PARTE 2 - Mantan Kakak Ipar

1997 Words
Semua orang berdiri ketika laki-laki itu keluar ruangan. Natali yakin melihat Alvaro meliriknya sebelum menghilang di balik pintu. Perempuan itu kembali duduk dan menyadari sedari tadi ia menahan napas. Kenapa dia merasa gugup di depan laki-laki itu? "Ayo, aku tunjukkan ruanganmu," ajak Arnold. Arnold menarik tangan Natali mengikutinya. Laki-laki itu membawanya ke lantai 12. Membukakan pintu salah satu ruangan di lorong gedung yang panjang itu. Terdapat enam meja di dalamnya, salah satunya milik Arnold. Natali bersyukur setidaknya ada yang ia kenal di ruangan itu. Seorang perempuan dengan rambut keriting yang seumuran dengannya menyapa Natali ketika perempuan itu masuk. Perempuan itu tersenyum manis. Melihat Natali dari ujung kaki sampai ujung kepala, terlihat sangat mengaguminya. "Ibu Natali?" Perempuan itu menjabat tangan Natali. "Perkenalkan saya Birgita, Anda bisa memanggil saya Gita, saya akan menjadi asisten Ibu Natali ketika bekerja di sini nanti. Mohon bantuannya, Bu," kata Gita sambil menunduk di depan Natali. Melihat Natali tak begitu suka dengan sikap formal Birgita, Arnold pun mencoba mencairkan suasana. "Gita, kau tak perlu memanggil Natali seperti itu. Dia belum menikah, oke? Panggil namanya saja, tidak perlu pakai ibu." Arnold mendekati Gita dan berbisik. "Kamu membuatnya tersinggung saat memanggilnya ibu," kata Arnold. "Benarkah? Kalau begitu saya minta maaf. Saya tak tahu -" Arnold tertawa pelan, "Aku hanya bercanda Gita. Natali tak akan marah. Dia jarang marah pada siapa pun, kamu tak perlu khawatir. Dan kalian seumuran, jadi lebih baik kamu berbicara santai padanya," kata Arnold. Natali melewati Gita menuju mejanya, "Arnold benar. Kita saling santai saja. Dan aku yang seharusnya meminta bantuanmu karena kamu sudah lebih dulu bekerja di sini," kata Natali sambil merapikan mejanya. "Aku hanya terkejut ketika atasanku memintaku menjadi asisten pengacara muda dari Theriso Law Firm. Katanya kau lulusan The University of Manchester. Kau pengacara termuda di Theriso Law Firm, tapi sudah menjadi corporate lawyer untuk akuisisi Bergliot Electronic oleh Rihard Group sebulan yang lalu. Ada konflik keluarga, tapi akuisisi itu berjalan lancar, bahkan Rihard Group ingin menjadikanmu sebagai in-house lawyer mereka. Kau-lah yang membuat pimpinan Alejandra Law Firm ingin mengakuisisi Theriso Law Firm, Natali," ucap Gita panjang lebar. Natali sedikit terkejut dengan berita itu. Natali tak tahu dirinya adalah alasan Alejandra mengakuisisi Theriso Law Firm. Memang proyek bersama Rihard Group itu membuat Natali semakin terkenal dan memberi Theriso Law Firm banyak uang. Tapi, Natali pikir itu tak cukup menjadi alasan Alejandra Law Firm mengakuisisi firma hukum kecil seperti Theriso Law Firm. Natali tak ingin membicarakan mengenai akuisisi itu lagi, jadi ia mencoba mencari bahan obrolan lain. "Dimana pengacara yang lain? Kenapa hanya ada kau di sini?" tanya Natali. "Hanya kita orang baru di ruangan ini, Nat. Aku sudah menyapa pengacara yang lain tadi sebelum rapat," jawab Arnold yang juga menata mejanya. "Pengacara Lee ada meeting dengan klien. Mungkin baru kembali siang nanti," kata Gita. "Jadi di ruangan ini hanya ada tiga pengacara - aku, Arnold, dan pengacara Lee?" tanya Natali lagi. Gita mengangguk cepat, "Benar. Lalu ada Bapak Hann yang membantu pengacara Lee dan Keren yang akan membantu Arnold nanti. Tadi pagi semua orang sudah saling berkenalan, kecuali kau, Natali," kata Gita. Natali melihat dengan puas meja yang sudah ia tata. "Baiklah. Senang bertemu denganmu, Gita. Aku akan ke toilet dulu," kata Natali lalu pergi keluar ruangan. Perempuan itu berjalan lurus ke ujung lorong. Suara hak sepatunya yang bersentuhan dengan lantai teredam oleh suara orang-orang yang ada di gedung itu. Semua terlihat sibuk, berlalu lalang dengan pekerjaannya masing-masing. Alejandra Law Firm menempati gedung 15 lantai yang membuat firma hukum itu menjadi yang terbesar di Inggris. Bahkan Natali tak menyangka dia bisa bekerja di sana. Bahkan ruangan kerjanya yang dulu tak ada setengah dari luas ruang kerjanya sekarang. Natali berhenti ketika melewati sebuah pintu yang mengarah ke balkon kecil di samping toilet. Perempuan itu melihat Alvaro tengah merokok di sana. Laki-laki itu melirik Natali dan menghisap rokoknya dengan perlahan. Natali menatap tajam pada laki-laki itu sekilas sebelum masuk ke kamar mandi. Dengan cepat, Natali mengeluarkan lipstik dari tas kecil yang ia bawa. Memoles bibirnya dengan lipstik itu dan merapikan rambutnya yang mulai kusut. Natali adalah orang yang memperhatikan penampilannya. Karena ia tahu penampilan luar menentukan seseorang akan bersikap padanya. Jika ia berpenampilan rapi dan percaya diri, tidak ada yang akan meremehkannya lagi. Setelah memastikan penampilannya baik-baik saja, perempuan itu keluar. Cukup terkejut melihat Alvaro bersandar di dinding depan toilet. Laki-laki itu sudah tak memegang rokok lagi. Laki-laki itu menyilangkan tangannya dan menatap Natali dengan datar. Natali yang tak ingin berhubungan dengan Alvaro, berusaha tidak memedulikannya dan hanya berjalan lurus kembali ke ruangannya. Tak peduli saat Alvaro mengikutinya sekalipun. "Bagaimana kabarmu, Mantan Adik Ipar? Aku lupa kalau aku belum menyapamu dengan benar sejak tadi," kata Alvaro yang masih berjalan di belakangnya. Natali mempercepat langkahnya, tak membalas perkataan Alvaro. Membuat laki-laki itu tersenyum tipis lalu berdiri di depan Natali. Menghalangi jalan perempuan itu. "Bukankah kau terlalu tidak sopan pada bosmu, Natali?" tanya Alvaro dengan alis terangkat. Natali menundukkan kepalanya. "Maaf kalau Bapak Alvaro merasa seperti itu. Saya hanya tak tahu kalau Bapak sedang berbicara dengan saya," kata Natali. "Lalu siapa lagi mantan adik iparku selain kau? Asal kau tahu, aku hanya pernah menikah sekali, Natali," kata Alvaro. Natali tak menjawab dan menunggu Alvaro berkata lagi. Tapi laki-laki itu hanya menatap Natali dengan senyum kecil. Entah apa yang ada di pikirannya, Natali tak mengerti. Perempuan itu hanya ingin menjauh dari Alvaro - sejauh mungkin darinya. "Kalau tidak ada yang Bapak ingin katakan lagi, saya permisi dulu," kata Natali lalu berjalan melewati Alvaro. Natali pikir laki-laki itu akan pergi dan tak mengikutinya lagi. Tapi tiba-tiba laki-laki itu menarik tangan Natali ke sebuah balkon kecil di samping ruangan kerja Natali. Alvaro menarik tubuh Natali ke dinding balkon dan mengurung perempuan itu dengan tubuhnya. "Kenapa kau menghindariku, Mantan Adik Ipar?" tanya Alvaro. "Aku tidak menghindarimu." "Kalau begitu, kenapa aku merasa kau mengabaikanku? Padahal aku senang bisa melihatmu lagi, Natali. Apapun yang terjadi, kita pernah menjadi keluarga, kan?" kata Alvaro dengan senyum miringnya. Natali menarik napas panjang. "Tapi kita bukan keluarga lain. Kau sudah menceraikan kakakku dan sekarang kau hanya atasanku. Aku hanya ingin memastikan hubungan kita hanya sebatas kerja. Aku tak ingin kau mengungkit tentang pernikahanmu dengan kakakku lagi. Karena aku sungguh tak peduli dengan itu," kata Natali. "Kau tak berubah sama sekali," kata Alvaro sambil menjauhkan tubuhnya dari Natali. "Orang memang tak mudah berubah, Pak." Alvaro tertawa kecil. "Kau boleh tak menganggapku mantan kakak iparmu, tapi please jangan memanggilku dengan sebutan bapak. Aku tak setua itu, Natali. Dan tak ada yang memanggilku bapak di sini. Mereka memanggilku Mr. Alvaro," kata Alvaro. "Baiklah, Mr. Alvaro." "Tapi aku lebih suka kau memanggilku Alvaro saja," lanjut Alvaro. Natali menyembunyikan kekesalannya sambil memaksakan senyumnya. "Baiklah, Alvaro. Sekarang bisakah aku pergi? Karena ini hari pertamaku bekerja dan banyak yang harus kulakukan daripada berdiri di depan bos dan menjadi bahan gosip kantor ini di hari pertamaku bekerja," kata Natali. Alvaro menggeser tubuhnya, memberi jalan untuk Natali keluar. "Semoga kau betah bekerja di sini, Natali," ucap Alvaro saat Natali melewatinya. "Aku akan sangat betah, jika kau menutup mulutmu dan menjauh dariku, Bereng-sek!" teriak Natali dalam hati. Natali tak mungkin mengatakannya langsung pada Alvaro. Betapa bencinya Natali pada laki-laki itu karena telah merusak kehidupan Lu. Kalau Lu tak bertemu dengan Alvaro, mungkin kakaknya itu akan menjadi desainer terkenal di Paris. Karena Natali tahu meskipun kadang Lu menyebalkan dan kekanak-kanakan, kakaknya itu memang memiliki bakat menjadi desainer pakaian hebat. "Natali..." Natali memutar tubuhnya ke belakang ketika mendengar Alvaro memanggilnya. "Apa?" "Aku suka aroma parfum yang kau gunakan," kata laki-laki itu lalu pergi meninggalkan Natali. Natali menatap laki-laki itu tak percaya. Punggungnya yang besar perlahan mengecil, menjauh dari Natali melewati lorong ruangan yang panjang. Merasa terpaku terlalu lama pada laki-laki itu, Natali mengerjapkan matanya. Perempuan itu pun masuk kembali ke ruangannya. Tersentak kaget ketika bertemu dengan Brigita di depan pintu. "Ada apa?" tanya Natali bingung. "Apa kau baru saja berbicara dengan Tuan Alvaro?" tanya Brigita. "Iya, memang kenapa?" "Tuan Alvaro tidak pernah bicara dengan bawahan seperti kita, Natali." Kening Natali berkerut. "Kenapa dia tidak berbicara dengan kita?" "Karena - karena dia bos besar." Brigita menaikkan kepalanya menatap ke atas. "Dia atasan dari atasan-atasan kita. Meskipun dia sering datang ke sini, dia hanya diam dan bahkan tak menyapa bawahannya. Dia tidak pernah berbicara dengan siapapun, kecuali orang-orang di lantai lima belas - yang bekerja langsung di bawahnya. Tapi kenapa -" Brigita menatap Natali bingung. "Kenapa dia berbicara denganmu?" tanya Brigita penasaran. Natali mengedikkan bahu. "Aku tak tahu. Dia hanya tanya jalan," jawab Natali yang langsung ia sesali. Gedung ini adalah kantor laki-laki itu, bagaimana bisa Alvaro malah menanyakan jalan padanya. Mungkin laki-laki itu yang paling tahu jalan di gedung ini. Seperti biasa, Natali memang payah membuat alasan ketika berbohong. "Jangan bercanda, Natali. Tuan Alvaro tidak mungkin menanyakan jalan padamu." Brigita mengikuti Natali sampai ke mejanya. "Katakan padaku jujur, apa yang Tuan Alvaro katakan? Kenapa dia berbicara denganmu? Apa kau mengenalnya sebelumnya?" Natali membuka laptopnya, lalu menatap Brigita datar. "Aku tak mengenalnya, oke? Aku baru saja melihatnya tadi - di ruang aula sekitar satu jam yang lalu. Aku tak tahu kenapa dia berhenti di depanku dan menanyakan jalan ke toilet. Tapi memangnya kenapa dia tak boleh melakukan itu? Kantor ini begitu luas, bisa saja ia tak mengingatnya, Brigita," kata Natali dengan nada sedikit tinggi. Brigita seketika mundur ketika mendengar nada bicara Natali sedikit tinggi. "Oke, maaf aku terlalu penasaran. Soalnya aku benar-benar tak pernah melihat Tuan Alvaro berbicara dengan pengacara biasa seperti kita. Dan kau tahu para divorce lawyer di lantai sepuluh tidak akan tinggal diam, Natali. Mereka pengacara-pengacara senior yang mengurusi perceraian para artis dan pejabat di Inggris. Mereka orang-orang yang berpenghasilan paling banyak di tempat ini - dan para wanita di sana sangat menggilai Tuan Alvaro. Bahkan ada yang pernah menjadi pacar Tuan Alvaro. Mereka tidak bisa dianggap enteng, Natali. Kalau bisa - karena kau masih baru di sini, jauh-jauh dari Tuan Alvaro," kata Brigita dengan panjang lebar. "Tanpa kau bilang pun, aku memang ingin menjauhinya," kata Natali tak acuh. Brigita mengangguk, "Banyak pria seksi di sini kecuali Tuan Alvaro. Kau pasti bisa mendapatkannya satu." Brigita melihat Natali dari atas sampai ke bawah. "Kau tak terlalu buruk, oke? Sebagai sambutan dariku, ayo kapan-kapan kita belanja bersama," kata Brigita dengan senyum lebar, lalu kembali ke kubikelnya. Natali melihat perempuan yang seumuran dengannya itu. Tak menyangka kalau asistennya itu akan sangat cerewet seperti tadi. Natali tak pernah suka orang lain ikut campur dalam urusannya- apalagi orang yang baru ia kenal hari ini - seperti Brigita itu. Tiba-tiba, Arnold yang duduk di belakangnya, memundurkan kursinya mendekati Natali. Teman Natali dari sekolah dasar itu berbisik di telinga Natali. "Kau sudah membuat curiga satu orang di hari pertamamu, Nat," kata Arnold. "Hanya hari ini - setelah ini, meskipun aku harus menaiki tangga untuk ke lantai dua belas sekalipun, aku akan menghindari laki-laki itu," kata Natali pada Arnold. "Kalau kau butuh bantuan, aku siap melakukannya. Ada berbagai cara menghindari bos besar kita itu selain dengan menaiki tangga setiap hari. Kau harus berangkat jam enam pagi agar datang tepat waktu jika melakukan itu," kata Arnold diakhir dengan tawa mengejek. "Aku akan datang jam lima pagi jika perlu," balas Natali kesal. "Oke, kita lihat apa yang akan terjadi besok, Natali," ucap laki-laki itu lalu kembali ke mejanya. Natali mendesah panjang. Tak pernah membayangkan hari pertamanya akan seberat ini. Meskipun Natali tahu kini ia berada di Alejandra Law Firm, firma hukum milik keluarga mantan kakak iparnya itu, Natali tak menyangka dia akan bertemu laki-laki itu semudah itu. Natali pikir laki-laki itu begitu sibuk dan hanya bisa ditemui orang-orang tertentu. Tapi sepertinya, laki-laki itu memiliki waktu luang yang banyak - seperti foto terbaru yang baru saja dikirim Arnold kepadanya - foto Alvaro sedang makan siang bersama Merissa, artis papan atas yang sedang naik daun di Inggris saat ini. Tak ingin foto laki-laki itu tersimpan di ponselnya, Natali langsung menghapusnya. Lalu memutar kursinya dan melihat Arnold tengah tersenyum kecil padanya. Natali pun hanya menatapnya tajam. "Kirim foto-foto seperti itu lagi padaku dan aku akan memposting foto telanjangmu di **!" ancam Natali yang langsung membuat Arnold berhenti tersenyum.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD