Makan Malam

1937 Words
Hari yang diawali dengan kekesalan membuat Alana uring-uringan sendiri. Seusai rapat dengan beberapa vendor pernikahan Anna. Ia melaju pulang dan tanpa sadar dia telah berbelok menelusuri gang kecil yang pernah ia lalui sebelumnya. Entah kenapa hati Alana merasa tenang melihat hamparah sawah yang hijau dan warna orange matahari yang tampak bulat sempurna di ufuk barat seperti hanya beberapa meter dari permukaan bumi. Alana berhenti di tempat yang sama. Melepas penat dengan memandang alam yang begitu indah. Tiba-tiba terdengar suara dering telepon berwarna keemasan yang terletak di tas kecil bersama dengan beberapa kartu-kartu penting. “Halo ma, Assalamu alaikum ma”, Alana paham sekali mama Shinta akan menyuruhnya untuk cepat-cepat pulang karena nanti malam akan ada tamu ‘agung’ yang membuat makan malam terasa luar biasa bagi mama Shinta. “Al, kok belum pulang juga si? sudah sampai mana? Tadi mama telepon anak butik katanya meeting sudah selesai, kok belum sampai rumah?” mama Shinta khawatir “iya ini Alana sudah di jalan pulang, ma”, jawab Alana “hati-hati ya. Malam ini mama buatkan masakan spesial untuk kamu, anak mama satu- satunya dan Nic” mama Shinta tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya “iya ma” jawab Alana sekenanya, tidak semangat Pukul 19.00 tepat Nicholas datang dengan mobil sport merah menyala memarkirkannya di belaang mobil putih milik Alana yang baru saja terparkir kurang dari lima menit yang sebelumnya. Bel yang terletak tepat di samping pintu setinggi dua setengah meter berbunyi nyaring, Nic mengulang- ulang kembali belnya seakan si tuan rumah tidak mendengar suara- suara bel yang nyaring itu. Mbak Loli yang sedang menyiapkan masakan di dapur berlarian tergopoh – gopoh membukakan pintu yang sudah tidak berhenti di tekan oleh si tamu. “eh tuan Nic. silakan masuk, tuan”, mbak Loli mempersilakan Nicholas untuk langsung masuk ke dalam rumah yang sudah tidak asing lagi. “lama sekali si bukanya” wajah Nic tampak sangat memarahi mbak Loli Tanpa permisi Nic berlalu melewati mbak Loli begitu saja dan masuk ke ruang tengah, ruang di mana ia biasa duduk dijamu dan dipuja-puja oleh mama Shinta “welcome home, Nic. Gimana perjalanannya?” kerutan mata akibat senyum yang begitu lebar mama Shinta semakin tampak jelas ketika berbicara dengan Nic “selamat malam tante Shinta,”, salam Nicholas disambut hangat oleh mama Shinta yang dikejutkan dengan hadiah yang dibawa oleh Nic juga “apa ini, Nic?”, binar mata mama Shinta tidak dapat disembunyikan melihat bingkisan bertuliskan brand ternama yang tentu sangat menggiurkan seorang sosialita untuk menaikan kelas di mata sosialnya “hadiah kecil, tan. Itu limited edition saya pesan langsung di official, dua, satu untuk mama satu untuk ...” “pasti untukAlana kan? Nanti tante sampaikan ke anaknya” sahut mama Shinta menebak “kok Alana si, itu untuk tante Shinta yang cantik”, jawab Nicholas mengambil hati “wah ini untuk tante? terima kasih kamu baik sekali, Nic. Beruntung sekali wanita yang akan berjodoh denganmu, dan beruntung sekali mertua yang mendapat menantu sepertimu”, ucap mama Shinta terkesima dengan kebaikan Nicholas “semoga mertuaku itu tante” canda Nicholas dengan penuh modus “ehem”, suara Alana yang baru saja turun dari kamarnya berdehem memberi kode mamanya untuk tidak berlebihan dan berkelanjutan berbicara macam-macam “ini tidak seberapa, tante Shinta. Sekedar hadiah kecil. Tidak nyaman datang menumpang makan tanpa membawa bingkisan untuk pemilik rumah yang sangat baik”, Nicholas merendahkan hati untuk menampakkan ketinggian dirinya di hadapan Alana dan ibunya “merendah untuk meroket” gumam Alana “Al!” Mama Shinta memperingatkan Alana untuk tidak berbicara macam-macam “jadi rencananya apa ni, setelah pulang dari Amerika?” mama Shinta mengganti topik pembicaraan “rencananya si mau buka bisnis kecil-kecilan si, kemarin Nic juga sempet beli tanah persawahan untuk Nic jadikan mall, nic pikir sayang sekali tanah yang strategis ini jika hanya jadi sawah padahal di sana belum ada mall lo tan!” “lo ga inget, nasi yang lo makan itu asalnya dari sawah?” Alana menimbrung ketus Nic tertawa lepas “Alana manis, kalo aku bikin mall di tempat itu, otomatis menciptakan lowongan kerja untuk anak-anak muda di sana, nanti juga bisa membantu usaha kecil menengah buat memasarkan hasil karyanya di mall aku, bisnis ini tidak seburuk yang kamu sangka. Alana” Nic menjelaskan argumennya “Mari dimakan semua, ini menu spesial mbak Loly masak sesuai pesanan mama Shinta” mbak Loli memecahkan suasana “terima kasih, mbak Loly sayang” ucap Alana dengan senyum yang manis. “di Amerika pernah makan rendang ga, Nic?” tanya mama Shinta “pernah, tan. Tapi tidak seenak masakan tante” Nic kembali membual “pas di Amerika kan pernah saya makan rendang direstaurant Indo yang ada di sana, nah pas saya makan langsung keingat masakan tante Shinta. Emang bener-bener masakan tante ga ada duanya” “masakan mbak Loly, Nic. Mama hanya memesan. Mbak Loly emang paling jago dalam memasak” Alana meluruskan “tante Shinta memang pintar sekali memilih pembantu” puji Nic kembali. Tak habis akal Alana sangat muak sekali dengan drama yang dilakukan Nic untuk merebut hati ibunya, karena dia tahu sekali ibunya sangat bisa memengaruhi Alana dengan jabatan “ibu” yang tidak mungkin dibantah titahnya oleh anak sebaik Alana Suasana makan malam tampak berjalan membosankan bagi Alana, tidak untuk obrolan mama Shinta dan Nic yang beromong besar menceritakan pengalaman selama berada di Amerika Serikat. Ma, boleh saya bicara berdua dengan Nic?”, Alana meminta izin kepada mama Shinta disambut dengan binar mata bahagia mama Shinta yang menganggap Alana sudah mulai membuka hatinya untuk menantu idamannya “tentu boleh,, sayang. Mama ke dalam dulu ya. Silakan dilanjutkan obrolannya”, pamit mama Shinta memberi ruang dan waktu berdua untuk Alana dan Nicholas Melihat mama Shinta yang sudah memasuki kamarnya Alana segera mengajak Nic untuk duduk di taman belakang rumah “elo ga usah repot – repot membelikan mamaku hadiah – hadiah”, Alana memulai percakapan dengan sangat ketus “mama kamu yang matrealistis sangat senang, Alana”, jawab Nic dengan tatapan licik “lo mau apa?”, tanya Alana “I want you, Alana Moeloek”, rayu Nic “gue udah punya pacar”, Alana mengarang cerita, boro-boro pacar, gebetan saja dia tidak punya meskipun banyak sekali yang berusaha mendekati tetapi Alana yang dingin tidak pernah menanggapi “oke, kamu punya pacar, tapi aku satu – satunya calon menantu kaya raya yang direstui mamamu yang suka uang”, jawaban Nic sangat membuat Alana tersinggung dan merasa sangat direndahkan “laki laki macam apa si lo? Apa tidak ada isi lain di kepalamu selain UANG?”, tanya Alana ketus “ada”, jawab Nic singkat “ada, selain uang di pikiranku adalah aku harus mendapatkan kamu, apapun caranya, tentu dengan uangku, ha ha”, jawaban Nic membuat Alana semakin muak dan jijik “silakan pulang, PULANG!” bentak Alana tak kuasa menahan emosinya “tenang, manis. Tenang. Aku akan pulang sampai ketemu lagi, calon istriku”, Nic mengelus dagu Alana sebelum pergi “PULANG!”,bentak Alana Setelah Nicholas pulang, mbak Loli mendekati Alana yang masih duduk terdiam di taman belakang memandangi langit malam yang indah. Bulan yang jingga kemerah-merahan nyaris bulat sempurna menambah cahaya temaram langit malam itu. “neng, kenapa?”, tanya mbak Loli dengan sangat hati-hati, karena walaupun kedekatan yang begitu rekat antara Alana dan mbak Loli, tidak membuat mbak Loli ngelunjak dengan Alana “Nic bukan laki laki yang baik mbak. Mama dibutakan oleh kemewahan yang ditawarkan Nicholas dengan harta beda milik orang tuanya itu”, Alanamenyandarkan kepalanya ke bahu mbak Loli yang sudah dianggap ibu kedua oleh Alana “sabar, neng. Jangan menentang orang tua, tetaplah bersikap baik, berdoa semoga dibukakan mata hati nyonya agar tidak memaksa neng Al”, mbak Loli memberi nasihat dengan sangat hati hati “mbak Loli pernah jatuh cinta?”, Alana mengalihkan pembicaraan “tentu pernah, neng. Dulu awal-awal mbak Loli kerja di rumah ini ada seorang supir yang sudah sebulan bekerja sebelum mbak Loli datang. Dia sangat Alim, baik, dan sopan”, kenang mbak Loli sambil menatap sinar rembulan “terus terus, dia sekarang di mana mb?” tanya Alana penasaran “entahlah, nasib baik tidak berpihak pada kami neng”, tutur mbak Loli datar “maksudnya?”, Alana mengernyitkan alisnya tidak mengerti apa maksud dari mbak Loli “dulu awal-awal saya masuk sini, neng masih usia 3 tahun, sedang lucu-lucunya, nyonya masih bekerja di sebuah perusahaan pergi pagi pulang petang. Tinggalah mbak Loli bersama neng di rumah, kadang kami pergi ke taman agar neng Alana tidak kebosanan di rumah. Memang itulah yang dperintahkan papa neng Alana agar mengajak neng Alana jalan-jalan dan menjaga neng” “ terus terus terus...” Alana menatap serius dengan rasa penasaran, pasalnya baru kali ini setelah kurang lebih dua puluh lima tahun bersama mbak Loli bercerita tentang kehidupan pribadinya itu “kami jadi sering bersama, dia bercerita bahwa sebenarnya dia bekerja di sini sambil menunggu panggilan kerjanya, dia sudah kehabisan uang, dan teramat malu untuk meminta orang tua di rumah, sedang sudah hampir setengah tahun dia lulus kuliah tak kunjung dapat pekerjaan yang layak. Sebenarnya kalau mau, pastilah porang tuanya membantunya, tapi karena harga dirinya yang sangat tinggi, ia memilih bekerja menjadi supir untuk bertahan hidup sementar waktu” Mbak Loli terdiam sejenak lalu melanjutkan “setelah tiga bulan kami semakin akrab bertukar cerita suka dan duka, kami merasa ada kecocokan dan akhirnya dia memberanikan diri untuk menyatakan keseriusannya menjalin hubungan dengan mbak Loli, saat itu dia belum mendapat panggilan kerja” “Di minggu yang sama setelah berjanji serius dengan mbak Loli,..” mbak Loli melanjutkan ceritanya “dia dapat panggilan kerja, yang jaraknya lebih dari satu jam dai rumah ini, akhirnya dia memutuskan untuk berhenti menjadio supir, dan berjanji kepada mbak Loli kalau tabungan sudah cukup akan emlamar mbak Loli dan mengontrak rumah berdua, dan dia berjanji akan membantu mbak Loli membuka usaha” “terus?” Alana ingin tau keanjutannya “setelah bekerja waktu dia banyak tersita, mungkin karyawan baru memang banyak pekerjaan pikirku saat itu. Saya tetap menunggu, neng. Tapi tiba tiba saya dikejutkan dengan surat yang dihantarkan pos dari satu satunya orang yang aku nantikan kabarnya saat itu, karena mbak Loli sudah tidak punya siapa-siapa di dunia ini sejak kecelakaan yang menimpa orang tua mbak” “apa isi suratnya mba?” tanya loli penasaran “menyakitkan, neng” mbak loli tak kuasa menahan air matanya “dia bilang dia dijodohkan dengan anak temen ayahnya, dia tidak bisa menolaknya karena dia sangat takut melawan orang tuanya. Lagian pilihan orang tuanya adalah pilihan terbaik, perempouan yang berpendidikan dan punya keluarga yang jelas, tidak seperti mbak Loli yang sebatang kara, pendidikan pun sekedar lulus SMP neng, mbak Loli sadar diri”, tutur mbak Loli meratapi nasibnya yang malang Alana diam dan memelukmenenangkan mbak Loli yang menangis tersedu-sedu mengenang masa lalunya yang kelam Alana menyadari bahwa semua orang mengalami masalah yang sama beranya sesuai dengan kadar kemampuannya, dan mbak Loli begitu kuat dan selama ini dia tidak meampakkan kesedihannya. Cerita mbak Loli membuat Alana tidak bisa tidur, dia membandingkan dengan masalah hidupnya yang tidak ada apa apanya dibanding kepahitan yang harus dialami mbak Loli yang sudah ditinggal orang tuanya sejak remaja dan harus bekerja di usianya yang masih sangat muda, dikhianati oleh kekasihnya, merasa rendah diri namun dia tetap tabah. Begitu beruntungnya Alana masih memiliki mama Shinta, pekerjaan dan kehidupan yang mapan, wajah yang cantik, dan sahabat yang setia. Alana tidur dengan ninabobo menghitung nikmat yang tak terhingga yang dianugerahkan Tuhan kepadanya. Perkara Nic tidak dipikirkannya malam itu. bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD