Part 2. Good Samaritan 2

1455 Words
"Aku tak pernah berpikir akan menikah..." aku mengucapkan itu ditengah kota Nice di minggu siang penuh matahari. Duduk diantara semilir angin hangat laut Mediterranean di Le Pengoir, sebuah restaurant menakjubkan di tepian tebing pantai La Riviera, Nice, France. Hanya sekitar 20 menit dari Monaco Beach Hotel. "Kenapa ..." pertanyaan yang pendek tapi penjelasannya terlalu rumit untukku. "Mungkin karena aku terbiasa melihat pernikahan adalah sesuatu yang rumit, menyakitkan dan ... mahal." Aku tertawa, karena aku adalah Charlotte Blaine, pengacara perceraian paling berhasil di London. Aku dan timku selalu berhasil memenangkan banyak kasus tuntutan klienku dengan nilai perceraian paling fantastis di Inggris. Dan perjalananku ke Monaco ini adalah bonus karena aku baru saja memenangkan kasus pembagian kekayaan paling fantastis tahun ini, Ian Scotia dan Maria Schwartz, menikah 20 tahun dengan nilai kekayaan diatas kertas 500juta euro. Bukankah pasangan-pasangan ini aneh, mereka menikah penuh cinta dan kemudian saling menyewa pengacara untuk saling menghabisi satu sama lain di pengadilan dengan berbagai drama menyertainya. Pernikahan hanyalah omong kosong bagiku. Cinta adalah itu tidak ada, itu  hanya pengaruh sebuah sebuah  hormon yang beredar ditubuhmu dan membuat otakmu sedikit kehilangan rasionalitas bahkan fungsi fisiologismu menjadi tidak normal. Bahkan Ibuku membenci mantan suaminya dan berjuang sendiri membesarkanku. Jadi apa yang harus kupercayai. Sebuah cerita Cinderella? Dari pertama aku mendengarnya aku tahu itu hanyalah dongeng pengantar tidur. "Well, bisa jadi kau benar..." Aku tersenyum pada pria didepanku saat dia menyetujuiku. "Untuk cinta yang tak realistis bagi kita. Mari kita menertawakannya." Aku mengajak toss champagne. Ethan tertawa dan menyambut toss ku. "Tentu saja, untuk cinta yang membinggungkan, dan... mahal ...." kami berdua tertawa ketika gelas kami berdenting. "Dan siapa Joshua yang kau sumpahi semalam sebagai bastard..." pertanyaan lanjutan itu membuatku terbatuk. Dan dia menyeringai lebar. "Well, dia hanya teman yang tak tahu diri..." aku menolak membicarakan partner pria sialan itu. "Bagaimana kau sendiri, apa yang membuatmu terdampar sendirian di Monaco, kau single atau menikah." "Aku belum menikah, aku sering binggung menilai kalian wanita... Mungkin itu sebabnya aku terdampar di Monaco sendirian, dan aku sudah melewati banyak fase untuk percaya sebuah kata cinta. Dulu aku mempercayainya, sekarang kupikir bagiku cinta itu realistis, s*x, status, kenyamanan dan sebuah dorongan untuk menguasai sesuatu." Aku mengerti, pria ini telah banyak bertemu gold digger cantik, sehingga mungkin dia sekarang terlalu ahli untuk dibodohi. "Hmm... , wanita cantik dan kebutuhannya. Itu yang kau maksud bukan." Aku tertawa, pria kaya itu punya dua mata pedang. Dia mudah mendapatkan siapapun, tapi disisi lain itu karena nominal yang tertulis di dirinya, para wanita menyebutnya realistic love. Tapi mungkin mereka menyebutnya "gold digger". "Ketika mereka tahu siapa aku, gadis-gadis  itu mengerumuniku. Berharap aku membawa mereka, semurah itukah mereka tertarik pada dollar, kadang aku sengaja memanfaatkan mereka, tapi itu adalah kesalahan mereka sendiri. Mereka miskin idealisme dan penghargaan atas siapa diri mereka. Maaf aku tidak menyinggungmu, aku tidak berkata semua sama, hanya aku banyak menemukan hal seperti itu." "Aku mengerti apa yang kau maksud, kau tidak salah... Some hottie out there uses that tenses to make sure a good life or a  proper life, they  call it realistic but sometimes they just to lazy or maybe ...to smart.**" Aku tersenyum sambil menyesap champagneku. Mengalihkan pandanganku ke garis horizon laut luas yang terbentang di depan kami. Laut selalu indah, warna birunya selalu mempesona. Jika mungkin ayahku tak meninggalkan Ibuku, aku akan punya kehidupan berbeda dari ini. Aku tak bakal terlalu keras pada diriku sendiri, atau sebuah hubungan. Kadang ini melelahkan, tanpa tempat bersandar. Berusaha bersikap tegar, menjadi super woman yang dikagumi dan tak tersentuh. Sometimes, I just need some friend to lay down. Someone I trust with all my heart. ** "Tempat ini sangat indah, terima kasih mengajakku kesini." Aku tersenyum sementara mata coklat gelapnya menatapku. "Terima kasih sudah menemaniku hari ini. Setidaknya aku punya teman bicara yang baik." "Apa aku bicara sesuatu yang memalukan semalam padamu... " Ethan tersenyum kecil. "Rahasiamu aman padaku Charlotte... orang mabuk mengatakan hal-hal yang tidak mereka sadari, bahkan mereka cenderung menyangkal itu. Tak apa untuk mengakuinya sesekali." "Aku memalukan semalam bukan.... ?" "Must be hard sometimes, I get it." Sebuah kalimat yang membuat mataku panas. Itu sebuah kalimat sederhana yang membuat emosiku bergejolak. Memukul kesadaranku. Entah kenapa tiba-tiba  aku menjadi cengeng sekarang. Sebutir air mata bergulir. Joshua sialan itu membuat liburanku menjadi tangisan, aku membencinya. Membuatku disini tidur seranjang dengan pria asing yang bahkan aku tak tahu namanya. "Hei, kau baik-baik saja.... " Aku dengan cepat menghapus air mataku. Tetap saja butir ke dua merembes disisi lain. Dia pindah ke sampingku. "I'm sorry... I must be out my mind." Aku mengalihkan pandanganku darinya dengan cepat. Pria asing ini melihatku menangis. Bahkan Ibuku tak pernah melihatku menangis, karena aku tak mau dia bersedih untukku. "Charlotte... here ..." dia memberiku tissue.  "please don't cry, people will hate me and will make me jump to cliff down there since I look like a badguy. You can slap me in the face right now, but please don't cry." ** Aku  langsung tertawa. Dia mengelus punggungku. Aku memandangnya, dia pria yang baik . Orang asing ini, teman tidurku semalam. Setidaknya dia bukan orang yang meninggalkanku begitu saja. "Thanks, kau tidak perlu melakukan semua ini. Tapi kau membawaku kesini, kau bisa saja meninggalkanku dikamarku sendiri setelah selesai. Dan bahkan aku tak tahu apa yang terjadi... aku memang kacau." Dia tersenyum. "Semalam, tidak ada apapun terjadi. Aku tak mau memperkosa wanita mabuk, itu bukan gayaku." Giliranku tercengang. "Apa ... " "Kau hanya memuntahi bajumu sendiri dan langsung tidur dengan pulas, setelah puas minum dan meracau hal-hal sedih, kita bahkan tak tidur seranjang, aku tidur di sofa. Kau akan baik-baik saja. Jika itu bisa membuatmu lebih baik. Aku mengganti bajumu, melihat sedikit... cuma itu yang terjadi." Aku tak bisa bicara sekarang, aku hanya menatapnya. "Kenapa kau tak bilang dari awal ..." "Aku hanya suka ekspresi binggungmu. Itu lucu menurutku." Dia tertawa. Aku memukul lengannya. "Jadi kau hanya Samaria** yang baik hati..." "Well, itu pujian. Terima kasih sudah memujiku dengan tulus... " Senyumnya terkembang dan sebuah detakan aneh dijantungku untuk pria asing didepanku ini. Sayang sekali, tapi kami tidak akan bertemu lagi. Dia bisa jadi teman cerita yang baik. "Sudah hampir jam empat, aku akan mengantarmu ke airport. Aku akan membayar billnya dulu." "Biarkan aku yang membayar ..." bagaimanapun aku berhutang kepada penolongku ini. "Tidak, kau tak ingat aku Samaria baik hati, dia juga memberi makan pasiennya ... Izinkan aku berbuat satu kebaikan lagi padamu sebagai orang asing." Aku tertawa lepas. Kubiarkan Ethan membayar. Kami sampai di airport dengan mobil sewaannya, sepanjang jalan kami pembicaraan kami mengalir dengan mudah. Akhirnya aku punya akhir liburan yang tidak begitu mengecewakan. Saatnya berpisah dengan orang asing yang baik hati ini. "Thanks Ethan,...aku harap kita punya banyak waktu lagi. Ini sore yang menyenangkan. Terimakasih sudah menghiburku. Aku senang bisa bertemu denganmu." Aku mengucapkan terima kasih dengan tulus. "Tentu, kita melewatkan waktu dengan penuh kesenangan. Aku harus mengatakan terima kasih juga untukmu." Kami berpandangan dan saling tersenyum. Terakhir  kalinya aku melihat orang asing ini. "Aku harus pergi... " "Aku akan bantu menurunkan kopermu." Dia dengan cepat membuka pintu bagasi. Aku berterima kasih sekali lagi dan menset pegangan koperku,  aku siap pergi. "Take care Ethan...Gos Bless You." Itu kata perpisahanku untuk Samaria baik hati ini. Aku mengulurkan tanganku untuk bersalaman. Tapi diluar dugaanku dia maju merangkul pinggangku dan mencium bibirku dengan cepat. Aku membelalak, dan jantungku berdetak dengan cepat. Ciuman itu tidak lama, tapi tak cukup waktu untukku untuk mengatakan apapun. "Pergilah, kau akan baik-baik saja. Jangan terlalu keras pada dirimu sendiri Charlotte. Itu ciuman perkenalan dariku." Ciuman perkenalan? "Apa maksudmu ...perkenalan...  " "Kau akan tahu nanti..." "Pergilah, atau aku akan membuatmu benar-benar  tidur bersamaku, jika kau tak pergi sekarang juga." Dia menyeringai lebar. "Jangan harap aku memberimu kesempatan seperti itu saat aku sadar." Aku berkacak pinggang dan Ethan langsung tertawa. "Aku tahu kau akan mengatakannya. Pergilah sebelum kau ketinggalan pesawat." "Baiklah, bye Ethan ...." "Bye Charlotte.... " Aku menatapnya sekali lagi. Tidak mungkin kami akan bertemu lagi. Walau mungkin akan menyenangkan bisa bertemu dengannya lagi.Kami hanyalah orang asing yang kebetulan bertemu. Selamat tinggal Ethan. 》》Some hottie out there uses that tenses to make sure a good life or a  proper life, they  call it realistic but sometimes they just to lazy or maybe ...to smart.**" Beberapa wanita cantik dikuar sana menggunakan keadaan mereka untuk memastikan hidup enak atau berkecukupan, mereka menyebut itu realistis tapi kadang mereka hanya terlalu malas atau mungkin terlalu pintar 》》 Sometimes, I just need some friend to lay down. Someone I trust with all my heart. ** Kadang, aku hanya ingin teman untuk bersandar. Seseorang  yang bisa kupercayai dengan sepenuh hati 》》 please don't cry, people will hate me and will make me jump to cliff down there since I look like a badguy. You can slap me in the face right now, but please don't cry."Tolong jangan menangis, orang akan membenciku dan membuatku terjun ke karang dibawah dana karena aku terlihat seperti orang jahat. Kau bisa menamparku sekarang juga, tapi tolong jangan menangis. ** Good Samaria / Samaritan in English. Kisah seorang dari suku yang asing yang memberi orang asing yang dirampok  tumpangan makanan dan pengobatan. Walaupun dia tidak mengenalnya
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD