3. Namanya Alvino

1427 Words
Author POV Reva mengacak rambutnya frustasi. Kenapa dia harus seceroboh itu buat ngomel-ngomel sama Alvino. Walaupun tetep aja, rasa dendam tetap melekat di hati. Tapi ini baru hari pertamanya magang. Tapi ia sudah memaki atasannya seperti tadi. "Udah, gue yakin Alvino ga bakal baper sama omelan lo." Dika terus memberi semangat. Walaupun ia terkekeh, bisa-bisanya Reva mengomeli bigboss sekelas Alvino. "Mas, apa gue resign aja ya? Aduh parah banget deh!" Reva terus menundukkan kepalanya. Dika yang tengah mengerjakan pekerjaannya pun sampai berhenti dan menatap Reva sambil tertawa. "Re, ga seserius itu kok. Gue yakin, Alvino pasti ngerti kalo lo anak baru. Belum kenal dia. Lagian, kalo gue denger cerita lo yang dia nyelak lift sih wajar kalo lo sebel." Dika berusaha menenangkan. Reva menengadahkan wajahnya. Menatap Dika di seberang kubikelnya. "Apa gue harus minta maaf secara pribadi, Mas?" Reva mengutarakan idenya. Agak gila sih memang, toh bos sekelas Alvino juga pasti tidak akan terlalu peduli dengan anak magang seperti dia. Tapi ini semua demi nilai dan reputasinya di kantor! "Hm, coba aja lo keruangan dia. Disitu tuh yang misah sendiri." Dika menunjuk sebuah ruangan yang tertutup tirai. Satu-satunya ruangan yang tertutup dan bertuliskan Dept. Head. Jantung Reva berdetak tak karuan. Gimana jika Alvino akan memecatnya di hari pertama ia magang? Reva memberanikan diri beranjak dari duduknya. Sambil harap-harap cemas walau pantatnya berkata untuk duduk saja. "Good luck!" Dika menyemangati dan menatap Reva sambil tersenyum. Reva hanya membalasnya dengan senyuman miris. Reva masih berpikir sejenak. Apa tidak terkesan aneh jika Reva tiba-tiba datang dan minta maaf pada Alvino? Toh, sewaktu di pantry tadi Alvino hanya berlalu pergi tanpa mengomeli Reva sedikitpun. Walaupun tatapannya masih tajam, Reva yakin Alvino pasti akan membencinya. "Udah Re, masuk aja ke ruangannya." Saran Ovi. Reva semakin gugup. Dengar-dengar dari Ovi sih, Alvino ini sejenis boss yang agak ribet dan baperan. Reva tiba di depan pintu ruangan Alvino. Tirainya tertutup rapat, sehingga Reva tidak bisa melihat keadaan di dalam ruangan sana. Reva masih maju mundur untuk mengetuk pintu ruangan Alvino. Sampai tak lama, pintu pun terbuka. Menampakkan Alvino yang menatap Reva bingung. "Kamu ngapain berdiri di depan ruangan saya? Ada perlu sama saya?" Tanya Alvino dengan nada datar. Wajahnya sedikit menampakkan rasa kesal pada Reva. Reva menggeleng cepat. "Kalo tidak ada perlu dengan saya, lebih baik kembali ke tempat kamu bekerja. Saya tidak suka dengan karyawan yang tidak produktif di waktu bekerja." Jelasnya dengan penuh penekanan. Nyali Reva semakin menciut. Lihat saja sekeliling Reva. Tampak karyawan lain menatap kearah mereka dengan pandangan yang sulit diartikan. Mungkin, Alvino memang terbiasa bicara dengan karyawannya di depan pintu dan dengan nada suara yang tinggi, pikir Reva. "Al." Panggil seseorang yang tiba-tiba datang dan menghampiri keduanya. Reva menoleh dan mendapati Dika di sampingnya. "Ngomongnya di dalem deh. Gaenak diliat yang lain." Ujar Dika lalu membawa Reva dan Alvino masuk ke dalam ruangan. Reva kemudian menutup pintu ruangan. "Kenapa sih, Dik? Ada yang penting?" Alvino bicara dengan nada tak enak. "Gue sibuk, ada meeting 10 menit lagi." Lanjutnya seraya memberi tahu atau mungkin mengusir halus Dika dan Reva. "Gini gini...gue mau kenalin anak magang di departemen kita." Dika menarik tangan Reva pelan untuk mendekat kearahnya. Reva hanya tersenyum kikuk. "Terus?" Alvino mendekapkan kedua tangannya di d**a. Reva bersumpah ingin memaki Alvino sekarang juga, jika saja ia bukan anak magang dan Alvino adalah bosnya. "I-iya, namanya Reva. Dia bakal bantu-bantu di tim gue. Dia bakal magang disini selama 3 bulan." Jelas Dika lagi. Dari raut wajah Alvino, sepertinya Alvino semakin tidak tertarik dengan kehadiran Reva. Terlepas dari insiden di lift kemarin. "Cuma anak magang kan? Ga perlu lah dikenalin ke gue segininya." Alvino tertawa pelan. Reva mengepalkan tangannya. Mencoba bersabar agar tidak mengeluarkan jurus julidnya dengan laki-laki di hadapannya. "Ya, ngga gitu juga lah Al. Gimana pun lo kan Dept Headnya. Lo juga perlu tau bawahan lo siapa-siapa aja. Lagian Reva bakalan ada disini untuk jangka waktu yang lumayan lama." Memang hanya Dika yang terbaik disini. Reva bersyukur Dika menyusulnya kesini. Kalau tidak, mungkin Reva tidak peduli lagi apapun jabatannya Alvino. Pasti Reva akan balas memaki Alvino. "Yaudahlah, cuma anak magang. Bukan karyawan baru yang akan terikat sama perusahaan kita." Lagi-lagi Alvino seperti memojokkan Reva. Reva mendengus kesal. Dika seperti memahami perubahan raut wajah Reva. "Yaudah Pak. Saya cuma mau minta maaf perihal kejadian tadi di pantry dan kemarin di lift. Kalo bapak tidak berkenan dengan kehadiran saya, saya permisi." Reva berlalu pergi dengan wajah kesal. Terserah apapun keputusan Alvino padanya, ia muak jika harus berlama-lama di dalam. ** Reva POV Gue mendudukkan diri dengan kasar. Bener-bener deh tu si Alvino! Mulutnya gaada duanya. Orang mau niat baik minta maaf malah ngomongnya ngeselin gitu. "Re." Panggil Mas Dika tiba-tiba. Dia baru aja keluar dari ruangan Alvino dan nyamperin gue ke kubikel gue. "Pak boss emang gitu. Jangan dimasukin ke hati ya." Ujarnya kemudian. Yah, gimana ga dimasukin ke hati. Ngomongnya sejulid itu. Kalo bukan karna big boss disini, udah habis gue julid balik. "Iya, Mas. Lagi pms kali dia." Kata gue sebal. Mas Dika malah tertawa. "Tenang, dia udah gue amanin kok. Lo bisa kerja dengan tenang." Mas Dika menepuk pundak gue pelan dan kembali ke meja kerjanya. Seketika gue berasa kaya kesetrum listrik. ** Gue merenggangkan kedua tangan gue sebentar. Hari pertama dengan kerjaan yang numpuk. Untung aja gue cepet adaptasi sama kerjaan. Jadi ya, ga pusing-pusing banget sih. Berhubung hari ini gue libur kuliah karena dosennya ngabarin kalo dia gabisa masuk kelas, gue berpikiran untuk ngayap sejenak sepulang magang hari ini. Gue liat, Mas Dika baru aja balik meeting sama Kayla. "Kerjaan aman, Re?" Tanya Mas Dika begitu sampai. "Aman, Mas. Pulang jam 5 kan?" Jawab gue sambil ngeliat kearah jam dinding yang masih menunjukkan pukul 3. "Yep. Nanti kalo emang udah selesai, matiin aja pc nya. Lo balik deh." Seru Mas Dika. Gue makin ga sabar nunggu jam 5. Berhubung kerjaan gue udah agak longgar. Tak lama, muncul Mba Tari sembari memberikan guratan wajah aneh. Dia baru aja balik dari ruangannya si boss Alvino. Ya maklum sih, gue paham banget kenapa mukanya jadi begitu. Alvino itu emang sejenis spesies langka yang nyebelinnya nauzubilah. Gue yakin karyawan sini pasti pada sebel juga liat kelakuan dia. "Re!" Pekik Mba Tari tiba-tiba. Makin kaget gue, dia manggil gue kaya gitu. Kok perasaan gue mendadak gaenak. "Kenapa, Mba?" "Dipanggil tuh sama Alvino. Katanya dia butuh bantuan anak magang." Jelas Mba Tari. Tuh kan. Gue udah nyangka bakalan ada info gaenak. "Kok manggil Reva?" Mba Ovi sama tak percayanya dengan gue. "Gue udah nawarin diri. Tapi dia bilang, dia cuma butuh anak magang yang kerjain." Jawab Mba Tari lagi. Alamat gue gabisa pulang cepet kalo gini caranya. "Yaudah, Re. Mending samperin dulu pak boss." Saran Mba Tari. Jujur aja, sebagai anak magang gini mana bisa gue nolak perintah atasan? Apalagi atasan nyebelin semacem Alvino! "Iya, Mba." Pake bismillah aja deh ngehadepin itu orang. Gue melangkah lesu menuju ruangan Alvino. Semoga aja, Alvino bisa gue jinakin lain waktu. ** "Bapa panggil saya?" Ucap gue begitu buka pintu ruangan Alvino. Dia dengan santainya, duduk di kursi singgasananya dengan wajah menyebalkan. Enak juga ya jadi bos. Tinggal suruh bawahannya ini itu. "Kamu liat tumpukan amplop disana?" Belum juga gue duduk, dia udah suruh gue ngeliatin tumpukan amplop di ujung ruangannya. "Liat pak." Ya liat lah, gue yakin ini tugas baru gue yang lo suruh, Alvinoooo! Makin kesel aja gue. "Yaudah. Sekarang kamu selesaikan semua amplop berisi souvenir itu untuk klien kita. Kamu liat kan detail pengirimannya masih kosong? Kamu isi sesuai dengan data PIC perusahaan yang kerjasama dengan kita." Gue makin ga paham deh. Amplop sebanyak ini? "Data PIC nya ada dimana ya Pak?" "Ya kamu cari dong. Masa gitu aja harus sayang yang bantu?" Nadanya sedikit meninggi. Kalau bukan demi nilai dan reputasi, udah gue ulek ni si Alvino! Gue akhirnya manut aja tanpa mau adu mulut lagi. Pelan-pelan gue bawa semua amplop tadi ke meja gue. Mas Dika, Mba Tari, Mba Ovi dan Kayla terbelalak kaget ngeliat gue yang tiba-tiba dateng dengan tumpukan amplop. Lumayan berat sih. "Lah, Re? Alvino suruh lo ngerjain ini?" Mba Tari menatapku kasihan. "Iya, Mba. Katanya disuruh tulis alamat dan PIC perusahannya buat nanti dikirim." Jelas gue. Gue cuma lagi mikir, apa cukup waktunya sampe pulang kantor nanti? "Loh, ini sih biasanya kerjaan gue. Kok tumben dia kasih kerjaan ini ke anak magang?" Kata Mba Tari. Gue udah yakin kalo Alvino pasti ngerjain gue. Gue berusaha tersenyum pasrah. "Gapapa lah, Mba. Namanya juga anak magang. Kan bantu-bantu." Gue memisahkan amplop-amplop tersebut. Sambil berdoa, semoga aja si Alvino ini kena batunya udah berani ngerjain anak magang macam gue. **
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD