Never be Us (1)

1586 Words
Friska POV Aku berjalan cepat kearah gerombolan teman kerja ku yang masih asik bercanda di kafe yang sudah di booking untuk acara kantor. Aku melihat pria itu datang, maka dari itu aku harus cepat pergi dari sini sebelum hal yang tak kuinginkan terjadi. "Guys, aku pulang dulu, ya. Udah malem, kasian Owi belum makan." Aku berpamitan kepada teman ku yang sedang tertawa bersama teman yang lainya, aku tak berbohong jika kucingku-Owi belum makan, karna ia hanya ku beri makan dry food dari mesin otomatis yang bisa ku kendalikan dari smartphone, Owi pasti sudah tak sabar ingin makan daging ayam yang sudah kubelikan tadi pagi. "Buru-buru amat, masih jam 9 loh." "Iya, kasian kucing ku sendirian di rumah." "Yaudah deh, hati-hati, ya." Setelah selesai berpamitan, aku berjalan cepat keluar dari kafe menuju halte yang kebetulan bus nya baru datang, kemudian aku pun duduk dengan nyaman di kursi penumpang bus sambil bernafas lega. Sebetulnya aku tak akan menghindar seperti ini jika saja respon yang ia berikan kepadaku tak menyakiti hati, namun sepertinya aku terlalu berharap, aku terlalu berangan-angan sampai lupa bahwa seharusnya aku tak jatuh hati dengan nya. Setelah beberapa menit berada di bus, aku menyebrang jalan menuju apartemen ku, aku sesekali menunduk kepada orang yang kutemui, memasukkan password apartemen ku lalu membuka pintu dengan seruan semangat memanggil kucing kesayanganku. "Owii..... Aku pulang... " Teriakan semangat ku dibalas dengan suara menggemaskan Owi yang membuatku menciuminya hingga ia marah. Owi memang pemarah, ia tak suka jika terlalu lama di sayang-sayang, namun aku sangat gemas hingga menerima saja jika lengan ku sudah membekas gigitan nya lagi. "Kamu pasti pengen makan daging ayam, kan? Yuk, makan." Ajak ku. Setelah itu aku membuatkan makanan untuk Owi dan diriku sendiri, malam semakin larut, aku mematikan TV lalu berjalan menuju kamar untuk beristirahat setelah seharian bekerja. ****** Aku beberapa kali menghembuskan napas dan mengeluarkan nya dari mulut untuk mengurangi kegugupan yang sejak tadi menghantui ku. Bersembunyi sebentar di toilet untuk menghindari keramaian di meja kantorku, seluruh tim ku sudah berkumpul bersiap untuk mempresentasikan hasil kerja kami selama 5 bulan terakhir. Aku tak ingin mengacaukan semuanya hanya karna urusan pribadi, hal seperti inilah yang tak kusukai dari jatuh cinta, apalagi dengan orang yang berada di sekitar lingkungan mu. Sangat mengganggu kegiatan, membuat semua kacau sekaligus membuat pikiran ku terjerat hal-hal yang seharusnya tak aku pikirkan. 'Perasaanmu sesungguhnya mengganggu saya, awalnya memang saya bisa abaikan tetapi lama kelamaan hal itu membuat saya terganggu.' Ucapan lelaki itu kembali memenuhi pikiranku, seharusnya aku tak perlu seheboh ini dengan ekspektasi ku sendiri, toh ia juga tak peduli dengan perasaanku. Aku yang terlalu sering menipu diriku sendiri, merugikan diri sendiri dengan merasa gugup di depan nya sedangkan ia saja tak menolehku sama sekali. Membenahi penampilan, aku berjalan keluar dari toilet dengan langkah pasti dan wajah datar, aku tak akan terpengaruh lagi dengan nya. "Kita menuju ruang meeting sekarang." Perintah ku kepada teman kantor yang merupakan tim ku. ****** "Peningkatan penjualan produk yang kami buat bisa dilihat dari bulan Juli sampai September, selera konsumen terus menaik setelah kami membuat inovasi baru dengan produk ini.... " Aku berbicara di depan para petinggi dan investor perusahaan dengan percaya diri, sebagai ketua tim, aku ingin semua yang sudah dikerjakan harus berakhir mulus, maka dari itu tak heran jika tim ku selalu menjadi devisi favorit yang sering menerima penghargaan dan bonus dari atasan. Semua perhatian orang terfokus kepadaku yang sedang menjelaskan hasil kerja tim ku, setelah beberapa waktu berlalu kini aku sudah akan mengakhiri presentasi ku dan akan di lanjutkan oleh tim lain. "Selamat pagi, semua. Saya Bella... " Semua orang yang berada di ruangan meeting itu menjawab salam dengan semangat, sedikit berbeda dengan respon yang mereka berikan kepadaku ketika mengucapkan salam pembukaan. Tentu saja mereka tidak buta membedakan wanita cantik dengan wanita sederhana seperti ku, dari segi paras saja sudah membuat mereka menoleh malas dengan ku, sedangkan dengan Bella, mereka tidak akan memalingkan pandangan mereka kecuali bola mata mereka keluar dari tempat nya. Kejam memang, tapi aku sudah muak dengan dengan sikap mereka yang selalu membedakan sikap terhadap wanita yang cantik dan wanita biasa seperti ku. Dari awal aku bekerja disini pun, aku sudah banyak mendapat sikap diskriminasi yang lama kelamaan membuat ku malas berbaur dengan mereka, aku tak pernah mempunyai teman yang benar-benar dekat dan aku pun tak berusaha dekat dengan mereka. Aku hanya akan bergaul jika ada kepentingan seperti acara kantor di kafe kemarin sambil membahas kepentingan materi meeting. Jika tidak, aku lebih memilih mendekam di apartemen ku yang nyaman sambil memeluk kucingku-Owi. Dua jam berlalu, meeting pun selesai. Aku keluar dari ruang meeting dengan napas lega karna sudah melaksanakan tugas ku menyampaikan materi meeting, aku tak meng-iyakan ajakan mereka untuk makan bersama di kantin kantor yang baru selesai di renovasi, aku tak tertarik berbincang apalagi bercanda bersama dengan mereka. ****** "Loh, Ibu Kemala? Kok Ibu disini?" Tanya ku kaget. "Saya kangen sama kamu, kamu nggak pernah jenguk ke rumah sakit semenjak ketemu sama Tommy." Aku hanya meringis mendengar nama laki-laki itu. Tommy, atasan ku di kantor itu merupakan orang yang kusukai secara diam-diam selama ini, namun hanya karna sifat jahil teman kantor ku yang tak ku kenal baik dengan lancang dia membuka aplikasi catatan yang ada di handphone ku dan mengacaukan segala nya. Mereka membuka suara dengan keras bahwa selama ini aku menyukai lelaki itu, meskipun pada saat itu kami hanya berkumpul bersama satu tim saja dan tak ada lelaki itu, namun ternyata hal itu sampai juga di telinga Tommy. Aku pikir dengan kesempatan itu bisa ku gunakan untuk mengungkapkan perasaan ku. Memang benar aku sudah mengungkapkan perasaan ku kepada Tommy, namun dia semakin menghindariku dan menganggapku kuman yang harus ia hilangkan cepat dari pandangan nya. Maka dari itu, dia tak perlu repot-repot menghindariku, aku pun akan dengan senang membantunya dengan menghilang segera dari pandangan nya. Kembali lagi dengan Bu Kemala, beliau adalah orang yang kujumpai pada saat aku sedang mengunjungi Ayahku di Rumah Sakit Jiwa. Hubungan ku dengan Ayahku memang tak sebaik itu, namun aku berusaha mengenyahkan dendam yang terus ada di dalam hati demi merawat Ayahku, meskipun aku hanya mampir kesana 2 hari sekali tapi aku selalu menyempatkan untuk menghabiskan sore bersama dia. Singkat cerita aku bertemu dengan Bu Kemala pada saat ia sedang tersesat di dalam lift rumah sakit, aku pun dengan senang hati membantu, namun sepertinya Bu Kemala berniat melarikan diri dari sana. Aku tak bisa berbuat banyak, yang kulakukan hanya membujuknya untuk mencari ruangan nya dengan dalih membantu ia beberes pakaian untuk pergi dari sana. Namun aku menemukan secarik kertas bertuliskan nomor handphone seseorang, tanpa pikir panjang aku pun mendial nomor tersebut dan ternyata dia adalah Tommy. Aku tak tahu bahwa dunia bisa sesempit ini. Setelah kejadian itu, Bu Kemala sering mengajak ku mengobrol ketika aku mengunjungi Ayah ku, tentu saja aku tak menolak, namun sepertinya hal itu disalah pahami oleh Tommy, lelaki itu mungkin menganggap bahwa aku berusaha meluluhkan hati Ibu nya agar bisa bersanding dengan nya. Padahal jika bisa pun aku tak akan melakukan nya, terlalu memuakkan mendengar respon jijik nya terhadap ungkapan perasaan ku dulu. "Saya beberapa hari ini sibuk, mungkin sabtu besok saya akan kesana." Jawabku. Aku mempersilahkan masuk Bu Kemala ke dalam apartemen ku, perempuan paruh baya itu ditemani oleh asisten pribadi nya yang hanya diam tak mengeluarkan satu patah kata pun. "Bu Kemala sehat?" Tanya ku dengan senyum hangat. Aku tak tahu apa yang membuat perempuan lembut seperti Bu Kemala ini bisa berakhir di rumah sakit jiwa, entah siapa yang sudah menyakitinya hingga beliau bisa seperti ini. "Ibu sehat, tapi kamu nggak pernah jengukin ibu lagi." Akhir Bu Kemala dengan ekspreksi merajuk. "Friska sedang banyak kerjaan, Bu." "Apa kamu nggak nyaman gara-gara Tommy? Ibu lihat kamu seperti tak akur dengan dia, padahal kalian kan baru bertemu." Tebakan Bu Kemala memang tak salah, tapi akhir-akhir ini juga pekerjaan yang menumpuk tak menyempatkan ku untuk pergi dari apartemen. "Bukan begitu, Bu. Saya memang ada pekerjaan yang mengharuskan saya fokus agar cepat selesai dan bisa menjenguk Ibu lebih lama." Bujukku. "Yaudah kalau gitu, hari ini Ibu nginep disini, ya." Aku membolakan mataku mendengar kalimat yang keluar dengan mudah dari mulut Bu Kemala, aku tak ingin mempunyai urusan yang panjang dengan lelaki itu tapi Ibu nya malah mempersulit semuanya. "Nanti baju Ibu biar diantar sama Tommy kesini." "Eh, Ibu nggak papa sama anak Ibu menginap di tempat saya?" Tanya ku memastikan. Aku tak bisa mengatakan nya dengan langsung jika aku tak ingin beliau menginap namun semuanya menjadi semakin rumit saat Bu Kemala melakukan segala sesuatu dengan sesuka hati. "Apartemen kamu nyaman sekali, sama dengan kepribadian kamu yang bisa membuat saya nyaman dengan sifat baik kamu." Puji Bu Kemala. Aku hanya tertawa kecil mendengar pujian Bu Kemala, di kepala ku hanya memikirkan bagaimana cara nya menggagalkan rencana Bu Kemala agar tak menginap disini. Ting... Jantungku berdetak dengan cepat ketika mendengar bel apartemen ku berbunyi. "Pak Tommy, Ibu sedang di dalam." Asisten pribadi Bu Kemala memberitahukan keberadaan beliau. Gawat, lelaki itu disini. Sungguh hari ini sial sekali. Tatapan tajam Tommy menghunus ku membuat aku terdiam kaku mencoba mengalihkan pandangan ku kearah lain, sebelum ia salah paham, maka aku akan meluruskan terlebih dahulu. "Saya tidak memaksa Bu Kemala untuk datang kesini, anda jangan salah paham terlebih dahulu." "Tommy, Ibu mau nginap disini, ya, nak. Ibu bosan di rumah sakit terus, Ibu pengen deket sama Friska." Lelaki itu masih belum membuka suara, namun kata-kata yang keluar dari mulut lelaki itu seolah membuat dunia ku semakin hancur. "Baiklah, kalau Ibu pengen menginap disini, maka Tommy pun akan menginap disini juga." Lelaki itu pasti sudah gila. Bersambung......
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD