Spektrum Autism 2

2356 Words
Jeff memang penakut, tempramen, brutal dan sulit dikendalikan dan inilah yang membuat ibunya melarang dia untuk bermain di luar rumah. Walaupun, seperti itu Jeff memiliki postur tubuh yang bagus sertan wajah sangat tampan dan mirip ayahnya. Itulah mengapa ia sering mendapatkan perlakuan yang sangat istimewa dari ibunya. Meskipun Jeff berbeda dari segi mental dari segi fisik memiliki postur tubuh yang nyaris sempurna. Jika saja normal sudah bisa dipastikan banyak sekali gadis-gadis yang jatuh cinta kepadanya. Di umurnya yang sudah dewasa tentu saja ia beluk merasakan bagaimana jatuh cinta. Ia bersikap jauh dari usianya dan inilah yang terkadang membuat ibunya bingung ketika dirinya mamja kepada Evelyn. Bagaimanapun juga Evelyn memiliki pemikiran yang normal dan tentun saja ia akan merasa malu apabila Jeff bersikap seperti anak kecil di tubuhnya yang dewasa. Untung saja Evelyn bisa memaklumi hal ini dan dia berusaha untuk menyesuaikan diri. Ia akan bersikap seperti anak kecil saat sedang bermain dengan Jef, Diego dan Larissa. Begitu juga dengan dua saudara lainnya yang juga mengalami kondisi yang sama. Larissa terlihat memiliki fisik yang cantik dan Diego memiliki wajah yang tampan juga. Meskipun ketiga bersaudara ini memiliki keterbatasan dalam pertumbuhan tapi mereka termasuk lancar dalam berkomunikasi dengan cara unik mereka. Larisa tiba-tiba datang dan langsung menyambung obrolan. Larissa ingin menceritakan sesuatu kepada ibunya. Gadis ini baru bangun tidur dan ingin bilang jika semalam bermimpi pergi ke suatu tempat dan bertemu dengan Profesor. Larissa mendengar panggilan dari Profesor di dalam mimpinya. Gadis ini tidak asing dengan Profesor Casey karena memang Evelyn sering menceritakan di dalam dongeng untuk membuat Larissa tertidur. Larissa yang biasanya menuliskan sesuatu kepada ibunya, kini sedang bahagia dan bersemangat. Ia pun menjadi bisa berbicara dengan lancar. Sesekali ia juga memberikan kertas untuk ibunya. Kertas itu berisi sesuatu yang tentunya tidak bisa di ucapkan Larissa. "Ibu, Larissa ingin pergi ke suatu tempat. Tempat yang jauh tapi di sana sangat indah. Ada banyak pohon besar dan burung-burung yang berwarna warni.'' "Dek, kamu jangan aneh-aneh,'' sahut ibunya. ''Tidak aneh-aneh, kok. Larissa mau ke sana, Bu!'' rengek gadis berhidung mancung bermata belok. ''Pergi ketempat siapa dan mau menemui siapa?" ibu cantik dan anggun ini bertanya. "Ingin menemui kakek," jawab Larissa dengan manja. "Kakek siapa?" tanya ibunya dengan terkejud. "Kakeknya Diego," jawab Larissa. "Dari siapa kamu tahu tentang kakeknya Diego?" tanya ibunya dengan heran. "Dari Evelyn dan Diego, Bu!" sahut Larissa. "Kamu jangan aneh-aneh, deh. Tidak ada yang tahu di mana kakeknya Diego," ucap ibunya. "Tapi, Evelyn tahu dimana tempat kakek," lanjut Larissa. "Larissa, aku tidak pernah bilang seperti itu!" sambung Evelyn. Evelyn terperanjat ketika mendengar Larissa mengarang cerita yang melibatkan nama Evelyn. Seketika Evelyn merasa tidak enak hati kepada Cha Cheon. "Kamu diam!" sentak Larissa. "Cukup Larissa! Sekarang kamu masuk kamar!'' perintah Cha Cheon untuk putrinya. "Tidak mau, Ibu," jawab Larissa. Larissa menjadi kesal lantaran ibunya tak mengizinkan dia pergi ke tempat Profesor Casey. Gadis ini berdiri mematung deng tangan diangkat dengan cepat untuk bersedekap. Ia juga melirik sinis ke arah ibunya dengan dibarengi bibirnya yang cemberut. Kenapa hari ini putri ku bisa sangat lancar berbicara. Ini aneh sekali dia berani menjawab kata-kata ku, batin Cha Cheon. Ia tak percaya jika putrinya berani berbicara seperti itu. Selama ini Larissa tidak pernah membahas tentang Profesor dan bagaimana bisa anak gadisnya punya pikiran berani meninggalkan rumah. Larissa selama ini belum pernah merasakan kehidupan keras di luar dan tentu saja sang ibu tak akan menuruti keinginan putri satu-satunya itu. "Larissa kita ke kamar yuk," ajak Evelyn. Evelyn memegang pergelangan tangan Larissa untuk mengajaknya masuk ke kamar. "Tidak!" sahut Larissa dengan ketus. Larissa menampik tangan Evelyn dengan kasar. Gadis ini menolak diajak pergi ke kamar. Justru ia semakin marah dan mulai tak bisa dikendalikan. Larissa menjambak rambutnya dan memukuli pahanya. Baru saja keadaan memabaik karena Jeff sudah bis dikendalikan oleh Evelyn. Kini ganti adikya yang tantrum. Jika sudah seperti ini maka sulit untuk di ajak bicara. Ibunya akan memilih diam ketika ucapan lembutnya tak mampu membuat Larissa tenang. Prangkkk Terdengar suara vas bunga terlempar ke keramik mewah itu. Seketika para pembantu yang mendengar suara itu segera berlari untuk mengambil peralatan dan membersihkan lantai. Mereka harus siaga dan selalu membersihkan lantai agar tak melukai anak-anak majikannya. Jangan sampai kejadian tadi terulang, pecahan kaca melukai kaki Cha Cheon. "Larissa jangan kasar! Kamu tidak boleh seperti itu pada Evelyn," ucap ibunya Larissa. "Aku mau ke tempat kakek!" teriak Larissa. "Buat apa?" ibunya bertanya. "Untuk menolong kita," sahut Larissa. "Menolong apa?" tanya Cha Cheon. "Ibu! Semalam Larissa bermimpi berjumpa dengan kakek di sebuah hutan." "Lantas?" tanya Cha Cheon dengan perasaan khawatir. "Larissa bermimpi pergi ke sana dan pasti tempat tinggal kakek di sana." "Itu hanya mimpi, Larissa. Ibu tak suka apabila kamu menyangkut pautkan mimpi dengan kehidupan nyata. Jangan bikin ibu kesal dengan membahas hal itu terus menerus. Kapan itu Ibi sudah bilang sama kamu untuk tidak pergi ke luar. Kamu tahu kehidupan di luar keras. Kamu dan kakak-kakak kamu tidak akan snaggup hidup di luar," lanjut Cha Cheon. Cha Cheon merasa lelah tidak bisa membujuk Larissa untuk menghentikan keinginannya. Ibu ini benar-benar di bikin marah oleh keinginan putrinya yang bisa di bilang sangat keterlaluan. "Seperti nyata, Bu! Larissa yakin sekali jika di sana ada Profesor. Pasti ada mistery yang harus Larissa pecahkan," balas Larissa. "Mimpi! Tetaplah mimpi," sangkal Cha Cheon. "Ibumu benar. Itu hanya mimpi, hiasan tidur saja," sambung Evelyn. "Tapi, Larissa yakin itu bukan mimpi biasa. Larissa, Diego dan Jeff ingin pergi ke sana. Berikan kami izin." "Apa? Jeff dan Diego juga mau ke sana?" tanya Cha Cheon. Ibu ini semakin kaget dan nyaris terjungkal dari tempat ia duduk. Sungguh ibu ini tidak percaya jika anak-anaknya memiliki keinginan yang sangat aneh. Larissa Key selalu mengalungkan notes dan pulpen kecil. Ia anak ketiga memang agak terbatas dalam berbicara namun pandai menulis apa saja yang ingin dikatakan. Larissa anak ketiga yang memang hiperaktif tapi kesulitan menggerakkan lidahnya. "Larissa, apa yang kamu katakan? Kenapa kamu seberani itu? Ibu tidak ingin melepaskan kalian ke tempat berbahaya. Kamu tidak usah berpikir yang aneh-aneh, itu hanya mimpi," balas ibunya. Berbicara dengan pelan sembari memberikan kode gerakan tangan kepada putrinya yang kesulitan berbicara. Larissa kembali menuliskan sesuatu. "Ibu, tolong percaya sama Larissa. Ini bukan mimpi biasa." Menunjukkan kertas ke ibunya, kertas yang sudah ia tuliskan beberapa kalimat yang ingin disampaikan kepada ibunya. Larissa sudah terbiasa melakukan hal ini. Bahkan saat ia bisa bicara lancar tetap saja tak bisa meninggalkan kebiasannya ini. ''Mungkin Larissa mendapatkan petunjuk sama seperti Evelyn yang juga bermimpi seperti itu," kata Evelyn. Akhirnya Evelyn memberanikan diri untuk buka suara setelah para asisten rumah tangga tak ada dalam ruangan ini. Evelyn harus berhati-hati dalam berkata. Ia harus bisa menjaga rahasia Cha Cheon agar tak terdengar para pembantunya. Walaupun sudah dirahasiakan sebenarnya tetap saja bocor. Beberapa pembantu yang sudah lama kerja di rumah ini sudah curiga jika majikannya memiliki pesugihan. Tapi, para pembantu itu tak pernah bisa membuktikan dengan logikannya. ''Jeff -eehh j-juugaa mi-mmmpi ke-tee-mu Prof,'' ucap Jeff dengan terbata-bata. Mendengar banyak orang yang juga bermimpi sama membuat Larissa kembali menuliskan sesuatu dan diberikan kepada Cha Cheon. Pokoknya Larissa mau pergi! Ibu sekarang bisa dengar jika bukan Larissa saja yang bermimpi seperti itu. Ada Evelyn dan bahkan Jeff juga bermimpi. Larissa mau pergi ketempat Professor! "Tapi, ini tidak masuk akal. Bagaimana Ibu tega melepaskan kalian ke tempat itu. Itu bukan tempat sembarangan. Dua puluh tahun yang lalu kakek mu sudah berpesan, Ibu tidak di izinkan untuk berjumpa dengannya. Hanya Diego yang boleh menemuinya. Tapi, Diego kondisinya seperti ini bagaimana Ibu tega melepaskannya. Ini akan sulit," ucap Cha Cheon. ''Please, let me come see grandpa! Diego, these few days also dreamed of being visited by grandfather. There must be something,'' Diego said. Wilson Diego anak pertama yang mengenakan kursi roda tapi bisa berbicara dengan lancar. Diego sangat cerdas karena dia adalah cucu pertama dari Profesor. Diego sebenarnya juga punya tanda-tanda autism namun karena kecerdasan Profesor, Diego diberikan ramuan untuk membuat dirinya bisa normal. Tapi, Professor belum sempat menyelesaikan tugasnya untuk memulihkan kondisi cucunya tapi harus pergi dan meninggalkan Diego dengan kesembuhan tujuh puluh persen. Otaknya Diego sangat cerdas namun ada kendala untuk berjalan. Sebenarnya laki-laki ini sudah bis aberjalan dengan normal ketika sang kakek memberikan ramuan khusu tapi sayangnya Diego di suruh untuk menutupi kondisinya. Kakeknya melarang Diego untuk menunjukkan kesembuhan agar dukun kelurga Cha Cheon tak menjadikan Diego korban pesugihan. Itulah alasan kenapa Diego memakai kursi roda, semua demi menyelamatkan dirinya. Wilson Diego sebenarnya sangat pintar, maka dari itu ia selalu bisa merahasiakan keadaanya. Awalnya memang Diego anak pertama yang harus menggunakan kursi roda untuk memudahkan aktivitasnya. Diego tidak begitu suka merepotkan orang lain dan ia lebih nyaman memakai kursi roda untuk memudahkan melakukan sesuatu. Diego sudah terbiasa berada di kursi roda dan dia sudah nyaman dan jarang mengandalkan orang lain. Ia baru melepas kursi roda selama setahun ini dan itu juga hanya di kamarnya. Ia ingin memastikan tak ada satu pun yang melihatnya sudah pulih. Diego harus menuruti kakeknya jika ingin selamat. Ia harus terus bersandiwara supaya dirinya tak jadi tumbal. ''Diego, kamu juga ikutan adik-adikmu?'' ''Yes, Mom.'' ''Entahlah, Ibu jadi bingung.'' ''Evelyn dan Jeff juga ingin pergi!'' ''Jeff kamu jangan ikut-ikutan juga.'' ''Jeff anak kesayangan, dia tidak boleh pergi!'' ucap Cha Cheon. "Ib- buu buu, Jeff maa-uu ketemu Prof." Jeff berkata dengan emosi, ia ingin marah kepada ibunya. Jeff mulai kacau, ia kesulitan mengontrol emosinya. Jeff sangat marah jika keinginannya tidak dituruti. Jeff memukuli tubuhnya sediri, menggigit jari tangannya hingga berdarah. Mondar-mandir, berjalan dengan berjinjit sembari memegang kepalanya, lalu kembali memukul pahanya. ''Sayang please, jangan marah lagi. Maafkan ibu jika salah bicara," ucapnya. Cha Cheon mendekat sembari memegang tubuh Jeff agar tidak lagi mondar-mandir dan menyiksa tubuhnya. Jeff yang sudah marah susah untuk dihentikan, justru memukul ibunya. "Jeff. stop!'' Eveline menghentikan langkah Jeff. Berharap Jeff tidak menyakiti dirinya dan juga Cha Cheon. Semenjak ayahnya meninggal, mereka bertiga kekurangan kasih sayang dan membuat Jeff semakin brutal dan sulit dikendalikan. "Ehhhhh, uhhggg." Jeff menyakiti dirinya lagi. Ia menggigit tangannya untuk meredakan emosi yang sulit untuk ia kendalikan. "Jeff! Sudah. Kamu jangan mengamuk lagi. Diego akan menemani kamu untuk bertemu dengan kakek," bujuk Diego. Diego mendekat ke arah Jeff. Menyentuh kepalanya dengan lembut. Diego merasa sedih melihat Jeff sering mengamuk dan melukai dirinya sendiri. Di dalam jiwa Diego sebenarnya ada jiwa yang baik, yang selalu berteriak meminta pertolongan agar ada yang bisa menyelamatkan Jeff. "Aow! Sayang jangan! Ibu minta kepada kamu, jangan sakiti badan kamu. Iya, Ibu yang salah. Maafkan Ibu. Pukul ibu saja," kata Cha Cheon. ''Egghhhhhhh, I-buuuuhhh.'' Jeff tidak menghiraukan perkataan ibunya, ia terlanjur marah dan sulit mengendalikan dirinya. Jeff melempar apa saja yang ia pegang. ''Kesayangan Ibu sudah ya.'' Cha Cheon berbicara sangat lembut sambil merangkul tubuh putra kesayangannya. Ia sangat mencintai Jeff dan tidak akan tega melihat Jeff melukai dirinya sendiri. Larissa yang berdiri mematung dengan wajah marah karena melihat ibunya tidak memberikan kasih sayang yang seimbang. "Ughughugh ughughh." Larissa marah dan melempar notes ke ibunya. Larissa juga sering mengamuk karena merasakan kasih sayang ibunya tidak sama untuk anak-anaknya. ''Larissa, kamu kenapa ikutan marah? Jangan membuat ibu tambah susah. Kamu ini ikut-ikutan marah tidak jelas,'' celetuk Cha Cheon. Panggil Cha Cheon sama sekali tidak dihiraukan oleh Larissa. Larissa terlihat marah dan cemburu kasih sayang yang diberikan ibunya untuk Jeff. ''Larissa, please!'' Diego terlihat bingung melihat keadaan semakin kacau. Jeff dan Larissa sama-sama mengamuk. Tapi, Diego juga sangat kasihan kepada adik perempuannya yang sering marah jika melihat ibunya lebih memperhatikan Jeff. Larissa memang belum dewasa, dia masih membutuhkan kasih sayang dari ibunya. Larissa yang masih bayi sudah tidak mendapatkan cinta kasih dari sosok ayah membuat dirinya tumbuh menjadi kasar. ''Ehhhhh,'' menyahut dengan jengkel. Sahutnya dengan kesal sembari melemparkan buku-buku di rak lemari. Setelah lelah mengamuk, ia melirik tajam ke arah ibunya, ada perasaan kesal yang Larissa pendam. Ia memang tidak begitu tahu apa yang terjadi di kisah yang lalu tapi seorang Larissa merasakan ada kesalahan yang sangat besar yang telah ibunya lakukan. ''Jeff, kamu tidak boleh meniru adik kamu. Kamu ini kesayangan ibu ....'' Cha Cheon sang ibu lebih menyayangi Jeff karena merasa bersalah karena kehilangan suami tercinta. Sang ibu di masa lalunya telah meneruskan perjanjian leluhurnya untuk mempertahankan kekayaan keluarga dengan memberikan tumbal untuk pesugihan. Awalnya dukun dari keluarga Cha Cheon ingin Jeff yang harus jadi penyambung tumbal, jiwa dan raga Jeff telah di minta Efrodh. Sang ibu yang tidak rela jika Jeff harus mati, akhirnya mengganti sang ayah yang di jadikan tumbal dan harus mati. Cha Cheon mengatur rencana untuk menyerahkan suaminya sendiri kepada raja jin. Menjadikan kecelakaan sebagai cara aman untuk membinasakan suaminya itu. Rencana yang telah di susun apik antara Cha Cheon dengan dukun kepercayaan keluarganya. Dengan bantuan dukun yang menyuruh Raus menyusup ke dalam raga sang driver. Angin berhembus menyapu wajah Jeff, membuat dirinya seketika terdiam. Jeff mendengar suara berbisik. Hanya Jeff yang bisa mendengarnya. ''Jeff kamu harus pergi dari rumah ini. Jangan sampai kamu mati konyol seperti ayahmu yang menjadi tumbal. Aku adalah Ken, aku yang akan menolong mu. Ajak semua saudaramu untuk menemui profesor Casey. Ibu mu sudah tidak berdaya. ia sudah terikat perjanjian dengan raja jin. Kamu harus menyelamatkan diri sebelum giliran mu tiba. Perjanjian ini tidak akan bisa di putus, kecuali dengan satu kunci. Kunci itu ada di tangan profesor Casey, maka carilah dia.'' "Ka- mu it- tu jaaahhhrrrrhhhhhtt ...." ''Kenapa kamu berkata seperti itu?'' Cha Cheon bertanya. Ia sangat heran melihat Jeff yang tiba-tiba berkata seperti itu tanpa alasan yang jelas. ''Jeff kamu kenapa?'' Evelyn bertanya dengan mendekat dan mengelus kepala Jeff. Tiba-tiba Jeff berkata dengan lancar, seolah bukan dirinya yang berbicara. ''Kamu sudah membunuh suami mu. Kamu juga mau menghabisi anak-anak kamu!'' ''Jeff, shuuthhththhhhh, jangan berkata seperti itu sama ibu,'' bujuk Evelyn. ''Dia jahat, serakah. Aku tidak mau mati menjadi tumbal.'' Jeff marah dan keluar meninggalkan ibunya. ''Madam, Evelyn izin pergi dari sini, biar Evelyn temani mereka,'' pamit Evelyn. ''Aku juga pamit, Ibu!'' lanjut Diego. Semua orang sudah pergi dan meninggalkan Cha Cheon sendirian. "Maafkan Ibu Jeff." Cha Cheon menangis tanpa bisa menghalangi Jeff dan anak-anaknya, pergi. Ia sudah lama merasakan depresi. Ingin memutuskan perjanjian goip antara dirinya dengan Efrodh, namun tidak bisa. Cha Cheon sangat berharap ke tiga anaknya bisa hidup normal.Tapi ini terasa mustahil, tidak mungkin raja Jin mau melepaskan tumbal yang sudah masuk dalam perjanjian.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD