Hutan Pantangan

2060 Words
Perjalanan Jeff dan saudara-saudaranya telah di mulai. Ia pergi untuk memasuki sebuah hutan yang jarang di jamah manusia. Hutan pantangan terkenal sangat angker, konon katanya siapa yang masuk ke hutan itu, tidak akan pernah bisa kembali hidup. Jiwa dan raga orang yang memasuki hutan pantangan akan selamanya tersesat. Itulah alasan kenapa profesor Casey memilih meninggalkan gemerlap dunia dan memilih mengasingkan diri di hutan itu. Cha Cheon sendiri tidak tahu apakah profesor Casey masih hidup atau sudah mati. Selama Diego lahir, Cha Cheon sudah tidak pernah melihat ayah mertuanya itu. Profesor Casey adalah ayah dari suami pertama Cha Cheon. Suami pertamanya juga meninggal dengan cara tidak wajar. Inilah misteri yang di tutupi oleh ibunya Jeff. Ia satu-satunya orang yang tahu hal apa yang telah menimpa suaminya. Beberapa tahun silam memang sering sekali terjadi kematian mendadak dari orang-orang yang ada di dalam rumah Cha Cheon. Memasuki sebuah hutan gelap dan sepertinya tak pernah terjamah manusia. Mereka berjalan sembari tetap waspada terhadap segala sesuatu yang ada di tempat ini. Larissa gemetar tatkala merasakan sesuatu yang tidak bisa ia lihat dengan mata. Ia seperti mendengar suara-suara yang menyeramkan. "Apa kalian mendengar suara-suara?" tanya Larissa. Ia menyentuh bahu kakaknya dan mulai berpegangan. "A-aku tak mendengar a-apa-ap-a!" sahut Jeff. "Bagaimana dengan mu, Ev?" kembali Larissa bertanya. "Mendengar suara angin yang berhembus menyentuh dedaunan," sahut Evelyn. "Bukan itu!" ucap Larissa. "Terus suara apa yang kamu maksudkan?" Evelyn menoleh ke Larissa. "Soalnya aku tak mendengar apa-apa kecuali suara angin.'' "Tunggu! Bagaimana dengan Diego, apakah kau mendengar sesuatu yang menyeramkan?" tanya Larissa. "Not! I didn't hear any strange sound." "Oh!" sahut Larissa. Larissa memperhatikan sekitar yang memang tak ada siapapun kecuali rombongan mereka. "Mungkin ha-hanya su-sua-ra bina-tang," lanjut Jeff. "Mungkin, aku salah dengar. Mungkin juga pikiran ku sedang menakuti-nakuti ku. Sekarang aku percaya apa kata ibu. Di luar rumah itu menakutkan," ucap Larissa. "Apa kita bisa meneruskan perjalanannya ini?" tanya Evelyn. "Te-ntu sa-ja, kita tidak boleh menyerah," sahut Jeff. "Baiklah kita lewat ke jalan itu. Kita belok ke sebelah kanan, aku harap ada tempat yang aman agar kita bisa istirahat." "Iya," sahut Diego. Mereka berjalan dan mempercepat langkahnya agar bisa beristirahat sejenak. "Masih jauhkan perjalanan kita?" tanya Diego. "Ehhh entahlah," sahut Larissa. Larissa berlari ke sebuah pohon besar lalu duduk dan bersandar di pohon itu. Ia terlihat sangat lelah dan memejamkan matanya untuk mengatur napasnya. "Istirahat sebentar," ucap Evelyn. Ia juga ikutan untuk duduk dan bersandar pada pohon. Begitu juga dengan Jeff dan Diego juga beristirahat. Mereka membuka tas dan mengambil bekal. Memakan satu kue untuk mengganjal perut. "Lihat di sana ada buah-buahan! seru Evelyn. "Mana?" tanya Larissa. "Itu! Pohonnya tidak tinggi," sahut Evelyn. "Wao amazing." Diego tercengang melihat buah-buahan begitu lebat pada batang pohon yang kecil. "Segar sekali, aku mau," sahut Larissa. Larissa sangat girang dan berlari ke arah pohon apel merah yang tidak jauh dari tempat mereka istirahat. Mereka semua berlari menuju pohon apel. Memetik buah sesuka hatinya. Mereka menikmati buah yang sudah sangat masak dan terasa segar fan manis. "Ma-manis," kata Jeff sembari menikmati buah apel yang sudah merah merona. "Ehmmm ini sangat lezat," kata Diego. "Iya dan ini lebih enak dari buah yang biasa ibu beli," kata Larissa. "Aku senang sekali bisa menemukan pohon apel ini. Ayo kita petik untuk bekal kita." "Iyalah harus itu," sahut Larissa. "Ok," ucap Diego. "Jeff! Ayo petik lebih banyak!" seru Evelyn. "Iya.'' "Iya aku suka buah apel di tempat ini. Biasanya aku tak menyukai buah-buahan," lanjut Diego. Setelah beberapa saat mereka sudah menghabiskan banyak buah dan perut mereka bisa tenang dan tak berbunyi tanda lapar. Mereka kembali ke bawah pohon untuk kembali beristirahat. "Aku merasakan tempat ini damai. Entahlah kenapa kalau di rumah rasanya tidak tenang. Pernah suatu ketika aku ingin kabur dari rumah." Jeff tidak seperti biasanya yang kesulitan berbicara. Ketika memasuki hutan pantangan, dirinya bisa berbicara dengan lancar. Begitu juga dengan Larissa. "Jeff!' Evelyn terkejut mendengar Jeff berbicara sangat lancar. "Ada apa Ev, kenapa kamu melongo melihat ku?" tanya Jeff. "Hai guys apa kalian tak sadar?" tanya Ev kepada teman-temannya. "Ada apa? Kenapa kamu terheran-heran melihat Jeff. Aku tidak menemukan perubahan fisiknya. Dia tetap terlihat dengan wujud yang sama," ucap Larissa yang masih belum sadar dengan perubahan dirinya juga. "Larissa!" Evelyn kembali tercengang, ia barusan mendengar Larissa juga berbicara sangat lancar. "Ada apa?" tanya Diego. "Kalian benar-benar tak sadar," ucap Evelyn. "Entahlah," sahut Larissa. "Jeff, Larissa kalian bahkan tak menyadari perubahan kalian," lanjut Evelyn. "Memangnya kamu melihat kami berubah menjadi apa?" tanya Larissa. "Iya, kamu jangan membuat kami bingung," sahut Jeff. "Kalian bisa bicara dengan lancar!" sahut Ev. "Oh my God." Diego baru tanggap ternyata yang di maksud Ev adalah perubahan seperti ini. "Oh, iya. Aku bahkan tidak menyadari jika aku sudah bisa berbicara dengan sangat lancar. Lidahku jadi bebas bergerak dan ringan menyampaikan apa yang ada dipikiran ku," ucap Jeff. Jeff terlihat bahagia karena baru pertama kali ia bisa bebas berkata mengikuti pikiran. "Ternyata aku juga," kata Larissa. "Apa karena kalian makan buah apel yang terlalu banyak?" tanya Ev. "Mungkin! Kata ibu buah itu bagus dan sayangnya kami tidak menyukai buah-buahan. Tapi, barusan aku makan banyak dan aku sangat menyukai rasa buah apel di hutan ini," ucap Larissa. "Aku ikut senang lihat kamu dan Jeff bahagia," kata Diego. "Aku ingin bertemu Profesor dan berterima kasih. Aku yakin buah itu yang menanam Profesor. Itu tandanya kita sudah dekat dengan rumah kakeknya Diego," sambung Larissa. "I want to see, grandpa. We have to keep going. I'm sure there we can find a clue." "Baiklah Diego. Ayo kita lanjutkan perjalanan!" ajak Evelyn. Evelyn, Diego dan juga Larissa telah melakukan perjalan memasuki hutan pantangan. Mereka berempat sangat nekat tanpa berpikir panjang resiko yang akan menimpa mereka. Dengan petunjuk mimpi Jeff, Diego,Larissa dan Evelyn yakin bisa menemukan di mana Profesor Casey berada. Perjalanan semakin jauh, mereka sudah memasuki hutan yang sangat menyeramkan. Begitu banyak rintangan yang menghadang, terkadang ingin rasanya Evelyn menyerah. Mereka terlalu muda untuk menghadapi berbagai rintangan di hutan larangan. Mereka terjebak di suatu tempat yang tidak tahu ini tempat apa. "Aowww," jerit Larissa. Larissa terjatuh karena menginjak sesuatu yang bergerak. "Larissa jatuh," ucap Evelyn. "Awas, hati-hati," sambung Jeff. "Larisa!" panggil Diego. Diego yang memutar kursi roda dan menghampiri adiknya. Mereka menghentikan langkahnya. Menghampiri Larissa yang terjatuh. "Itu!" Larissa terlihat pucat sambil menunjuk ke arah pohon yang memiliki mata. Pohon itu berkedip dan mengawasi mereka. Jeff, Diego dan Evelyn melihat ke arah yang di tunjuk Larissa. Betapa terkejutnya mereka melihat pohon-pohon itu hidup. Memiliki mata dan bergerak menuju ke arah mereka. "Lari!" teriak Jeff sambil membantu adiknya berdiri. "Ayo Diego," Evelyn membantu mendorong Diego. Mereka tidak bisa berlari dengan cepat karena keterbatasan fisik. Pohon-pohon itu mengikuti Jeff dan yang lainnya. Seolah tidak ingin melepaskan siapapun yang telah lancang masuk ke hutan ini. "Jeff, kami lemparkan air ke pohon itu, maka pohon itu akan berhenti. Di tempat ini lama tidak ada hujan jadi mereka kehausan. Mereka mengejar kalian karena ada sesuatu yang mereka inginkan. Air," terdengar bisikan di telinga Jeff. Suara itu berasal dari jiwa suci, Kane. "Benarkah itu?" Jeff masih berlari untuk menghindari pohon-pohon siluman itu. "Coba lemparkan air ke arah pohon-pohon itu." Terdengar bisikan lagi dan kali ini Jeff mulai percaya. "Kak, ayo lari,'' ajak Larissa. "Sebentar." Jeff membuka tas dan mengeluarkan air mineral. Membuka tutupnya lalu melemparkan menyiramkan air itu ke salah satu pohon yang berada paling dekat. "Jeff ayo pergi. Go." "Sebentar Diego, ada yang ingin Jeff lakukan." "Apa yang dilakukan Jeff. Melemparkan air minum ke pohon-pohon aneh," kata Evelyn. Diego, Larissa dan Evelyn kebingungan melihat tingkah Jeff yang tidak masuk akal. Bagaimana mungkin Jeff memberikan minum ke pohon. "Jangan kejar kami." Teriak Jeff sembari melemparkan sisa air minum ke pohon-pohon satunya. "Uhhhhggggufffffffff," pohon itu membuka mulutnya menerima air yang diberikan Jeff. Dua pohon terlena, berayun pelan sambil menikmati air yang berada di tegukan. "Jeff, kamu dapat ide dari mana?" tanya Evelyn sambil terengah. "Oh my God." Diego juga terheran melihat pemandangan di tempat ini. "Waooo, ini luar biasa. Pohon itu jinak." Larissa terheran-heran melihat keajaiban di depannya. "Tapi lihat ada tiga pohon yang menuju ke arah kita," teriak Evelyn. "Jeff cepatlah lari, mumpung mereka masih jauh, jangan biarkan mereka habiskan air minum. Di depan masih ada lagi pohon raksasa yang menghadang. Pohon itu tidak akan berhenti jika kamu beri minum sedikit," bisik jiwa suci, Ken. "Baiklah, kami akan pergi dari sini," sahut Jeff. "Ayo lanjutkan langkahmu, tidak jauh lagi kamu akan sampai ke tempat Professor," bisik jiwa suci. "Ayo kita pergi dari sini ...." "Jeff aku kasih pohon itu minum biar tidak mengejar kita lagi." Belum mendengar jawaban dari Jeff, Evelyn langsung membuka botol minum yang ia bawa, lalu dilemparkan ke pohon yang berjarak dekat dengan dirinya. Pohon itu menangkap botol air yang dilemparkan Evelyn. Meneguknya sampai habis. "Stop Evelyn." Jeff gagal menghalangi, Evelyn sudah terlanjur melempar air minumnya. "Kenapa Jeff?" bertanya sambil terus berlari. "Kita harus menghemat air itu. Di depan masih ada pohon raksasa. Pohon itu tidak cukup jika hanya kita beri minum sedikit. Makanya Jeff ajak kalian semua lari," celetuk Jeff. "Aduh bagaimana ini, sudah terlanjur. Bagaimana dengan ini?" Evelyn terlihat khawatir, ia telah melakukan kecerobohan. "Ayo kita ke arah sana. Ikuti aku." "Iya Jeff." Semua berlari menuju ke sebuah gua kecil yang ternyata gua itu adalah jalan pintas menuju ke tempat Professor. "Tunggu Jeff, aku lelah," ucap Evelyn. "Aku juga," sahut Jeff. "Ufffttt, uhhh." Diego merasakan haus, tenggorokannya sangat kering. Ia terpaksa membuka minuman. Meminum air itu tanpa memikirkan siluman pohon besar yang menghadang. "Diego, kamu?" "Aku haus, Evelyn." "Tapi!" "Aku tidak peduli pohon siluman yang menghadang. Kita harus selamat pasti bisa mencari cara untuk lolos dari siluman itu," kata Diego. "Benar kata Diego," Larissa juga haus, akhirnya mengambil minuman di tasnya. Meminum seperempat botol lalu memberikan ke Jeff. "Iya,kita lebih berharga dari siluman itu," ucap Diego. "Minum atau mau mati kehausan," kata Larissa. Ia menyuruh Jeff untuk meminum air yang ia berikan. "Baiklah," sahut Jeff. Ia meneguk minuman dan merasakan tenggorokannya sudah basah. "Bagaimana ini?" Evelyn juga haus tapi bingung. Airnya telah habis, ia lemparkan ke pohon tadi. Evelyn sudah menghabiskan stok minuman. "Ini, buat kamu," Diego tidak tega melihat Evelyn ngos-ngosan mendorong kursi roda. Ia memberikan air minumnya kepada Evelyn. "Terima kasih, Diego." Dengan tergesa Evelyn minum. Ia sudah merasakan lemas dan kehabisan air liur. "Lihat itu!" Larissa yang mengintip di balik gua, melihat ada air. Larissa segera berlari dan mengisi botol kosongnya dengan air itu. Ia juga meminum air dengan puas. "Larissa tunggu!" Jeff berlari menuju tempat di mana Larissa berada. Di susul Evelyn dan juga Diego. "Larisa, kamu minum air apa? Awas jika air itu beracun," kata Jeff. Ia berdiri menatap adiknya penuh heran. "Ini aman, coba rasakan, air ini benar-benar segar, seperti rasa buah." Larisa menghampiri Jeff lalu meminumkan air itu. "Tapi, aku tidak suka minum air di sembarang tempat!" ucap Jeff. "Ayo minum, rasakan kesegarannya." Larissa terus memaksa, Jeff untuk minum. "Benar sekali. Air ini segar, seperti meminum air mineral yang di beri rasa buah-buahan." "Aku penasaran, ingin mencoba juga." "Ayok kita minum," ajak Diego. Diego dan Evelyn ikut penasaran, akhirnya juga meminum air itu. "Waooo," Diego tak bisa berkata-kata, ia hanya tersenyum sambil merasakan minuman itu masuk ke dalam mulutnya. "Ehmmmmm, enak sekali," lanjut Evelyn. "Ini bukan air biasa," ucap Larissa. "Benar itu bukan air biasa. Kalian sudah melakukan kesalahan besar. Kalian sudah mencuri ramuan berharga," suara terdengar pelan dan berat. Pintu gua terbuka, ada sosok hitam keluar dan membuat Jeff, Evelyn dan juga Diego kaget. Larissa terkejut dan sangat ketakutan. Setelah mereka semua puas merasakan air segar membasahi tenggorokan mereka, kini saatnya mendapatkan hukuman karena telah lancang masuk hutan larangan. Makhluk seperti seekor laba-laba berkepala gorila, menangkap Jeff dan yang lain. "Lepaskan," teriak Evelyn. "Help me," lanjut Diego yang tidak bisa bergerak. Kursi roda yang ia duduki terlempar dan di hancurkan makluk itu. "Lepaskan kami," teriak Jeff. "Maaf kami tidak tahu jika yang kami minum adalah ramuan milik kalian." "Tidak ada gunanya minta maaf! Kalian sudah lancang mencuri dan menghabiskan ramuan kami." "Tolong!" "Lepaskan aku," Evelyn histeris. "Oh, Got." Diego terkejut melihat tangan dan kakinya bisa ia gerakkan. "Diego kamu baik-baik saja?" Jeff bertanya. "I' m ok." Diego memilih merahasiakan sesuatu. Ia lebih baik tidak melawan ketika makluk itu menyeret dirinya. "Hai lepaskan kami," teriak Jeff. Siluman itu marah dan menyeret Jeff, Larissa, Diego dan Evelyn. Tanpa menghiraukan teriakan minta tolong dari tangkapannya ini. Jeff dan mereka telah melakukan kesalahan besar, sehingga harus menanggung akibatnya. Mereka di masukin ke dalam penjara yang gelap.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD