03 | Tubuh Menyedihkan

1153 Words
"BAGAIMANA rasanya, Putri? Apakah ada yang terasa sakit?" Dokter itu bertanya pada Angel yang hanya bisa menganggukkan kepala. Seluruh tubuhnya terasa sakit semua. Tubuhnya terasa lemas, begitu lemah dan tak berdaya. Kakinya layaknya mati rasa, dia tidak bisa berjalan sendiri, maka beberapa pengawal yang tadi membawa tubuhnya berpindah ke kamar Claire yang berada cukup jauh dari tempat mereka berada. Tempat kremasi. Angel akhirnya mengerti, kenapa dia bisa mencium semerbak wewangian bunga segar saat ia membuka mata pertama kali. Tempat itu adalah tempat terakhir untuk mengenang jasad Claire setelah tubuhnya dinyatakan mati. Setelah dari tempat itu, jasadnya akan dibakar dan abu yang tersisa dari pembakaran kulit dan tulangnya akan dikubur di suatu tempat, lalu diberikan nisan di atasnya sebagai pertanda bahwa dia dikubur di sana. Namun, sebelum semua proses selesai. Jiwa Angel ditiup untuk menempati raga seorang Claire von Skywish dan menggantikan posisinya. Angel yang seharusnya sudah mati, bisa kembali hidup di tubuh orang lain yang bernama Claire von Skywish. Sang putri lemah lembut, tak berdaya, berpenyakitan, dan usianya yang harusnya sudah tidak lama lagi. Harusnya, Angel tidak lagi mengingat semua sisa kenangannya sebelum mati. Semua kenangan di masa lalunya harusnya sudah lenyap dan tak berbekas sama sekali. Namun, dia masih bisa mengingat semuanya dengan jelas. Rasa penasaran diikuti amarah dan juga sebuah dendam yang bercampur menjadi satu. Memori-memori mengerikan yang kini mengiringi setiap langkah dan menjadi tujuannya untuk tetap bertahan hidup. "Bagian mana saja yang terasa sakit, Putri?" tanya dokter itu mengulangi sekaligus memastikan keadaan putri seorang bangsawan dari keluarga besar yang lahir dengan kelemahan fisik. "Semuanya, terasa sakit sekali." Angel membuang wajahnya ke arah lain. Tubuh ini benar-benar lemah dan begitu renta, hampir sama dengan tubuh bayi baru lahir yang begitu sensitif akan semua hal yang ada di dunia ini. Sangat berbeda sekali dengan tubuh asli Angel yang telah dilatih sedemikian rupa. "Apa rasa sakitnya masih sama seperti sebelumnya?" "Aku tidak tahu." Angel menggeleng pelan. Dia tidak tahu, dia tidak punya satu pun ingatan Claire di kepalanya. Bahkan dia tidak tahu siapa nama tabib yang tengah merawatnya, siapa nama laki-laki yang tadi hanya bisa menatapnya tanpa bisa banyak bicara, tapi dia tahu dengan pasti, dua orang yang tadi memeluknya erat adalah ayah dan ibu Claire. Dokter itu terdiam beberapa saat, sebelum dia bertanya, "Siapa namamu, Putri?" Angel terdiam, dia bisa menjawab namanya Angelica von Airfist, tapi dia tidak yakin apa yang akan terjadi padanya nanti jika dia mengatakan hal seperti itu. Terlebih, kalimat terakhir Pangeran Archilles yang ditujukan padanya sangat-sangat mengganggu. "Keluarga pengkhianat tidak seharusnya ada dan menjadi bagian dari keluargaku." "Claire von Skywish," gumam Angel sembari memejamkan mata. Mau tidak mau, dia harus berpura-pura menjadi Claire di depan semua orang, jika dia tidak ingin dibunuh untuk kedua kalinya dengan alasan tidak jelas. "Lalu, apakah kau mengetahui siapa nama saya?" tanya dokter itu sekali lagi. Angel hanya menggeleng. Dia tidak tahu. Sekali pun dia mengetahuinya, maka dia akan menggelengkan kepala, karena dengan begitu dia bisa bersandiwara jika dia sedang kehilangan semua ingatannya. Dokter itu mengembuskan napasnya panjang. Dia tersenyum, kemudian berkata, "Saya akan mencoba meresepkan obat seperti biasa, tapi setelah saya bicara dengan orang tuamu." Angel hanya mengangguk, kemudian dokter itu pergi dari sana. Setelah yakin di kamar besar berlantai ubin putih gading itu tak ada siapa pun, Angel mencoba untuk turun dari ranjang. Menapakkan kaki telanjangnya di atas ubin yang terasa teramat dingin di kulit kakinya. Baru saja dia ingin berdiri, tubuhnya langsung ambruk dan ia terpaksa menggunakan pinggiran ranjang sebagai penyangga tubuhnya. Dia tidak bisa berdiri tegak, tubuhnya terutama bagian kakinya terlalu lemah, terlalu lemas dan payah. Dia ... tidak bisa berbuat apa-apa. Angel menggeleng pelan. Tenang ... dia harus tenang. Setelah benar-benar tenang dia mulai memejamkan mata, berusaha melafalkan mantra sihir sederhana untuk mengangkat gelas yang berada kurang dari satu meter darinya. Namun, tidak terjadi apa pun. Tubuh lemah berpenyakitan yang tak berdaya dan tanpa sedikit pun mana yang berada di dalam tubuhnya. Claire semasa hidupnya ... apa saja yang bisa dia lakukan dengan tubuh menyedihkan seperti ini? Lebih mengerikan lagi, apa yang harus Angel lakukan, jika dia saja tidak bisa bergerak sesuka hati? Dia tidak bisa berbuat apa-apa? Jangankan untuk mengurai benang kusut yang terjadi pada keluarganya, dia bahkan tidak bisa ke mana-mana dengan kedua kakinya sendiri? Apa ... apa ... apa selamanya dia akan begini? Lalu, kapan dia dapat menggapai tujuannya setelah dia mendapat kesempatan kedua untuk kembali hidup di dunia? *** "Bagaimana keadaan Claire, Paman?" tanya laki-laki berambut merah yang kini menatap pamannya dengan tatapan kalut. Tampak jelas dia sedang khawatir, bimbang, dan takut. Semua perasaannya bergolak menjadi satu dan membuatnya menjadi seperti itu. Leo terdiam, lalu mengembuskan napasnya kasar. "Entah kau harus merasa senang atau khawatir dengan keadaannya sekarang." "Kenapa? Dia ... benar-benar hidup kembali bukan? Dia tidak akan meninggalkanku seperti sebelumnya, bukan?" Laki-laki berambut merah itu sampai memegangi kedua bahu pamannya dan menggoyang-goyangkan tubuh pamannya dengan kuat. "Tenanglah, Theo! Dia hidup kembali, dia tidak akan pergi meninggalkanmu lagi selama dia mau meminum obatnya dan tidak mengulangi apa yang telah dilakukannya beberapa hari yang lalu." Leo menatap keponakannya dengan tatapan dingin, terutama setelah Theo melepaskan tangannya untuk bisa menghela napas lega. "Aku tahu kalian bertengkar beberapa hari sebelum dia berubah," serang Leo secara tiba-tiba. "Entah apa pun masalah kalian sebelumnya, aku hanya berharap kau bisa menjaganya dengan baik setelah ini. Jangan pernah lagi mengecewakannya untuk kedua kalinya, karena Paman tidak akan diam saja saat melihatmu menyakitinya. Kau mengerti?" Theo mengangguk. Dia memegangi kepalanya yang terasa pusing. Tatapannya begitu dingin, kilat di matanya tampak penuh ambisi mengerikan saat membalas kata-kata pamannya, "Aku bersumpah tidak akan menyakitinya lagi. Dia adalah hidupku, aku tidak akan membiarkannya pergi, apalagi sampai kehilangan dirinya untuk yang kedua kali." "Claire menganggapmu sebagai bagian dari hidupnya. Dia tetap berusaha untuk bertahan hidup, karena dia ingin tetap bersamamu selamanya. Dia ingin bahagia bersamamu, walaupun dia tahu kalau dirinya akan mati lebih dahulu. Apa pun masalah kalian sebelumnya, dia mungkin tidak akan mengingat masalah itu lagi. Bahkan aku ragu dia masih bisa mengingat siapa namamu sekarang." Theo mengernyitkan dahi. "Maksud Paman, dia ...?" "Lupa ingatan. Kau bisa tenang atau mungkin merasa tenang, karena dia tidak akan ingat apa pun tentang masalah kalian yang telah membuatnya marah hingga menolak meminum obat sebelumnya." Theo tertawa pelan, kemudian tawanya mulai menggelegar. Tawa yang terdengar begitu mengerikan keluar dari bibirnya. Claire tidak mengingatnya .... Tunangannya tidak bisa mengingat apa pun yang menjadi alasan dia lebih memilih meregangkan nyawa daripada tetap hidup bersamanya. Entah dia harus menangis atau dia harus merasa senang karenanya. Namun, satu hal yang jelas ... Theo telah bersumpah untuk menjaganya. Dia akan melindungi tunangannya, calon istrinya. Pujaan hatinya yang baru dia sadari amat sangat berharga baginya setelah dia sempat kehilangan sosoknya. Aku tidak akan mengecewakanmu lagi. Aku akan melindungimu, menjagamu, dan tentunya ... membahagiakanmu untuk selamanya, Claire von Peachell. _____ Cerita ini akan mulai diupdate kalau sudah dapat kontrak dari Dreame, ya. :) Kalian penasaran? Wah, saya juga kepo. /digolok/. Note; Peachell adalah nama keluarga Theo.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD