1. Permulaan Masalah

1838 Words
"Mang Jono, tolong turunin Momok di sini aja, Momok udah telat nih!" ucap seorang gadis remaja panik. "Tapi neng Moti, nanti bapak marah kalau saya turunin neng disini, kan sekolahnya masih agak jauh," balas sang sopir. "Nggak apa-apa kok mang, lagian kan sekolahnya Gilan dan Gea beda arah sama sekolahnya Momok, udah turun di sini aja yah?" balas gadis itu. Sang sopir merasa bimbang akan ucapan dari sang anak majikannya. "Mang Jono, ayolah...nanti telat kalau kita ke sekolah Gilan dan Gea," bujuk gadis bernama Moti. Dengan terpaksa, sang sopir berhenti di sisi jalan dan menurunkan sang anak majikan. Moti turun dari mobil yang dinaikinya dari rumah. "Makasih mang Jono, dadah mang Jono!" seru Moti sambil melambaikan tangan. "Sama-sama neng Moti," balas Jono. Moti berbalik arah dan sedikit berlari ke sekolahnya, SMK International Socien School. Sudah dua bulan dia bersekolah di sekolah itu, setiap hari ia akan di antar oleh sang sopir, mang Jono, Moti yang biasa di sapa Momok itu memiliki seorang kakak lelaki yang sekarang bersekolah di SMA International Socien School, dan kakaknya itu termasuk golongan kanan sayap bagian kanan, dia juga merupakan ketua dari geng Shadow Rain. Selain itu, Moti juga memiliki adik kembar laki-laki dan perempuan, Gilan Achtiar Baqi dan Gea Achtiana Baqi yang masih duduk di bangsu SMP kelas 2. Moti membuka tas ransel kulitnya tergesa-gesa, ia sedang mencari s**u kaleng yang biasanya ia minum tiap pagi untuk menambah energinya. "Aduh, dimana sih susunya?!" kesal Moti. Sudah dua kali ia mengobrak-abrik isi tasnya sambil berjalan di jalanan menuju ke sekolahnya. Setelah berusaha mencari akhirnya, Mata coklat tuanya menemukan benda yang di carinya. "Aha! Akhirnya dapat kau!" seru Moti. Ia cepat-cepat membuka kaleng s**u bergambar beruang yang berwarna putih itu lalu di teguknya habis tiada sisa. Teeet teeet teeet "Uhuk uhuk!" Moti tersedak s**u kaleng yang ia minum. "Astaga! Sudah masuk!" seru Moti panik sambil berlari menuju gerbang sekolah. Tanpa sadar ia melempar kaleng s**u yang ia pegang ke sembarang arah. Plak "Awh...." Ciiittt ♡♡♡ Ciiittt Mobil sport merah yang dikemudikan oleh seorang remaja tampan itu tiba-tiba berhenti mendadak di depan gerbang sekolahnya. Semua mata menoleh ke arah mobil sport merah itu. Gadis-gadis yang berjalan ingin memasuki gerbang sekolah, mereka berhenti sejenak untuk memandangi remaja tampan yang turun tergesa dari mobilnya dengan raut wajah menahan amarah. "Siapa pelakunya!" seru lelaki itu dingin. Satpam yang berjaga hampir berhenti bernapas sesaat karena terlalu terkejut mendengar seruan sang cucu dari pemilik sekolah itu. "Jangan ada yang bergerak atau berjalan jika ada, akan ku patahkan kaki kalian," ucapnya dingin. Seluruh siswa maupun guru yang akan memasuki gerbang sekolah berhenti. "Milik siapa ini?" tanya remaja lelaki itu tajam ke arah para siswa dan guru yang ada. ♡♡♡ SMA International Socien School secara tiba-tiba terhenti dari aktivitas belajar-mengajar. Beberapa menit lalu baru saja terdengar pengumuman bahwa semua penghuni SMA International Socien School berkumpul di lapangan utama sekolah itu. Murid-murid berbaris rapi sesuai dengan golongan dan kelas mereka masing-masing menunggu pemberitahuan selanjutnya. Tak lama, seorang lelaki remaja muncul dengan wajah sinis dan sakartiknya. Di angkatnya tangan kirinya yang sedang memegang kaleng besi berwarna putih s**u ke hadapan semua penghuni sekolah. "Milik siapa ini?" tanya remaja itu datar. Semua mata memandang ke arah tangannya. "Ada apa dengan hidungnya, kenapa di perban begitu?" gumam salah satu murid elit yang ada. "Diamlah Clira, dia sedang melihatmu tajam," ucap salah satu temannya. Sang gadis yang bernama Clira terdiam serentak. "Wajah Ran kenapa?" tanya seorang siswa bername tag Busran Afdal Nabhan. "Apa dia baru saja tanding dengan salah satu anggota Shadow Rain?" tanya seorang siswa bername tag Mira Oslan. Teman yang lainnya mengangkat bahu tanda tak tahu. Banyak siswa-siswi yang bergumam dan bertanya-tanya ada apa sebenarnya, mereka merasakan firasat buruk hari ini. "Aku tanya sekali lagi, milik siapa ini?" tanya Randra menekan setiap kata yang ia keluarkan. Matanya menatap tajam setiap siswa-siswi yang ada di hadapannya tanpa terkecuali geng lawannya, para anggota Shadow Rain. Mochtar Agil Baqi, sang ketua geng Shadow Rain menaikan alisnya sinis, ia tak terintimidasi ataupun takut dengan tatapan yang diberikan sang cucu dari pemilik sekolah. Randra bagaikan diterpa angin dahsyat ketika melihat gelagat dari lawannya. "Punyamu?" tanya Randra datar ke arah Agil. Agil hanya tersenyum sinis. "Aku pasti langsung menghadapmu," jawab Agil. Randra mengerutkan keningnya, kalau bukan milik anggota Shadow Rain, lalu siapa? Pikirnya. "Baiklah jika tidak ada yang mau mengaku padaku sekarang, tapi nanti jangan salahkan aku jika nanti aku tahu siapa orang yang telah berani melempariku dengan benda ini, akan ku patahkan jari-jari tangannya," ucap Randra dingin. Ia berlalu pergi dari lapangan utama itu. Para anggota Shadow Rain menahan tawa mereka karena mendengar penuturan dari sang lawan. "Hahaha tak kusangka, si ketua Storm Rider patah tulang hidung karena dilempari kaleng s**u," ucap Febrian Angta, sang wakil ketua dari Shadow Rain. "Hahaha memalukan," tambah seorang gadis bername tag Cika Karania Baqi. "Hahahahahhaha...," tawa mereka. ♡♡♡ Brak Bunyi gebrakan meja di salah satu meja security. "Cari tahu pelakunya dalam waktu tiga hari, jika lewat, pekerjaanmu hilang," ucap Randra ke arah sang security. "Baik," sahut sang security takut. Randra berbalik arah dan mendapati para anggota gengnya sedang menunggunya di depan ruangan security. "Kamu yakin tadi tidak dapat pelakunya?" tanya salah satu anggota Storm Rider, Mustaf Nali Dann. Randra menggeleng. "Kalau dapat, dari tadi juga sudah aku retakan jari-jarinya," balas Randra. Mustaf hanya bisa bergidik ngeri. "Aku curiga kalau salah satu anggota Shadow Rain yang lempar," celutuk anggota perempuan yang lain, Clara Bantan. Randra menoleh ke arah Clara dan menaikan sebelah alisnya. "Kalau mereka pelakunya, akan ada kemungkinan kita naik tanding lagi," timpal sang teman lain, Divan Pratama. "Maka dari itu, harus dapat pelakunya, aku tidak sabar siapa yah kali ini yang akan naik tanding?" tanya Clira Joe berbinar-binar. Para anggota Storm Rider memandangi Clira dengan tatapan datar. "Ehm...," Clira berdehem. "Ayo ke Markas!" ucap Clira mengalihkan pembicaraan. Ia tidak mau ditatap seperti itu dari para anggotanya, terutama dari Randra yang sedang memandanginya sinis. Jika ada masalah yang timbul dari kedua geng yang berkuasa di SMA International Social and Science School, maka para anggota mereka yang akan naik tanding di arena main. ♡♡♡ "Benar, bukan kalian salah satu pelakunya?" tanya Agil ke arah anggota gengnya. Para anggota geng Shadow Rain menggeleng. Agil menaikan sebelah alisnya. "Kalian tahu kan cara mainnya jika kita terlibat konflik dengan anggota Storm Rider?" tanya Agil ke arah anggota geng Shadow Rain. Yang lain mengangguk. "Kita tahu," sahut Mali Anna Darlan. "Tentu saja tahu," sahut Ussy Lann. "Mana mungkin aku lupa," timpal Febrian Angta, sang wakil. "Yah benar," sahut anggota yang lainnya. Agil manggut-manggut tanda mengerti. "Berarti kita aman," ucap Agil. "Tapi siapa yang berani melempar kaleng s**u itu ke arah wajah Ran?" tanya Sifa Astina. "Siapun dia, dia sangat berani, Bung!" seru Alan Claurent. "Dan terancam," sahut Dwi Putra Anggara. Semua mata menoleh ke arah Dwi. "Kenapa menatapku begitu? Memang benar kan kalau orang itu akan terancam?" tanya Dwi acuh. Yang lain manggut-manggut. "Jika dia bukan dari anggota kita, akan susah untuknya lolos dari Ran, dia tidak akan mungkin naik tanding melawan anggota Storm Rider jika tak ada keahlian bela diri yang bagus," ucap Febrian. "Kau benar, ini pasti akan sulit baginya," timpal Lola. "Disini hanya ada dua kelompok bela diri, Karate dan Taekwondo, jika dia bukan dari sayap kanan dan juga bukan dari sayap kiri, maka tamatlah riwayat orang itu," sambung Ussy. "Tidak usah pikirkan itu, kita lihat saja nanti kedepannya apa yang akan terjadi," ucap Agil. Yang lainnya mengangguk. ♡♡♡ "Aku tidak tahu apa yang sedang dipikirkan orang itu ketika melemparkan kaleng itu ke wajah cucu pumilik sekolah ini," ucap Jaya, sang guru olahraga. "Apapun yang sedang dipikirkannya, dia sungguh sinting," timpal pak Mandra yang sedang lewat dalam percakapan antara pak Jaya dan pak Tono, guru olahraga dan matematika. Guru fisika itu berjalan melewati kedua rekan gurunya. Pak Mandra dan pak Tono mengangguk ngeri. "Bisa-bisanya dia melakukan itu," sahut pak Tono. Pak Jaya manggut-manggut. Pak Jaya melirik ke arah pak Mandra yang sedang berjalan memasuki ruang bilik kerjanya. "Biasanya orang yang acuh tersebut kemungkinan terbesar adalah pelakunya," ucap pak Jaya agak keras ke arah dimana pak Mandra yang akan duduk. "Mereka berpura-pura tidak tahu apa-apa seakan dirinya bukan pelaku, namun sebaliknya, mereka pakai topeng acuh itu untuk mengecoh perhatian orang," sambung pak Jaya lantang. Pak Mandra berbalik ke samping dan melirik kedua rekan gurunya. "Kenyataannya, orang yang menyalahkan dan menduga orang lain adalah pelaku yang sesungguhnya," sahut pak Mandra tenang. Pak Jaya, lelaki 44 tahun itu terdiam seketika. Wajahnya memerah menahan u*****n dan amarah. Ia tak bisa membalas ucapan telak dari sang rekan yang berada beberapa meter darinya. Pak Tono, sang guru matematika itu menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Ah, rupanya ini sudah waktunya saya mengajar, permisi pak Jaya, pak Mandra dan yang lainnya," ucap pak Tono mengalihkan pembicaraan dengan tujuan menyelamatkan dirinya hari tatapan para guru-guru yang ada. "Eh, iya pak, silahkan," sahut guru yang lainnya. Pak Jaya sendiri berdehem untuk menghilangkan kegugupannya. "Ehm...," "Saya rasa saya juga harus segera masuk kelas, mari permisi," ucap Pak Jaya memberi alasan. "Iya pak," sahut para guru yang lainnya. "Ck ck ck, tidak bisakah jangan mengurusi urusan para siswa?" ucap ibu Tina sambil berdecak. "Saya heran, sebenarnya ada apa dengan para guru disini? Mereka membicarakan insiden tadi pagi sampai sekarang ini," lanjut beliau lagi. "Bukannya begitu bu Tina, tapi ini kan masalahnya cucu pemilik sekolah yayasan ini yang kena, nah kalau kakeknya tahu, bisa habis seluruh sekolah dan isinya," sanggah ibu Kusnia. Ibu Tina menaikan sebelah alisnya. "Lalu untuk satu minggu kedepannya kita tidak perlu belajar? Atau sampai pelakunya ketemu baru kita melakukan proses belajar-mengajar? Kalau misalnya tidak ditemukannya sang pelaku, maka kita tak akan ada proses atau aktivitas di sekolah?" ucap ibu Tina menutup sesi pembicaraan. Semua guru yang berada di ruang itupun terdiam. Benar juga apa yang dikatakan guru bahasa inggris itu, kalau pelaku tak ditemukan, maka mereka tak akan ada aktivitas belajar-mengajar. ♡♡♡ "Momok! Kamu pulang dengan siapa?" tanya seorang gadis remaja berparas cantik. Sang empunya nama berbalik ke arah belakang. "Momok lagi tungguin mang Jono, katanya sebentar lagi nyampe nih," jawab Moti. "Oh...," gadis tadi manggut-manggut. "Kalau Lani sendiri, pulang dengan siapa?" tanya Moti. Sang gadis yang bernama Lani tadi tersenyum malu-malu. "Oh...Momok tahu, pasti Lani pulang sama Romy yah?" ucap Moti. Lani membulatkan matanya lalu menggeleng cepat. "Bukan, bukan kok," jawab Lani cepat sambil melirik kiri kanannya. Moti memgerutkan keningnya. "Kenapa? Kan biasanya Lani suka pulang bareng Romy terus singgah di salon sister Angel kan?" tanya Moti. "Aduh Momok, jangan bicarain si Romy disini, nanti Mike bisa denger lalu dia marah," ucap Lani berbisik. "Memangnya Mike itu siapa? Kenapa dia harus marah sama Lani?" tanya Moti ingin tahu. Lani melihat kiri dan kanannya memastikan bahwa tidak ada yang mendengar percakapan mereka. "Sini," panggil Lani mendekat. "Mike itu pacarnya Lani, itu loh yang Lani sering panggil Yang," bisik Lani. Moti manggut-manggut. "Tadi katanya, SMA Socien ada insiden serius," bisik Lani. "Insiden apa?" Moti kembali berbisik. "Tadi pagi ada yang ganggu ketua geng Storm rider," jawab Lani. Moti manggut-manggut. "Ada yang melemparkan kaleng s**u ke wajah ketua gengnya," lanjut Lani lagi. "Oh...," Moti manggut-manggut. "Terus tulang hidung ketua geng Storm Rider patah dan bengkak," bisik Lani lagi. Moti manggut-manggut lagi. "Oh, kaleng susu...," gumam Moti sambil manggut-manggut. "Terus tadi dibuat pengumuman kalau ketemu pelakunya, katanya nanti jari-jari tangannya akan dipatahkan oleh sang ketua," bisik Lani. Moti hanya manggut-manggut lagi. "Tadi pagi yah," gumam Moti. Lani mengangguk. "Dilempar kaleng s**u lagi, lebam lagi, patah tulang hidung lagi...," gumam Moti sambil manggut-manggut. Ia seperti melupakan sesuatu, tetapi ia berusaha untuk mengingatnya lagi. "Eh...kaleng s**u kamu bilang?" tanya Moti tiba-tiba ke arah Lani. Lani mengangguk membenarkan. "Hah, kaleng s**u, astaga!" seru Moti. "Yang, udah siap?" terdengar suara remaja lelaki. Lani dan Moti berbalik ke arah suara. "Astaga! Storm Rider!" batin Moti panik. "Mampus!" batin Moti. "Eh, hm Lani, Momok pergi dulu yah dadah Lani!" seru Moti cepat-cepat ke arah Lani. "Eh, tapi kan mobilnya Momok belum ada," sahut Lani. "Ah, Momok Lupa, Momok mau ke toko buku di sana, dadah Lani," sahut Moti cepat tanpa berbalik ke arah Lani. "Aduh mati, aku tadi buat apa?!" Rutuk Moti sambil berjalan ke sembarang arah. ♡♡♡
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD