2. Dua

1160 Words
Saat sampai di depan sebuah restoran, seekor anjiing kecil seperti dibuang oleh pemiliknya. Nastya yang sangat menyukai anjiing memilih untuk melihat dan ingin membawanya pulang. Akan tetapi, langkahnya terhenti karena Sam menarik tangan Nastya. “Apa yang kau lakukan? Kau ingin memungut anjiing itu?” tanya Sam. “I-iya … ia sangat lucu dan aku merasa sangat kasihan,” ujar Nastya. “Tidak! Kau tahu jika aku tidak menyukai hewan itu.” “Baiklah, setidaknya aku ingin menolongnya, Sayang,” ujar Nastya memelas. “Tetapi saja kau akan menyentuh hewan itu!” “Sam, ayolah! Ia sama saja dengan kucing milikmu,” ujar Nastya. “Tidak! Mereka berbeda, dan mereka selalu bermusuhan!” “Astaga! Kau ini!” Akhirnya Nastya mengalah dan memilih untuk masuk ke dalam restoran. Sam memesan makanan yang biasa mereka pesan di sana, dan tanpa bertanya pada kekasihnya. Sementara Nastya selalu saja menurut pada Sam yang begitu posesif. “Sam, aku membutuhkan beberapa obat untuk meraciknya.” “Apa persediaan di klinik mulai habis?” “Ya, karena banyak yang datang dengan kasus yang sama. Kucing mereka mengalami masalah pada pencernaan dan juga FIV.” *FIV : Feline Immunodeficiency Virus : penyakit ini bisa menyebabkan sistem kekebalan tubuh kucing menjadi sangat lemah. “Baiklah, aku akan memesankan obat seperti yang sudah kau berikan padaku.” “Ya, aku akan menunggu. Jangan lupa untuk memberikan gaji pada Analis.” “Ya, aku tahu. Maaf jika aku lupa untuk mengirimkannya padamu.” “Aku tahu kau pasti sangat sibuk, akan tetapi … sebaiknya kau mulai memperhatikan klinik, Sam,” jelas Nastya. Setelah beberapa menit percakapan itu, pesanan mereka datang. Nastya melahap makanan itu hingga habis tidak tersisa. Ia terburu-buru karena panggilan dari Helga yang mengatakan jika ada kucing yang tengah dalam kondisi kritis. “Sam, kita harus segera kembali!” ajak Nastya. “Aku tahu.” Ke duanya berlari keluar dari restoran, sebelumnya … Sam sudah meninggalkan bill di meja. Masuk ke dalam mobil, Sam melajukannya dengan cepat sampai di klinik. Lagi … Nastya berlari masuk dan menghampiri Helga. Melihat kondisi kucing yang sudah mengalami kejang, membuat Nastya segera meraih sarung tangan, lalu  menyuntikkan cairan untuk menghilangkan racun yang masuk ke dalam tubuh kucing itu. “Helga, cepat ambil obat yang ada di sana.” Helga dengan segera mengambil obat yang Nastya minta. Wanita itu selalu bekerja dengan baik, seperti tahu apa yang dirasakan para hewan yang masuk ke dalam klinik itu untuk diobati. “Baiklah … ia akan bertahan, kau hanya perlu memasang infus pada kakinya,” ujar Nastya. Setelah selesai, Nastya membersihkan tangan. Ia masuk kembali ke dalam ruang kerja, dan menemukan Sam yang masih duduk di sana menunggu dirinya. “Kau masih di sini?” tanya Nastya. “Ya, kenapa?” “Tidak! Aku pikir kau akan kembali ke kota.” “Sayang, kita sudah satu minggu tidak bertemu. Apa kau tidak merasakan rindu?” “Aku merindukan dirimu, Sam. Hanya saja, aku mengerti dengan kesibukanmu di luar sana.” “Kau memang kekasih yang sangat pengertian.” Ke duanya duduk, dengan Nastya yang menyandarkan kepalanya pada bahu Sam. Mereka pun melepaskan rindu dengan duduk bersama dan saling bermanja. Cukup lama mereka bersama, sampai lagi-lagi Helga memanggil Nastya untuk memberikan izin pada kucing bernama Noe. Nastya menghampiri pemilik kucing itu, dan menjelaskan mengenai kesehatan Noe padanya. “Terima kasih karena sudah menyembuhkan Noe, aku tidak tahu lagi harus berbuat apa jika Noe sakit,” ujar pemilik kucing jantan itu. “Sama-sama, jangan ulangi dengan memberikan makanan yang tidak cocok menurut medis.” “Baiklah, aku tidak akan mengulanginya lagi.” Setelah itu, Roman pemilik kucing jantan itu melangkah pergi dari sana. Jam sudah menunjukkan pukul lima sore. Nastya kini harus bersiap untuk pulang ke rumahnya. Hanya saja, Sam menahan Nastya dan mengajaknya untuk pergi ke suatu tempat. “Sayang … aku ingin mengajakmu berkeliling.” Diam dan menurut, begitulah Nastya jika Sam sudah berkata atau mengajak dirinya pergi. Dengan mobil mewah milik Sam, ke duanya berkeliling di wilayah Denali, Alaska. Jumlah penduduk di sana memang tidak sebanyak di kota, akan tetapi … Nastya sangat nyaman tinggal di kota kecil itu. Wilayah Denali sering kali terlihat banyak memiliki musim dingin daripada musim panas. Karena salju selalu menutup jalanan kota. pemandangan pohon pinus yang tertutup salju, membuat kota itu sangat dingin dan terlihat tenang. Ya … kebanyakan penduduk di sana akan berdiam diri di dalam rumah jika tidak bekerja. Tetapi, jika ada sinar matahari yang muncul, ada banyak anak kecil yang bermain di depan halaman rumah mereka. “Sam, kota ini begitu indah dengan salju. Apa kau yakin ingin pergi dari kota ini?” tanya Nastya. “Kita memang dibesarkan di sini, Sayang. Akan tetapi, aku ingin sekali beradu nasib di Amerika sana.” “Baiklah, jangan lupakan aku jika kau sudah ada di sana.” “Hahaha, tenang saja. Aku akan membawamu ke sana, Sayang.” “Tidak, Sam! Kau tahu jika aku tidak akan keluar dari Denali,” tolak Nastya. Wanita itu memang tidak pernah keluar dari kota Denali sejak dulu. Nastya begitu nyaman di sana, dan enggan melihat dunia luar. Entah kenapa … seperti ada yang menahan dirinya di sana. “Sayang, ayolah! Apa kau hanya akan di sini? Kau tidak ingin melihat besarnya kota Amerika?” “Tidak, aku cukup melihat dari televisi yang ada di rumah untuk menyaksikan gedung putih maupun lainnya.” “Nastya, aku tidak bisa berjanji akan terus bertahan jika kau masih keras kepala seperti ini.” “Sam … jangan mulai!” Ciitt … Pria itu menginjam rem dengan mendadak, dan membuat tubuh Nastya sedikit tersentak. Nastya melepaskan sabuk pengaman, dan memilih untuk keluar dari mobil itu. Brak!” “NASTYA!” teriak Sam. Nastya tidak menghiraukan teriakan itu, ia justru berjalan kembali ke rumahnya. Meski jarak yang terlalu jauh. Tetapi Nastya sudah terbiasa berjalan kaki melewati jalanan yang berada di tepi jurang. Sampai di mana Nastya ada di hutan pinus, dan ia berada di tengah hutan itu. “Kenapa aku ada di sini?” tanya Nastya pada diri sendiri. Wanita itu terlihat takut, meski ia tahu arah jalan pulang. Akan tetapi … suara lolongan serigala yang tinggal di sekitar wilayah itu membuat Nastya sedikit takut. Sampai akhirnya Nastya terus berjalan menuju ke arah rumahnya. Sebelum keluar dari hutan itu, Nastya melihat ada yang bergerak di balik semak-semak yang tertimbun salju. Srak … “Apa itu? siapa di sana?” tanya Nastya. Suara itu seperti ada seekor anjiing yang tengah terluka. Nastya perlahan berjalan mendekati semak-semak, sampai terlihat wajah anjiing yang sudah lemas diatas salju. “Astaga! Kau kenapa?” tanya Nastya. Nastya memberanikan diri untuk menolong anjiing itu, dengan menyentuhnya secara perlahan. Tubuh anjiing itu cukup besar, dan Nastya akan merasa kesulitan membawanya. “Kakimu terluka, apa kau bisa berjalan?” Tidak ada jawaban, anjiing itu justru merebahkan kepalanya di atas pangkuan Nastya. “Kau memiliki nama?” tanya Nastya. Nastya melihat ke sekitar leher anjiing itu, dan menemukan sebuah kalung yang bertuliskan nama. “Kashgar?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD