3. Masih aman

1563 Words
"Loh bun, Momok mana?" tanya Mochtar ke arah sang istri. Nulani menoleh ke arah sang suami. "Momok belum turun juga?" tanya Nulani bingung. Mochtar mengerutkan keningnya, ia bertanya pada sang isteri, tetapi sang isteri juga balik bertanya kepadanya. Mereka akan segera makan malam, semua anggota keluarga harus ada. Gilan dan Gea sudah duduk manis di kursi mereka masing-masing. Sedangkan Agil baru saja keluar dari kamarnya, ia baru selesai mandi. "Memangnya Momok ngapain dikamar, Bun?" tanya Mochtar. Agil mengambil tempat bagiannya di meja makan. "Itu loh Yah, tadi Momok ngaji sama sholat," jawab Nulani. "Hah?!" cengo Agil dan kedua saudaranya. Mochtar terpana. "Ah, yang benar, Bun?" tanya Mochtar. "Iya ayah, benar kok, tapi kok sampai sekarang Momok belum keluar juga yah?" ucap Nulani. "Gea, ayo panggilin kakak kamu, suruh turun lalu makan," suruh Nulani pada sang putri bungsu. "Iya Bun," sahut Gea. Gea berdiri dari kursi makannya dan berjalan ke arah kamar sang kakak perempuan. "Tumben yah si Momok sholat sama ngaji?" tanya Agil penasaran. Nulani dan Mochtar melirik sang anak sulung. "Nggak biasanya tuh, jangan-jangan dia lagi buat salah kali?" Celoteh Agil tanpa melihat ke arah sang bunda. "Nggak biasanya si Momok, pasti ada apa-apanya nih," penasaran Agil. "Ehm!" Nulani berdehem. Agil menghentikan celotehannya lalu mengarah pada sang bunda. "Kamu sendiri ngapain disini? Nggak sholat? Yang perlu dipertanyakan itu kamu, adik sedang rajin-rajinnya ibadah lah kamu malah pulang telat mulu, yang harus dipertanyakan itu siapa?" Nulani menyendir. Agil terdiam sambil menelan ludahnya, ia menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal. Mochtar hanya geleng-geleng kepala. ♡♡♡ "Kak Momok, turun yuk, bunda panggilin buat makan," panggil sang adik dari depan pintu kamar Moti. Tak ada respon. "Kak Momok, turun yuk, bunda panggilin buat makan nih," panggil sang adik lagi. Gea berdiri dengan sabar sambil memasang wajah manis. "Kak Moti, bunda panggilin di bawah," panggil Gea agak keras. Piiwww Cukup sudah, kesabaran anak yang baru memasuki remaja ini labil, Gea mencebik kesal sambil membuka pintu kamar sang kakak. "Ck, dipanggil-panggil nggak nyahut, nggak denger atau pura-pura nggak denger sih sebenarnya--," omelan Gea terhenti ketika ia masuk dan melihat sang kakak perempuan sedang serius dan khusyuk dalam berdoa. Gea mengerjab-ngerjabkan matanya. "Subhanallah, ini kak Momok? Manisnya," batin Gea terpesona pada sang kakak yang sedang berpose layaknya orang sedang berdoa. ♡♡♡ "Bun, kok Gea manggil Momok lama banget sih?" tanya Agil. Ia sudah tak tahan menahan lapar lagi. Seharian ini memang di sekolah tidak belajar dikarenakan insiden tadi pagi, namun ketika pulang sekolah, ia dan anggota gengnya, Shadow Rain berlatih bersama di ruang latihan Taekwondo. Ia pulang agak gelap ditambah jalanan macet. "Kakak, panggilin deh!" suruh Nulani pada sang anak tertua. Agil melirik Gilan yang sedang duduk di kursinya. "Kenapa lirik-lirik? Sana pergi! Disuruh bunda juga kok," ucap sang adik lelaki. Agil mencebikan bibirnya. "Siapa juga yang lirik kamu? Orang lagi lirik bunda kok," balas Agil. "Halah bohong, palingan pasti mau suruh aku lagi kan?" tuntut sang adik. "Sembarangan aja, nggak guna juga kok," cebik Agil. "Ehm!" Mochtar berdehem. Matanya menatap tajam ke arah ke dua anak lelakinya. Seakan tahu maksud sang ayah, kedua kakak-adik itu diam. "Agil panggilin Gea sama Momok dulu, Ayah," ucap Agil mencari alasan. Agil buru-buru berjalan naik ke lantai dua. Nulani baru saja dari dapur mengambil persediaan lauk lagi, ia sangat bersemangat, sebab hari ini putrinya terlihat rajin beribadah. "Agil udah pergi yah?" Nulani bertanya pada sang suami. "Sudah, Bun," jawab Mochtar. ♡♡♡ "Begini nih kalau suruh perempuan panggil perempuan, lama," celutuk Agil sambil berjalan ke arah kamar sang adik. "Momok--," suara Agil terhenti. "Sstt," Gea memberi isyarat pada kakaknya agar diam. Agil menutup mulutnya lalu melihat pada sang adik yang sedang terbalut mukenah berwarna merah marun. "Subhanallah, ternyata adik aku manis kalau dilihat pakai kerudung," gumam Agil takjub. Momok ini bukan gadis cantik seperti yang ada di golongan kanan atau gadis-gadis yang ada di SMA Socien, ia tipikal gadis yang serba pas-pasan jika dilihat pada tubuhnya. Tidak terlalu cantik, pintar, atau yang lainnya, ia malah cenderung anak rata-rata dalam kasus sekolah, otak pas-pasan nilai juga pas-pasan bahkan kurang. "Kakak, jangan ribut, jarang-jarang loh kak Momok bisa serius gitu dalam doa," bisik Gea pada sang kakak. Agil manggut-manggut tanda mengerti. "Eh, anak bunda manis banget kalau lagi sholat," celutuk Nulani dari arah belakang Agil. Agil mengangguk setuju. Mochtar kelihatan mengintip dari belakang sang isteri. Ia juga ingin melihat putrinya sang serba pas-pasan itu berdoa, jarang-jarang Moti berdoa serius begitu, kalaupun sholat itupun langsung buru-buru sudahan. "Ayah, minggir dikit dong, Gilan juga mau lihat kak Momok!" pinta Gilan. Mochtar berbalik pada sang anak. "Sstt," Gilan mencebik. "Ayah, ayah lihat deh, Momok kalau dilihat dari samping dengan mukena gini, manis yah?" tanya Nulani. "Iya, Bun," sahut Mochtar. ♡♡♡ "...ya Allah, ya Robb, ampuni hamba-Mu ini ya Allah karena telah berbuat dosa kecil namun berhasil besar nantinya dan yang untung saja belum terjadi hasilnya, berbohong itu memang dosa ya Allah, namun semua orang punya kekhilafan sendiri, ya Allah semoga saja Momok tidak ketemu dengan lelaki tadi juga ya Allah...ya Allah, Momok juga berdoa agar selalu lindungi Momok dari kejaran ketua geng Storm Rider ya Allah, tunjukilah yang mana wajah ketua Strom Ridernya agar Momok nggak ketahuan dan nggak ketemu-ketemu sama dia ya Allah, amin ya Rabbal alamin," doa Moti panjang lebar dalam hati. "Amin," Moti hendak berdiri dan berbalik ke arah pintu masuknya. "Haaa!" teriak Moti kaget. "Hoohh!" kaget Nulani dan Gea. "Ekhem!" Mochtar berdehem. "Loh, Bunda, Ayah, kak Agil, Gilan sama Gea ngapain berdiri di situ? Ngintip Momok lagi," tanya Moti. Mochtar dan kedua anak lelakinya memasang wajah cool. "Bukan ngintip Momok, ayah dan yang lainnya lagi nungguin Momok buat makan malam," sahut Mochtar. "Oh," Moti manggut-manggut. "Harus di situ yah?" bingung Moti. Nulani menarik napas lalu menghembuskannya. "Ayo turun makan malam, ehm Momok manis deh kalau kaya gitu," puji Nulani. Moti senyum malu-malu. "Ah bunda," ♡♡♡ "Ada apa kita disini?" tanya seorang anggota Storm Rider, Divan Pratama. "Apa mungkin pelakunya udah ketemu?" tanya Clira penasaran. Semua mata memandang ke arahnya. "Kau tau darimana?" tanya Clara. "Heh? Jadi benar kan pelakunya udah ketemu?" tanya Clira antusias. "Ish...," Clara mencebik ke arah Clira. "Sudah seminggu, dan belum ada kabar tentang itu, Ran sendiri masih di Paris," sahut Mustaf. Sekarang semua mata memandang ke arah Mustaf. "Kudengar juga Ran sedang menghadiri pertemuan antara pebisnis yah?" tanya Clara. Mustaf mengangguk. "Jadi, Ran belum balik juga dari Paris?" tanya Clara. Mustaf mengangguk. Datang seorang remaja lelaki berpenampilan modis dengan potongan rambutnya. "Hari ini kita kumpul di markas besar, Ran yang bilang," ucap Busran. "Apa dia sudah datang dari Paris?" tanya Clira. "Aku tidak tahu, tapi nanti jam 5 semuanya kumpul, jika tidak, resiko di tanggung sendiri, itu saja untuk hari ini, sekian dan bubar," jawab Busran. Ia berjalan meninggalkan markas kecil yang biasa mereka gunakan untuk rapat di sekolah. Semua anggota Storm Rider juga mengikutinya. ♡♡♡ "Storm Rider baru saja mengakhiri pertemuan mereka di markas kecil," ucap seorang gadis memberitahu pada rekan-rekan sesama anggotanya. Semua mata anggota Shadow Rain menoleh ke arahnya. "Maksud kamu Storm Rider baru saja rapat, Ris?" tanya Ussy. "Hm," Riska Mariska mengangguk. "Apa ada info penting lagi?" Cika bertanya. "Hm, sini," panggil Riska agar teman-temannya mendekat. Semua anggota Shadow Rain mendekat. "Memang kurang jelas infonya ada apa sampai mereka rapat tadi, tapi yang pasti selama satu minggu ini ketua mereka di Paris, dan nanti sore jam lima, mereka akan ke markas besar, ada desas-desus bahwa Aran Moch akan balik dan sekolah lagi di sini," bisik Riska. "Apa!" Semua anggota Shadow Rain terkaget. "Kenapa dia balik ke sini lagi? Bukannya dia sudah sekolah di Berlin?" Mali bertanya. "Aku tidak tahu tentang itu," sahut Riska cepat. "Kalau Aran balik dan sekolah lagi ke sini, maka dia pasti akan bergabung dengan Storm Rider lagi," timpal Febrian, sang wakil. "Jangan remehkan dia, mantan wakil ketua Storm Rider," sambung Agil yang dari tadi diam. Semua terlarut dalam pikiran masing-masing. ♡♡♡ "Tuan muda Basri menyuruh kami untuk mencari seorang gadis dari SMK International Socien School yang menderita riwayat penyakit jantung, ciri-cirinya tinggi sedada tuan muda, kira-kira 155 cm, warna kulit sawomatang, warna rambut merah bata, dan hasilnya sampai sekarang masih nol," ucap salah satu tim keamanan International Socien School. "Owh...dia punya riwayat penyakit jantung namun bisa bergaya juga, aku penasaran seberapa merahnya rambut itu," timpal rekan kerjanya yang lain. "Aturan sekolah bab tiga poin dua, seluruh siswa dilarang mewarnai rambut dengan warna mencolok kecuali hitam, coklat, atau warna sejenisnya, tidak termasuk merah, hijau, biru, putih, kuning," ucap security yang pertama. "Nyatanya masih banyak yang melakukannya, anak-anak elit, jangan mencari masalah dengannya, abikan saja jika kau masih sayang pekerjaanmu," saran sang teman. Sang security tersebut hanya mampu menarik napas gusar. Seorang temannya hampir hilang pekerjaan karena gagal menemukan pelaku yang melempar cucu pemilik sekolah, ia di mutasi menjadi satpam jaga di depan gerbang, sekarang mungkin giliran mereka yang akan termutasi karena gagal menemukan gadis yang di inginkan cucu pemilik sekolah, mereka tak tahu saja bahwa orang yang selama ini mereka cari dari seminggu yang lalu adalah orang yang sama dan sedang berkeliaran di sekitar lingkungan sekolah. ♡♡♡ Moti hari ini tak pulang di jemput oleh supirnya, mang Jono. Ia mengambil jurusan pemanfaatan tanaman hias, Lani Maulani adalah teman sekelasnya, ia dan Lani akan melakukan sebuah eksperimen tentang cara mengubah warna kelopak bunga menjadi berbagai warna-warni. Sekarang ia sedang ke daerah mal yang cukup besar, dia akan membeli sebuah buku untuk referensi buku tersebut, meskipun ada buku yang cukup untuk dijadikan referensi di sekolahnya lengkap, namun ia memilih untuk membeli supaya menjadi miliknya. "Ternyata doa Momok dikabulkan Allah, alhamdulillah," cakap Moti sendiri. Selama seminggu inipun hidupnya aman-aman saja, tak ada tim keamanan dari SMA Socien yang datang ke SMK Socien untuk memeriksa pelaku pelemparan kaleng s**u ke arah cucu pemilik sekolah, dan juga dirinya tak ketahuan karena berbohong pada seorang lelaki minggu lalu. Sehari setelah insiden melemparkan kaleng s**u dan berbohong, Interntional Socien School menempel berbagai pengumuman di layar informasi, tentu saja hati Moti dag dig dug tak menentu, ia berusaha menutupi segala ciri-cirinya agar tak diketahui oleh tim security. Berjalan di pinggir mal yang sebentar lagi akan dimasukinya. Sreet "Eh?!" bingung Moti. Ada sebuah benda yang tak sengaja di sepaknya. Moti berjalan lebih dekat ke arah benda itu, benda persegi namun tebal, terbuat dari kulit, mengkilat jika terkena sinar mentari, dan berwarna coklat. "Dompet," ♡♡♡
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD