berbicara pelan menatap kosong gersangnya perkotaan dan ramainya lalu lalang kendaraan melintas jauh dan tampak kecil di bawah mereka
“menurut aku,...”, kali ini omar terdengar serius dengan kalimat pengantar opininya itu
“takdir yang sekarang terjadi adalah akibat dari takdir yang sudah kita jalani sebelumnya dan menjadi menjadi sebab terjadinya takdir-takdir yang akan datang”, Omar berbicara tanpa mengedipkan matanya memandang wajah Alana yang semakin menawan ketika melamun
“begitupun dengan takdir-takdir yang sebelumnya kita hindari, ia justru akan mengantarkan kita ke sebuah kejadian yang memang itulah sebenarnya takdir kita”, Omar melanjutkan pendapatnya tentang takdir
Kali ini Alana sedikit menolehkan wajah ayunya untuk menatap Omar sambil tersenyum sepakat
“masuk akal”, sahut Alana menyetujui pernyataan mengejutkan Omar. Alana sedikit tidak percaya kata-kata sebijak itu akan keluar dari mulut seorang berandal seperti Omar
“pertanyaan gue belum dijawab”, tak ingin berlarut dalam obrolan serius, Alana mulai mengganti topik pembahasan
“yang mana?”, Omar menolehkan kepalanya ke dalam ruangan acara
“ngapain lo di sini?”, Alana mengulang pertanyaan yang belum mendapatkan jawaban serius
“aku harus kembali bekerja”, Omar berbalik meninggalkan Alana di balkon hotel, tanpa menjawab pertanyaan Alana
Omar kembali lagi dan berbisik pada Alana
“jika kita bertemu tanpa sengaja untuk yang ketiga kalinya, kau harus mempercayai takdir bahwa anything happen for a reason”, bisikan Omar lagi-lagi membuat Alana merasakan debaran jantung yang sama kencangya seperti bisikan pertama.
---
Anna akan melangsungkan pemotongan kue raksasa yang berbentuk kastil rapunzel yang akan disaksikan seluruh tamu undangan
Alana berjalan memasuki ruangan pesta dan mendekati sumber keramaian, dia melihat semua tim WO bersiap menjalankan tugas masing-masing. Seorang fotografer tampak sibuk menyiapkan tempat dan angle yang pas untuk mengabadikan sesi pemotongan kue kastil ini.
“Omar?”, Alana tampak terkejut ketika melihat fotografer yang ia pilih untuk menjadi fotografer pengganti acara ini adalah Omar, laki-laki paling aneh yang ia temui.
“diakah orang dibalik hasil foto-foto indah itu?”, batin Alana meraba-raba takdir.
“anything happen for a reason”
‘anything happen for a reason”
“anything happen for a reason”
“anything happen for a reason”, Alana mengibaskan kepalanya untuk mengusir pikiran-pikiran konyol agar hempas dari kepalanya. Isi pikiran Alana dihantui dengan quote yang diucapkan Omar terngiang-ngiang nyaris tak terkendali.
---
5-4-3-2-1, suara tamu undangan serempak menghitung mundur prosesi pemotongan kue pengantin, Anna dan Sam memegang pedang potong dan memotong kue setinggi dua meter dengan ornamen kastil yang sangat detil diabadikan dengan apik oleh Omar yang kali ini tampak serius dengan kameranya.
Alana menatap Omar yang sedang fokus dengan kameranya dari kejauhan matanya semakin tajam, bibirnya mengerut selaras dengan alis tebalnya yang hampir menyatu dengan kerutan dahi tanda seruis semakin menampakkan kharismanya.
“tampan juga”, batin Alana gengsi sambil mengalihkan matanya ke arah pelaminan yang sangat heboh menunggu antrian foto bersama pengantin.
---
‘Alana, sini, foto dulu”, ajak mama Shinta yang berada di depan pelaminan bersama kedua pengantin dan Nicholas di samping Anna.
“iya, ma”, jawab Alana menghampiri
“Kamu sebelah sini, biar terlihat serasi”, mama Shinta mengarahkan Alana untuk berdiri di antara Anna dan Nicholas
“Mas, mas, nanti tolong fotokan anak dan calon menantuku berdua ya”, ucap mama Shinta pada fotografer yang sedang menaik memutar-putar lensanya.
“siap, nyonyahh”, jawab fotografer santai dengan senyum yang tidak bisa diterjemahkan Alana
---
Acara berjalan lancar, momen-momen membahagiakan berhasil Omar abadikan dalam bentuk foto. Semua tamu undangan merasakan getaran kebahagiaan dalam ruangan yang telah disulap menjadi istana seperti negeri dongeng di film-film disney. Tentu saja ini adalah ide Anna yang mendambakan menjadi princess di hari pernikahannya.
---
Di parkiran hotel, Nic menunggu Alana di dekat pintu mobilnya yang berdampingan dengan mobil Alana.
“Alana, besok ada acara?, kita jalan yuk”, ajak Nic dengan logat bulenya dengan menyandarkan satu tangannya di pintu mobil Alana.
“gue harus beresin urusan sama WO dan menyelesaikan beberapa pekerjaan belum selesai”, sahut Alana bersyukur mempunyai untuk menolak, Alana mencoba memberi isyarat agar Nic tidak menghalanginya membuka pintu mobil.
“oke, next time, ya”, Nic tidak putus asa menawarkan, sambil tersenyum melirik mama Shinta berharap mendapat dukungan.
“oke”, jawab Alana singkat untuk mengakhiri percapakan membosankan ini
“besok kamu bisa makan malam ke rumah, nic? tante buatkan rendang favoritmu. kamu sudah lama kan tidak makan masakan tante??”, ucap mama Shinta dengan mata berbinar bergantian memandang wajah Anak semata wayangnya dan pria yang dianggap menantu idaman itu dengan penuh trik.
“wahh rendang tante Shinta! Siapa yang bisa menolak tawaran calon mertuaku. Dengan senang hati, tante. Nic akan datang besok malam.” respon Nicholas merasa senang mendapat lampu hijau. Nic dan mama Shinta memang sangat terobsesi pada Alana.
Alana yang tidak habis pikir dengan ide mamanya berusaha keras mencari alasan untuk pulang malam. dan benar saja belum sampai diucap ide itu mama Shinta dengan tangkas berucap
“Al, besok jangan pulang telat lo ya, kita makan malam bersama Nic di rumah”, mama Shinta menatap Alana dengan tatapan tajam penuh ancaman
“iya, Alana usahakan”, sahut Alana kesal sambil memasuki mobilnya untuk segera keluar dari lingkaran setan ini.
“see you tomorow”, Nic meletakkan tangan kiri di punggung dan membungkukkan badannya mempersilakan mobil Alana untuk melaju lebih dahulu
“Nic memang pria yang sangat berpendidikan dan santun”, puji mama Shinta
Alana diam tanpa respon apapun.
---
Alana merebahkan tubuhnya setelah selesai mandi dengan air hangat, rasanya lelah sekali setelah beberapa pekan terakhir tersita waktu, tenaga, dan pikirannya. Tiba-tiba ia dikejutkan dengan dering telepon yang masih berada di dalam tasnya. Alana berdiri sambil bermalas-malasan mengecek siapakah yang ada di panggilan itu
“nomor tak dikenal”, batin Alana.
Alana memang tidak pernah merespon telepon dari nomor asing, ia langsung membantingkan Handphone bersamaan dengan melemparkan dirinya ke ranjang busa dengan badcover serba putih.
Telepon berdering kembali, ia abaikan kembali, sampai 17 kali panggilan
Akhirnya dengan terpaksa Alana mengangkat telepon dan diam saja tanpa berbicara sepatah kata.
“Meghan Markle tak sesulit ini ketika ku telepon”, terdengar suara yang sudah tidak asing lagi bagi Alana, siapa lagi kalau bukan Omar Brawijaya
Sontak Alana terkejut mengetahui bahwa Omar telah mengetahui kontak pribadinya, Alana mencubit pipinya sendiri memastikan ini bukan mimpi.
“aw”, sadar Alana yang kesakitan akibat cubitannya sendiri
“dari mana lo tau nomer gue?”, bentak Alana sedikit marah
“aku Cuma mau bilang, jangan lupa istirahat, BYE”, Omar mematikan telepon dan tidak mempedulikan Alana yang sudah bersiap untuk melontarkan sumpah serapah padanya
“jangan lupa istirahat, katamu? Hampir saja aku bisa istirahat dengan tenang sebelum ada telepon dari makhluk ghaib sepertimu!”, gerutu Alana di telepon yang sudah mati
“dasar cowok gila”, maki Alana melemparkan telepon pintarnya ke sudut ranjang tidurnya
“bisa-bisanya dia mengganggu privasiku, tidak bisa dibiarkan! aku akan blok nomernya!”, Alana yang sedang emosi mengambil kembali telepon genggam yang ia lempar ke sudut ranjang.
Telepon berdering kembali dengan sigap Alana mengangkat telepon
“gue peringatin sekali lagi ya! Tolong dengan sangat jangan ganggu gue, gue butuh privasi, jangan gini dong yokkk bisa yok jangan gini..kenapa si elo selalu ganggu hidup gue, pliss gue mau istirahaat. Gue capek”, ancam Alana memohon agar Omar berhenti mengganggu istirahatnya
“Al, elo kenapa?”, Anna menjauhkan handphone-nya menghindari makian Alana dan bertanya keheranan dengan tingkah sahabatnya yang sedikit aneh
“elo, Ann? Gue kira Om.... em gue kira orang salah sambung tadi”, Alana sedikit salah tingkah dan malu sendiri dengan tingkahnya.
“paan si lo, Al...gue Cuma mau ngingetin jangan lupa istirahat, jam segini masih online aja We - A lo” Anna yang sangat cerewet tidak mengingkari janjinya untuk tettap menjadi alarm pengingat bagi Alana.
“lagian elo tau taunya gue online, mantau ya lo? Gabut ya lo di rumah mertua?”, Alana meledek berharap Anna melupakan omelan memalukannya tadi
“ha ha ha tau aja lo AL.. udah ah gue Cuma mau bilang ‘ISTIRAHAT! TITIK! matiin HA PE lo! Tidurrr!!!”, omelan sayang Anna pada Alana
“iya, bawel. Lo juga istirahat gih!”, perintah Alana
Eh, lo kan mau begadang ya malam ini? Ciee yang bakalan sibuk malem ini, e cie cie cie. Pantes nyuruh gue matiin Ha Pe, biar gue ga ganggu lo begadang ya, ngaku loo?”, Alana tertawa geli
“apaan si lo, patiin ah”, Anna terdengar kesal dan tersenyum malu-malu
“cieee ya ga apa apa lo, An. Selamat bekerja keras sahabatku sayaaanng jangan lupa dikunci pintunya”, Alana mengusap tombol merah di layar telepon genggamnya lalu tertawa geli sendiri mengimajinasikan Anna yang sedang ‘awkward’ di rumah mertuanya dan di malam pertamanya.
Alana membuka riwayat panggilan terakhir dan kembali melihat profil nomor asing yang berisikikan foto Omar sedang di puncak gunung dengan panorama alam yang tempampang sangat indah. Alana yang mulanya berpikir untuk memblokir nomor tak penting, tiba-tiba justru menyimpannya dengan nama Omar.
Kemudian dihapus lagi, dibuka lagi profil laki-laki menyebalkan yang cukup mengganggu pikiran Alana akhir-akhir ini, kemudian ia simpan lagi. Menyadari kelabilannya, Alana segera melemparkan handphonenya. Lalu menutup seluruh kepalanya dengan bantal.
“kenapa tak Kau biarkan aku tidur nyenyak sebentar saja, ya Tuhaaaaann”, keluh Alana meratap
“anything happen for a reason”
‘anything happen for a reason”
“anything happen for a reason”
“anything happen for a reason”
“anything happen for a reason”
Suara Omar terngiang-ngiang di kepala, bayangan wajah tengil Omar berikut hidung dan rahang tajamnya selalu muncul bahkan ketika Alana sedang terpejam.
“Oh alisnya yang tebal”, batin Alana menggeleng- gelengkan kepalanya dengan cepat. Berharap pikirannya bisa rontok bersamaan dengan kibasan kepalanya.
“aku harus menyibukkan diri dengan pekerjaanku, aku tidak sudi pikiranku dikuasai oleh laki-laki aneh macam Omar.”, Alana beranjak dari tempat tidur dan membuka laptopnya untuk mengevaluasi desain-desain yang belum fix. Namun pikiran Alana sudah tidak jernih lagi. Omar menghantui kepala Alana.
Belum genap dua jam Alana memejamkan matanya, tiba-tiba ia dibangunkan oleh getar handphone dan samar terdengar suara mbak loli berbicara dengan tukang sayur langganannya
excuse me,boss. U have a text message, handphone Alana bergetar
terlihat pesan baru dari atas nama ‘cowok aneh’ di layar handphone Alana
“anything happen for a reason”
“Arghhhh! Tuhaan lama lama aku bisa gila”, Alana mengerang dan membantingkan handphone nya ke ranjang menutup kepalanya dengan bantal
---
Intro soundtrack K-Drama fullhoouse kembali terdengar
“halo, oh iya kita ketemu jam 9 di butik saya ya”, Alana memulai hari dengan janjian meeting dengan vendor-vendor pernikahan sahabatnya dan membicarakan hal-hal yang perlu diselesaikan
“hari ini aku akan bahagia, aku akan bermanfaat bagi orang lain, aku akan lebih baik lagi untuk ke depannya, DAN hari ini aku akan sibuk, itu sangat bagus untuk menghilangkan kegilaan yang menjangkit kepalaku membuatnya sesak terisi makhluk aneh yang nyelonong saja masuk tanpa permisi di kepala” batin Alana mengafirmasi diri
“Alana, jangan pulang malam, nanti kita makan malam di rumah bareng Nic”, titah mama Shinta dengan mata penuh ancaman
“iya, ma”, jawab Alana pasrah
Bersambung....