5. Jebakan?!

1917 Words
Author POV Reva terbelalak kaget begitu Dika menanyakan perihal kesediaannya mengikuti salah satu project perusahaan. Hari ini mereka tengah mengadakan meeting kecil untuk membicarakan perihal bazzar dan peluncuran produk baru yang akan dijalankan. "Mas Dika yakin sama Reva?" Reva bertanya berulang kali pada Dika. Dika tertawa. "Ya kalo ga yakin, gue gamungkin lah ngajak lo. Lagian mau sampe kapan lo bantu di administratif terus. Lo kan perlu berkembang, Re." Jelas Dika. Reva benar-benar tak percaya. Reva tidak berniat memilih pekerjaan. Ia merasa sudah tanggung jawabnya untuk mengerjakan tugas apapun yang diberikan selama magang. Tapi ia tidak menyangka jika diberikan kesempatan untuk bergabung ke dalam sebuah project bersama dengan Dika, Tari, Ovi dan Kayla. "Tapi, project kita ini bareng sama Alvino. Jadi lo harus ekstra sabar." Ovi menimpali. Seakan-akan memberi aba-aba kalau saja Reva tak sanggup melanjutkan project dengan kehadiran Alvino. Reva tak mau menyia-nyiakan kesempatan bagus ini. Ia harus banyak mengeksplor diri. Masa bodoh dengan Alvino. Mengingat kejadian beberapa hari lalu ketika Reza dan Reva membantu Alvino pun, Alvino seakan-akan menutup mata ketika berada di kantor. Tak sekalipun ia bersikap lebih baik pada Reva. "Reva mau kok." Jawab Reva cepat. Dika, Tari, Ovi dan Kayla bertos ria. "Ok. Untuk meeting projectnya kita mulai hari ini. Nanti, jam 5 an kita bakal meeting lagi sama Alvino. Pulang telat gapapa kan Re?" Kata Dika. Reva mengangguk. "Anterin kali, Mas..." goda Kayla sambil cekikikan dengan Ovi. Dika tersenyum tipis. "Iya iya. Kalo kemaleman banget, gue tanggung jawab buat anterin lo balik." Seru Dika yang langsung mengundang suara 'cie-cie' seruangan meeting. Reva merasa canggung. Entah. Ia seperti tidak enak merepotkan Dika. "Masih ada MRT kok Mas. Reva bisa pulang sendiri aja. Takut ngerepotin." Jawab Reva kemudian. Kayla dan Ovi langsung bersorak. "Udah Re, lo tenang aja. Mas Dika mah emang udah biasa jadi supirnya anak-anak yang pulang malem." Kata Ovi kemudian. "Iya nanti gue anter." Ucap Dika sambil melotot kearah Ovi. Ovi dan Kayla hanya terbahak. Tari yang mendengar hanya diam saja sembari membuka ponselnya dan menatap pekerjaannya. ** Setelah selesai makan siang, Reva memutuskan untuk berdiam diri sejenak di lantai 11. Hanya Reva sendiri yang berada disana. Entah, sepertinya banyak karyawan kantor yang tengah makan siang diluar, namun Reva memilih mencari ketenangan sebelum siap tempur lagi. Genap seminggu sudah ia magang disini. Reva tidak menyangka dirinya akan kuat dengan tekanan yang ada. "Minum kopi juga?" Reva terbangun sebentar dari lamunannya begitu suara berat Alvino tiba-tiba muncul dan kini Alvino sudah duduk di samping Reva. Menatap gedung-gedung yang tinggi dibalik kaca. "Iya, Pak." Reva menatap kopi yang baru saja dibelinya di kantin foodcourt tadi. Hanya sisa setengahnya tapi ia sudah merasa perutnya sedikit tak enak. Mungkin, Reva memang tidak terbiasa meminum kopi. Ia hanya sekedar ingin menghilangkan rasa kantuknya. "Saya denger dari Dika, kamu ikut project bazzar?" Tanya Alvino tiba-tiba. Kali ini sepertinya Alvino sedang memiliki mood yang bersahabat. Buktinya, ia tak lagi nyinyir dengan Reva. "Iya, Pak." Jawab Reva singkat. Reva menyeruput kopinya lagi sambil menatap lalu lalang orang-orang dibawah sana. Spot terbaik yang menjadi spot favoritnya kini. "Bukannya saya underestimate kamu. Tapi kalo kamu merasa tidak sanggup dengan pressurenya nanti, lebih baik mundur aja." Kata Alvino santai namun sedikit membuat Reva terusik. Baru saja Reva ingin berdamai, tapi ucapan Alvino seakan-akan terus mengajaknya berperang. "Kok bapak bilangnya gitu sih? Harusnya bapak seneng dong kalo ada karyawan bapak yang mau maju." Reva balas mencibir. Alvino menatap Reva kemudian. "Kok kamu jadi nyolot lagi? Saya kan cuma mengingatkan." Alvino mengernyit. Reva mendecih. "Pak, saya kan udah bilang. Keikutsertaan saya di project ini, karena pure saya mau belajar. Bapak pikir saya mau main-main di kantor ini?" Reva balas menatap Alvino dengan wajah tegas. Kali ini Reva tak mau lagi diremehkan oleh bos semacam Alvino. Reva bangkit dari duduknya kemudian mengambil kopi miliknya. "Saya permisi, Pak." Reva berjalan pergi meninggalkan Alvino sendirian. "Menarik." Gumam Alvino pelan sambik tersenyum miring. ** Meeting dimulai sedikit terlambat mengingat jadwal Alvino cukup padat hari ini. Semua anggota telah berkumpul di salah satu ruangan besar. Alvino nampak cuek saja walau yang lain sudah menunggunya sedari 15 menit yang lalu. "Hm, bisa-bisanya dia pasang muka santuy disaat dia telat." Gerutu Reva pada Kayla dengan nada berbisik. "Namanya juga Pak Alvino. Mana mungkin ga pernah telat." Balas Kayla. Reva makin dibuat kesal dengan tingkah Alvino yang tiba-tiba langsung memulai presentasi tanpa berniat meminta maaf sedikitpun pada rekan-rekannya. "Ok. Saya langsung mulai meetingnya. Terkait bazzar di salah satu event makeup dan skincare besar di Jakarta, saya mau segala sesuatunya sempurna tanpa celah. Saya tau kesempurnaan di dunia ini tidak ada, tapi saya mau semaksimal mungkin kalian mengerjakan event ini sekuat tenaga kalian. Semaksimal power kalian." Kata Alvino dengan nada tegas sembari memainkan pulpen di tangannya. "Saya mau Dika, Tari dan Ovi fokus pada launching produk baru kita di event itu. Untuk Kayla saya mau kamu fokus terkait berjalannya bazzar selama 5 hari itu. Mulai dari kesiapan stock barang, beauty advisor, operasional segala macamnya kamu handle. Nanti kamu bisa minta bantuan tim yang akan saya bawa juga untuk membantu." Alvino mulai membagi kelompok seraya menunjuk masing-masing orangnya. Reva tertegun. Kenapa hanya dirinya yang tidak diberikan pekerjaan. "Maaf Pak, saya memotong. Untuk pekerjaan saya, apa saya harus membantu tim Mas Dika atau Kayla ya?" Alvino mengernyit. "Kamu bantu saya." Kata Alvino singkat. Reva menelan ludahnya. Ia berusaha terlihat tenang walau dalam hatinya mengutuk keputusan dirinya untuk ikut dalam project besar ini. "Al, kenapa Reva ga masuk tim gue aja? Nanti Ovi bisa bantu lo." Dika memberikan tawaran. Alvino menggeleng. "Gue Dept. Head yang bertanggung jawab atas project ini. Lo ga perlu atur gue, Dik. Gue tau yang mana berpotensi untuk masing-masing posisi." Jawab Alvino tegas. Dika hanya mendesah pelan. Reva berpikir. Kenapa tidak ada yang berani melawan Alvino? Kenapa semua diam saja dengan keputusan sepihaknya? ** Bagi Reva, tidak ada hal terburuk dalam hidupnya selain meninggalnya ibu kandungnya beberapa tahun silam. Tapi kali ini, ia merasa hal buruk itu datang lagi ke kehidupannya saat Alvino baru saja mengumumkan bahwa mulai hari ini seluruh pekerjaan Reva adalah tanggung jawab langsung oleh Alvino. Dan Reva pun harus menjadi asisten pribadi Alvino mengingat Alvino belum dapat asisten sejak asistennya yang lalu resign beberapa bulan belakangan. Dika pun tidak bisa berkata apa-apa jika Alvino sudah mengambil keputusan. Reva hanya menghela nafas lesu begitu sampai di ruangan Alvino selesai meeting tadi. "Kamu bisa review income statement bulanan kan?" Tanya Alvino begitu membuka laptopnya. "Ngga pak." Jawab Reva santai. Alvino yang tadinya fokus pada laptopnya pun beralih memperhatikan Reva. "Kamu ini anak Manajemen tingkat akhir, masa review income statement aja gabisa?" Suara Alvino meninggi. "Saya kan anak Manajemen pak. Bukan Akuntansi yang setiap hari berkutat sama income statement, jurnal dan lain-lainnya." Reva membalas ucapan Alvino dengan nada kesal. "Sebagai asisten pribadi saya, kamu harus serba bisa. Saya ga peduli apapun jurusan kamu. Magang disini harus banyak menyerap ilmu. Bukannya malah membatasi ilmu yang kamu dapat." Alvino merogoh laci kerjanya dan mengambil sebuah file berwarna kuning lalu memberikannya pada Reva. "Pelajari selagi waktu kamu kosong. Saya udah kirim lewat email, pekerjaan yang harus kamu selesaikan hari ini." Reva melotot kaget begitu Alvino menyodorkan file tersebut. Apa Reva tak salah dengar? Alvino sedang menjadikannya babunya atau asistennya. "Pak, bapak yang waras-waras aja deh. Saya cape diginiin terus. Maunya bapak apa sih? Bapak mau siksa saya perlahan selama magang disini?" Reva tak mengambil file yang ada di tangan Alvino dan balik marah. Reva merasa kekesalannya dengan Alvino sudah diujung tanduk. "Review income statement? Pak, kita tuh di bagian Product Management bukan di Accounting." Reva makin meninggikan nada suaranya. Alvino menghela nafas lalu menaruh kembali file di tangannya. "Ini kantor saya, atau kantor kamu? Kenapa jadi kamu atur saya? Kamu memang ada di product management tapi sekarang kamu adalah asisten saya. Apapun pekerjaan yang saya kasih, kamu selesaikan. Saya kirim kamu file untuk mempelajari apa yang harus kamu kerjakan. Apa masih belum cukup?" Alvino menatap Reva dengan tajam. Reva menggigit bibir bawahnya. "Dengar ya Reva. Saya tidak mencampuri urusan pribadi dengan pekerjaan. Terlepas daripada yang kamu bilang saya berniat menyiksa kamu barusan, itu jelas tidak beralasan." Lanjut Alvino lagi. Alvino mengambil file tadi lalu berjalan mendekati Reva. "Saya cuma butuh pegawai yang kompeten. Bukan yang banyak mengeluh." Alvino menyerahkan file tersebut ke tangan Reva lalu kembali duduk dan melanjutkan pekerjaannya. Tanpa Reva sadari, Reva menitikkan air mata. Kata-kata Alvino barusan seakan menusuk perasaannya. "Saya coba selesaikan. Permisi." Reva berjalan keluar ruangan Alvino dengan tergesa. Kali ini kebenciannya pada Alvino semakin memuncak. ** Reva membolak balik isi file yang tadi diberikan Alvino. Sembari menatap layar pc nya. Ovi yang menyadari itu pun langsung mendekati Reva. "Kenapa, Re? Bingung amat kayaknya." Ovi mengambil kursi yang kosong lalu menariknya ke samping kursi Reva. "Ini nih Pak Alvino. Nyuruh gue ngerjain ini, Mba." Jawab Reva sambil memperlihatkan pekerjaan yang diberikan oleh Alvino. Ovi terbelalak kaget. "Lo serius? Ini kan kerjaannya dia." Ovi membaca dengan seksama beberapa softcopy yang dikirimkan Alvino ke email Reva. "Wah gila juga tuh Pak Bos. Masa anak magang disuruh ngerjain kerjaan Dept Head?" Mendengar ucapan Ovi, Reva semakin yakin Alvino memang ingin mengerjainya. "Terus gimana dong, Mba?" Reva sudah pasrah. Baru setengah dari pekerjaan yang diberikan oleh Alvino diselesaikan oleh Reva. "Yaudah, lo kerjain dulu sebisa lo. Nanti kalo lo mentok, yaudah bilang aja sama Pak Bos." Saran Ovi. "Gue juga gabisa bantu Re. Lo tau kan kerjaan gue lagi numpuk banget buat event." Sambung Ovi lagi. Reva mengangguk paham. Divisinya memang tengah sibuk dengan project besar ini. ** Jam menunjukkan pukul 8. Setelah dirasa pekerjaannya selesai, Reva buru-buru membereskan barang-barangnya untuk segera pulang. Dilihatnya, Dika, Tari, Ovi dan Kayla masih sibuk dengan urusan mereka masing-masing. "Mas, Reva boleh izin pulang gak?" Tanya Reva pada Dika. Dika menoleh sebentar. "Hmm, udah malem ya. Gue sampe ga sadar. Sori sori." Jawab Dika. Ovi, Kayla dan Tari pun menyadari sudah hampir malam. "Wah gila. Bener-bener kerja kaya kuda kita." Seru Ovi saat melihat sekeliling ruangan yang sudah kosong. Hanya mereka yang tersisa. "Kayanya hari ini sampe sini dulu deh. Besok kita lanjut lagi." Kata Dika memberikan intruksi. "Iya Mas Dik. Gue juga udah mumet." Sahut Kayla. "Ok. Kita beres-beres pulang sekarang." Ovi buru-buru menyambar tasnya dan membereskan barang-barangnya. "Re, balik kearah mana?" Seraya membereskan barang-barang dan memasukkannya kedalam tas, Tari bertanya pada Reva. Reva menoleh kearah Tari. "Cinere, Mba." Jawab Reva. "Mas, katanya janji mau anterin Reva. Tuh kasian dia pulang kemaleman." Sahut Ovi tiba-tiba sambil cekikikan dengan Kayla. Dika mengernyit lalu menepuk jidatnya. "Oiya. Gue kan tadi janji ya. Kebetulan gue bawa mobil sih. Yuk gue anter!" Jawab Dika santai. Kenop pintu ruangan Alvino tiba-tiba berbunyi dan muncullah Alvino dengan tasnya seraya bersiap pulang. Reva, Dika, Ovi, Tari dan Kayla menatap Alvino. "Kalian ga pada pulang?" Tanya Alvino seraya mendekat kearah staff mereka. "Ini mau pulang kok, Pak." Kata Tari menjawab duluan. Mata Alvino langsung tertuju pada Reva. "Sudah selesai kerjaannya, Reva?" Tanya Alvino tiba-tiba. "Sudah. Besok pagi saya email, Pak." Jawab Reva. Alvino tak membalas lagi. "Yaudah. Gue sama Reva duluan deh ya. Kasian nih anak bawang, kalo pulang kemaleman nanti dicariin." Seru Dika sambil mengambil kunci mobilnya. "Kalian, pulang bareng?" Alvino menatap Dika dan Reva bergantian. "Gue janji mau anterin Reva balik kalo dia hari ini lembur. Kasian kan kalo pulang sendiri. Udah malem gini." Jawab Dika menjelaskan. Alvino menarik sebelah alisnya. "Yuk, Re!" Tanpa mengindahkan tatapan Alvino, Dika langsung mengajak Reva pergi. "Duluan ya, semuanya." Reva berpamitan sebentar lalu mengikuti Dika dari belakang. Tatapan Alvino sulit diartikan sampai Ovi, Tari dan Kayla pamit pulang. **
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD