Seorang Pembunuh?

1155 Words
Katarina merasa agak nyaman. Ia malah tanpa sadar melanjutkan percakapan yang seharusnya tidak terjadi. “Aku tahu, hanya saja, bau ini seperti … ini seperti kau menyimpan mayat di belakang sana yang mulai membusuk.” Sebenarnya ia melontarkan kalimat ini untuk sekadar candaan, bahkan ekspresi wajah dan nada bicaranya juga dimaksudkan untuk candaan juga. “Kenapa kau bisa tahu?!” tanya Erick yang nada bicaranya agak keras. Ia seperti ketahuan telah melakukan kejahatan, ia tampak begitu serius saat ini. Katarina sendiri langsung kaget karena ia tak berharap bahwa Erick akan menanggapinya seperti ini. “Permisi?” tanyanya yang kini mulai merasa tak nyaman. Kenapa dengan pria ini? Kenapa bisa reaksinya malah seperti ini? Jujur saja perasaan Katarina yang tadinya tenang dan riang segera berubah seketika tatkala mendengar hal ini. Katarina berharap bahwa Erick akan meralat perkataannya, meski tetap saja itu tidak membantu mengubah perasaannya yang saat ini benar-benar tidak nyaman. “Aku pikir aku sudah menyamarkan baunya. Tapi sepertinya bau mayat manusia itu terlalu kuat.” Erick lanjut berbicara, ia memandang ke depan saat mengatakan kalimat itu, nadanya masih serius. Jujur saja Katarina mulai gemetaran mendengar akan hal ini. Ia benar-benar tidak mau mendengar kelanjutannya apabila ini bukanlah lelucon lain yang pria itu lakukan. “Apa yang kau bicarakan? Kau … maksudmu di sana ada mayat sungguhan?” tanya Katarina yang benar-benar gugup dan mulai merasa ketakutan dengan percakapan ini. Ia berusaha bersikap setenang mungkin, tapi usahanya gagal, ia yakin sekarang ekspresinya ketakutan. Kenapa bisa pria ini mengatakan kalimat itu. “Telanjur dibahas. Aku tidak akan menutupinya.” Kalimat yang diucapkannya terdengar semakin lebih menakutkan lagi. “Aku akan memberi tahumu, bau ini adalah mayat pemilik mobil ini, aku mencurinya.” “Apa?!” tanya Katarina dengan nada yang jelas dan keras karena ia terkejut. “Aku mencuri mobil ini setelah membunuh pemilik aslinya, aku lupa membuang mayatnya samapai beberapa hari sudah berlalu sejak kematiannya.” Erick memperjelas maksud dari ucapan sebelumnya. Jantung Katarina berdetak semakin kencang merasakan sensasi ketakutan yang amat besar saat mendengar kalimat itu. Pria ini ... pria ini adalah seorang pembunuh? Bagaimana bisa ia menumpang pada mobil yang salah. Kenapa juga ia malah sangat kebetulan bertemu dengan penjahat sepertinya. “Aku hanya bercanda.” Pria itu langsung tergelak. Ia tertawa lepas seolah berhasil mengerjai Katarina, korban yang sangat sukses dibuat ketakutan olehnya. Mendengar itu, Katarina merasa bahwa pria ini tidak bercanda sama sekali, entah mengapa perasaannya tiba-tiba berubah merinding, ia begitu tidak nyaman dengan apa yang dirasakannya. Reaksi pria itu tadi begitu alami ketika ia menebak bahwa di dalam mobil ini ada mayat. Entah kenapa ia malah merasa amat yakin bahwa pria ini sedang tidak bercanda saat mengatakan kalimat sebelumnya. Meski begitu, sebagai tanggapan diri, Katarina pura-pura tersenyum yang tampak sangat dipaksakan, ia benar-benar merasa tidak nyaman hanya dengan kalimat itu saja. “Perempuan, kau tampak ketakutan,” ucap Erick ketika ia berhenti dari tawanya. Ia memandang bingung saat melihat ekspresi Katarina yang tampak masih belum berubah meski ia sudah mengatakan bahwa yang diungkapkan sebelumnya adalah candaan. “Eh, benarkah? Aku tidak ketakutan.” Katarina berusaha memasang wajah senormal mungkin saat ini. “Kau percaya bahwa aku seorang pembunuh? Kau percaya kalau aku benar-benar telah membunuh sungguhan,” tukas Erick yang nada bicaranya mulai berubah, ia tampak dan terdengar mulai tak ramah seperti yang sebelumnya. Ia seperti seseorang yang tampak tidak terima dituduh atau difitnah telah melakukan sesuatu yang tidak dirinya lakukan. Katarina buru-buru menggelengkan kepalanya, ia berusaha agar pria ini tidak salah paham. “Tidak, tentu saja. Aku yakin kau hanya bercanda.” “Ya, memang.” Erick membalas dengan ketus, ia benar-benar tidak ramah kali ini. Katarina benar-benar menyesal sudah membahas topik ini. Padahal niat awalnya ia hanya bercanda saja berharap pria itu senang dan menilai dirinya cukup menyenangkan. Siapa sangka malah hal seperti ini yang terjadi. Firasat Katarina benar-benar buruk saat ini. Ada sesuatu di dalam dirinya yang mengatakan bahwa ia tidak boleh berlama-lama lagi berada di dekat pria itu, ia harus segera pergi. Karena memercayai insting dan memercayai apa yang dikatakan itu, maka Katarina segera ambil keputusan. “Omong-omong, bisa kau hentikan mobilnya?” pintanya secara tiba-tiba. “Kenapa?” tanya Erick yang bernada sinis tak ramah. Ia memandang sesaat pada Katarina sebelum kemudian kembali memandang jalan. Dalam hal ini, Katarina harus memilih kata-kata yang tepat untuk menjelaskan bahwa dirinya ingin pergi, tidak nyaman lebih lama lagi berada di dalam mobil itu. Ia harus memberi alasan masuk akal yang harusnya tidak sampai menyinggung pria itu. “Aku berubah pikiran, kurasa aku tidak jadi pergi ke Kota Coldwater.” Itulah alibi yang bisa Katarina pikirkan saat ini. Ia harap alasan itu sudah cukup kuat untuk membuat pria itu percaya dan mau menurunkannya di sana. Sayang sekali harapannya benar-benar hancur tatkala mendengar balasan dari pria itu. “Oh, tidak apa-apa, aku bisa membawamu ke kota selanjutnya.” Seolah tak paham dengan isyarat Katarina, Erick malah menjawab hal tersebut. Katarina segera menggelengkan kepalanya mengutarakan penolakan. “Tidak, terima kasih atas tawarannya, tapi sebaiknya aku turun saja.” “Tunggu sebentar. Kau takut padaku?” tukas Erick yang langsung pada intinya, ia tidak lagi bersikap pura-pura baik dan pura-pura tidak sadar dengan perasaan yang Katarina alami saat ini. Pria itu menoleh memelototi Katarina. “Ti ... tidak, tentu saja. Aku hanya berubah pikiran.” Katarina menyangkal, ia yang terkejut dengan perubahan tiba-tiba itu membuatnya agak gugup sehingga ucapannya agak terbata. “Kau pikir aku memang seorang pembunuh, bukan?!” sergah Erick dengan nada yang begitu keras membuat Katarina kaget. Pria ini benar-benar berubah menjadi sosok yang berbeda dari orang yang beberapa detik lalu berbicara dengannya. Bahkan wajahnya kini menampakkan kebengisan yang jelas, ini menandakan bahwa pria ini benar-benar merupakan seorang pembunuh yang berani mencabut nyawa orang tak berdosa untuk mencuri mobilnya. “Aku tidak ....” “Ya.” Erick menyela dengan nada dingin. “Kau memikirkan seperti itu karena penampilanku seperti ini.” Pria itu tampak semakin menakutkan setiap detiknya. Katarina sendiri sudah berusaha mundur karena merasa takut. “Maaf saja, tapi aku tidak.” Katarina menyangkal. “Aku memang pembunuh sungguhan!” Erick mengaku dengan lantang. “Apa?!” Katarina memang sudah menyangka akan hal itu, tapi mendengarnya secara langsung tetap saja membuatnya tak percaya. “Ya, aku akui itu dan sekarang aku tidak akan membiarkan dirimu pergi begitu saja.” Erick langsung mengeluarkan pistol lalu mengarahkan pada Katarina. Tentu saja hal ini sudah berada pada tahap yang berbeda dari lelucon sebelumnya. Pria ini memiliki pistol? Pistol sungguhan pula? Astaga, sepertinya aku telah salah menumpang. Orang ini benar-benar orang yang berniat buruk, kalau ini bercanda, rasanya tidak akan sampai berlebihan seperti ini. Itulah yang Katarina teriakkan di dalam benaknya, ia benar-benar tak percaya bahwa pria bernama Erick ini benar-benar menodongkan s*****a padanya. Tangan Katarina memegang pegangan pintu, ia berniat membuka pintu lalu meloncat keluar. Daerah ini masih hutan, ia bisa pergi. Tapi ketika melirik jalan, ia melihat bahwa Erick semakin kuat menginjak pedal gas, mobil ini melaju terlalu kencang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD