Entah bagaimana bisa kuucapkan, tapi kalimatku sudah terlanjur meluncur. Raihan terkejut, tentu saja. Begitupun aku, yang terkejut dengan diriku sendiri. Keberanian yang berkurang? Bukannya ini terlalu berani. Setelah selesai membantu menyiapkan makan siang aku kembali ke kamar. Raihan tampak sedang menungguku. Pelan kututup pintu. Aneh saja rasanya membuat kejutan yang berbeda dari biasanya. "Jadi, apa sebenarnya rencanamu?" Aku berdeham. "Ke dokter yang Kak Neli sarankan." "Sungguh untuk program hamil? Sangat masuk akal. Bicara berdua saja kita sudah seperti perang, bagaimana bisa punya bayi?" "Memangnya kamu pikir aku mau?!" "Tadi? Aku belum tuli." Entah mengapa dia marah. "Kamu marah?" Raihan menarik napas, "Aku akan tenang. Sabar." Raihan tersenyum memaksakan sudut bibirnya te

