1. Denita Velove Amberley Wijaya

1031 Words
Anak kecil berusia lima tahun kurang 3 bulan itu sedang meringkuk ketakutan di bawah selimut yang menutupi tubuh mungilnya. Suara petir yang menggelegar membuatnya menggigit bibir dan menutup matanya sangat erat. Velove, dia gadis kecil yang membenci hujan. Dikala semua anak senang bermain di bawah guyuran hujan, dia justru membenci itu. Menurutnya hanya anak yang mempunyai papa dan mama saja yang boleh, sedangkan dia tidak. Velove tidak pernah merasakan bagaimana rasanya bermain dengan mama dan papanya. Mamanya pergi ke tempat yang sangat jauh, hanya mama dan Tuhan yang tahu di mana tempat itu. Begitulah nannynya memberitahukan di mana mama Velove berada. "Hikks, Nanny ... hikss," teriaknya memanggil pengasuhnya dari kecil setelah grandmanya meninggal. Nanny yang sebenarnya bernama Gita itu berlari saat mendengar nona kecilnya menangis karena suara petir. Pengasuh Velove membuka pintu kamar gadis kecil itu dengan tidak sabar, dia cemas membayangkan Velove yang selalu ketakutan mendengar suara petir. "Nona, Nona tidak apa-apa?" tanya nanny memeluk erat Velove, mengelus puncak kepala bocah itu dengan lembut. "Hikks.. Vee takut Nanny," rengeknya memeluk nanny erat, dia sangat ketakutan. "Tenanglah, ada Nanny di sini " kata Gita menenangkan Vee yang ketakutan. Gita membaringkan kembali tubuh Velove dan mengusap keringat di dahi Velove dengan tangannya. Gita menyayangi nona mudanya seperti anaknya sendiri. Wanita itu seorang janda berusia lima puluh tahun yang ditinggal mati suami dan anaknya saat kecelakaan bus tragis itu terjadi. Wanita itu mengusap usap kepala Velove dengan sayang sambil menyanyikan lagu penghantar tidur kesukaan Velove. Gita meringis dengan hidup nona mudanya yang menjadi anak piatu sejak lahir, dan sang papa sudah tidak ingin melihat wajah Velove meski hanya fotonya sekalipun. Papanya, Denis tidak pernah datang menjenguk Velove lagi setelah kematian ibunya. Bagi Denis, Velove adalah penyebab kematian Pevita wanita yang sangat dia cintai dengan segenap jiwa dan raganya. "Nanny akan selalu menjagamu Sayang," ucapnya sebelum dia sendiri ikut tertidur di samping Velove, menemani nona mudanya tidur yang sudah seperti kebiasaan mereka. Setelah Denis menikah lagi, lelaki itu memilih tinggal di rumah barunya bersama sang istri. Meninggalkan Velove di rumah utama bersama pengasuh dan para pelayan rumah peninggalan keluarganya. ***** Esok paginya, Gita membuatkan makanan untuk sarapan Velove. Sedangkan para pelayan yang lain sibuk membersihkan rumah yang menjadi salah satu rumah megah nan besar di Kota Bangkok itu. Denis memboyong Velove pulang ke kediamannya meskipun mendapat protes keras dari pihak Keluarga Wijaya saat itu. Mereka ingin melihat Velove tumbuh besar bersama mereka, tapi Denis menolaknya dan mengatakan bahwa Velove adalah tanggung jawabnya. Tanggung jawab seperti apa yang membiarkan anaknya hidup sendiri di rumah mewah itu dengan para pelayannya saja? "Nanny, kudengar tadi malam Nona Muda menjerit. Apakah nona Velove tidak apa-apa?" tanya salah satu pelayan di dapur. "Seperti biasa, Nona Muda selalu ketakutan dengan petir dan hujan," jawab Gita di jawab anggukan mereka. Gita membawa nampan berisi sarapan itu kearah meja makan, setelah itu berjalan menuju kamar Velove untuk membangunkan nona mudanya yang sangat cantik meskipun masih kecil. "Nona Vee ayo bangun, kita sarapan dulu," kata nanny mengguncang tubuh Vee dengan pelan "Enghh, Nanny kepalaku pusing," keluhnya dengan suara serak. Mendengar aduan dari nona mudanya, Gita langsung memegang kening Velove. Tubuh nona mudanya demam, gadis kecil itu menggigil kedinginan meskipun selimut tebal melilit tubuh mungilnya. "Astaga, Semiii bawakan obat penurun panas dan juga air untuk kompres," teriak Gita memanggil salah satu pelauan dengan panik, suhu badan Velove sangat tinggi. Semi, pelayan yang dipanggil Gita itu berlari membawa obat penurun panas dan juga air beserta kain kompres menuju kamar nona mudanya. "Apa yang terjadi Nanny?" tanya Semi dengan khawatir. "Nona muda demam," jawab Gita tidak kalah cemas. "Ya Tuhan, malang sekali hidup gadis cantik ini," lirih Semi membuat Gita menghela napasnya panjang 'Kapan kamu akan bahagia Sayang, Nanny bahkan berani mengorbankan nyawa nanny untukmu,' batin Gita meringis. "Papa ... Papa hikss, jangan pergii Vee takut," igau Vee dengan mata tertutup, dahinya mengkerut dan matanya basah menandakan gadis kecil itu tengah menangis dalam mimpinya. "Sayang, hei di sini ada Nanny," ucap Gita namun tidak membuat Vee tenang juga. "Nanny, apa lebih baik kita menelpon Tuan Besar?" tanya Semi. "Ambilkan telepon itu," suruh Gita menunjuk telepon yang berada diatas meja kecil di samping ranjang. Gita menekan nomer Denis, suara nada tersambung sudah terdengar di sana membuatnya menahan napas gugup. "Hallo? Ada apa?" jawab suara dingin dari sana. Gita meremas tangannya gugup. "Tuan, nona muda demam," ucap Gita seperti cicitan. "Bukankah itu sudah biasa Nanny? Kau bisa mengurusnya. Aku sibuk sekarang, istriku sedang nyidam," bentak Denis menutup teleponnya dengan kasar tanpa peringatan. Gita meringis menatap Vee yang tertidur dengan igauan menyedihkan, membuat yang melihatnya ikut menangis. Denis sudah menikah lagi dengan wanita yang tak lain mantan kekasihnya dulu. Bagi nanny wanita itu sangat baik dan keibuan tapi Denis selalu marah jika Nyonya Ayudia Inara mendekati Velove. "Kamu bisa keluar Semi," kata Gita diangguki Semi. Gita mengelus wajah Velove, wanita itu mengecup kening Velove seakan dia ikut merasakan penderitaan Velove. Anak yang tidak dianggap sang papa. Bahkan saat pernikahan Denis dengan Inara, Velove tidak diperbolehkan datang. Saat ini mungkin Gita bisa menjawab jika papanya sibuk, tapi bagaimana saat dia sudah besar. Apa yang akan Gita katakan kepada nona mudanya nanti? Alasan apa yang harus dia pilih agar nona mudanya tidak merasakan sakit hati karena penolakan papanya sendiri. "Nanny ... Vee lapar," kata Vee membuyarkan lamunan Gita "Ayo Sayang, sini Nanny gendong ker uang makan," Gita dengan sigap membawa tubuh mungil Vee ke dalam gendongannya. . "Nannyyyyy, cepat nanti Vee telat," teriak Vee saat dia sudah siap untuk pergi ke sekolahnya. Gita tersenyum melihat tingkah Vee yang selalu semangat saat akan berangkat sekolah, Gita memakaikan tas dan sepatu di tubuh mungil Vee membuat gadis kecil itu sangat menggemaskan ditambah dengan poni pagarnya membuat pipi Vee semakin terlihat chubby. "Sudah siap Nona Muda?" tanya sopir rumah membantu Velove masuk ke dalam mobil. "Ayo Nanny, Vee tidak sabar masuk kelas baru," pekik Vee girang karena dia akan naik kelas menjadi TK Besar mulai hari ini. "Lets gooo," teriak mereka berdua mengayunkan tangan ke depan. Dalam hati, Gita selalu berdoa agar setiap hari dia bisa melihat nona mudanya tersenyum gembira, dia ingin nona mudanya diakui oleh papanya. Diperlakukan dengan baik sebagaimana seorang anak pada mestinya. Gita berharap, Velove mendapatkan haknya sebagai seorang anak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD