Bab 1

2184 Words
        HAPPY READING         ***     Teguh menatap penampilannya di cermin, ia mengenakan kemeja putih dan celana jins. Ia dulu pernah memiliki obesesi menjadi salah satu seorang dokter hebat di Jakarta. Banyak kawula muda saat ini yang memiliki keinginan menjadi seorang dokter seperti dirinya, apalagi generasi milenial saat ini karena prospek yang sangat cerah di masa depan. Menjadi seorang dokter itu tidak semudah membalikan telapak tangan. Banyak sekali proses yang harus dilalui. Untuk menjadi dokter seperti dirinya harus menyelesaikan sarjana kedokteran dalam kurun waktu 5-4 tahun lamanya, untuk memiliki kemampuan skill lab, pendalaman materi, histologi, mikrobiologi  hingga anatomi. Dan dengan itu maka ilmu kedokteran telah akan mumpuni. Setelah sarjana, kedokteran harus mengambil program profesi. Program ini banyak yang menyebutnya dokter muda atau koas 1,5 tahun hingga 2 tahun. Di sini akan menghadapi ilmu kedokteran  yang sebenarnya. Ia akan melewati pasien secara langsung. Setelah tahapan ini melewati program intership, terus akan mendapatkan Surat Tanda Registrasi (STR). Pelaksanaan program  intership akan menghabiskan waktu setahun, seperti di Puskesmas, atau Rumah sakit. Apalagi seperti dirinya menjalani program  dokter spesialis menghabiskan waktu 4-6 tahun di Singapore. Lewat program ini ia banyak mengenyam ilmu dan skill program spesialis. Bila dihitung-hitung  maka ia menghabiskan waktu 12 tahun, benar-benar menjadi seorang dokter. Sementara teman-temannya yang lain bukan berprofesi sebagai dokter banyak yang sudah bekerja bahkan sudah menikah. Sedangkan dirinya masih belajar terlebih ia harus mengurus klinik  Keluarga Kita yang sudah dibangun oleh orang tuanya, yang beroperasi puluhan tahun lamanya, playanan hingga 24 jam setiap harinya. Ada beberapa dokter spesialis dan dokter umum yang praktek di sini dan apotek yang selalu terbuka untuk umum. Pasien tidak ada habisnya tiap hari terlebih ia juga mengurus caffee yang ia buka beberapa tahun yang lalu selain dibidang medis, karena ia salah satu penggemar kopi. Jujur sebenarnya ia lelah menjalani hari-hari dengan bekerja setiap hari. Inginnya liburan dalam jangka waktu yang lama. Teguh menyisir rambutnya ke belakang, ia mengoles parfume pada tubuhnya. Ia melirik jam melingkar ditangannya menunjukkan pukul 19.00 menit. Sebenarnya ia tidak terlalu suka pergi ke salah satu acara pertunangan seperti ini. Namun mengingat bahwa Reni adalah sepupu dekatnya sedang bertunangan, ia akan pergi demi menghormati tuan rumah. Orang tuanya juga sedang ada di sana. Apalagi dirinya tidak membawa pasangan. Maka banyak sekali tante-tante akan menanyakan mana pasangannya? Itu pertanyaan yang sangat melelahkan menurutnya. Namun satu tahun belakangan ini mereka tidak menanyakannya lagi. Ia teringat Anya, mantan kekasihnya itu sudah menikah dengan kekasihnya, dan ia menyaksikan sendiri betapa cantiknya Anya berjalan diatas altar bersama ayahnya. Ketika ia mencintai seseorang, namun belum sempat meraih cintanya, malah mantan sudah melangkah ke pelaminan bersama kekasihnya. Mungkin sedikit menyakitkan, ada perasaan sedih dan galau. Dari pada sok tegar dan kuat, ia meluapkan apa yang telah ia rasakan. Rasa sesak berhari-hari ia rasakan sedikit lebih berkurang. Ia sudah merelakan Anya dengan pria pilihannya, ia juga tidak memaksakan menghalangi pernikahanan itu, karena hubungan mereka tidak ada-apa selain status mantan. Dan ia  mengikhlaskan kepergian dan menerima kenyataan dengan bebesar hati. Teguh menjalankan mobilnya dan membelah jalan menuju Pondok Indah. Di sana lah rumah  sepupunya berada. Mobil kini memasuki komplek twon house, berlokasi kawasan elit di Pondok Indah. Teguh menatap bangunan bertingkat dihadapannya dan pintu pagar terbuka dan mobil-mobil penuh terparkir ditepi jalan. Lingkungan yang damai dan privat. Teguh memarkir mobil dipinggir jalan, karena mobil di dalam penuh. Teguh menarik nafas ia kembali menatap penampilannya di kaca dasbor. Setelah itu ia keluar, ia melihat acara sudah berlangsung. Teguh masuk ke dalam rumah melewati pintu samping. Teguh memandang keluarga besarnya berada di dalam, dan mereka menyadari kehadirannya. Teguh memilih duduk di kursi paling belakang. Teguh mengedarkan pandangannya ke depan, backdrop dihiasi dengan bunga-bunga segar berwarna pastel menghiasi ruang tengah. Rumah ini disulap secantik mungkin oleh WO. Teguh melihat Reni sepupunya di sana, dia mengenakan kebaya berwarna merah muda dengan rambut disanggul kebelakang. Reni adalah dokter estetika yang menangani masalah seputar perawatan dan kecantikan, baik untuk kulit, wajah, maupun bentuk tubuh dengan prosedur non bedah. Reni juga memiliki brand skin care sendiri yang laris dipasaran. Di sana dia bersama tunangannya yang berprofesi sebagai dokter penyakit dalam. “Permisi maaf” Otomatis Teguh menoleh ke samping, ia menatap seorang wanita yang baru masuk dari pintu samping. Wanita itu mengenakan kebaya modern berwarna nude dengan potongan leher rendah dengan rambut berwarna coklat terang. Dia duduk tepat disebelahnya, wanita itu tersenyum dan memandang wanita itu memasukan kunci mobil ke dalam tas yang pengaitnya berbentuk huruf H berwarna senada. Wanita itu menatapnya dan lalu tersenyum. Teguh membalas senyuman itu. Mereka saling berpandangan satu sama lain sekian detik. “Temannya Reni?” tanya Teguh, ia hanya berbasa-basi saja dengan wanita itu, karena tidak enak rasanya jika hanya duduk menganggur diam seorang diri. “Iya, kamu?” ucapnya, menatap pria di sampingnya. “Saya sepupunya” “Owh sepupu Reni, pasti dokter ya?” ia sudah menduga bahwa hampir seluruh keluarga besar Reni berprofesi sebagai dokter. “Iya” ucap Teguh ramah. Ia kembali menatap wanita itu. “Kamu dokter juga?” tanya Teguh. “Bukan, aku sahabatnya Reni. Tapi bukan seorang dokter” ucapnya lalu tersenyum, ia memandang ke depan, ia tidak memperdulikan pria dihadapannya itu. Teguh melirik wanita berambut gelombang itu, ia perhatikan dari samping, dia memiliki hidung mancung, bulu mata yang lentik dan alis yang terukir sempurna. Kulit putihnya tidak kalah kontras dengan kebayanya berwarna nude yang dia kenakan. Jujur ia sebagai seorang pria menginginkan pasangan  seperti wanita cantik di sampingnya ini. Ia pernah membaca dongeng Cinderella, ia akui bahwa Cinderella sangat cantik hingga membuat pangeran jatuh hati dengan penampilan satu malam. Sehingga pangeran mencari Cinderella keesokan harinya, hanya dengan patokan ukuran sepatu yang tertinggal. Ketemu, lalu menikah terus bahagia selamanya. Menurutnya itu merupakan cerita yang absurd dan tidak masuk akal. Namun ia akan mengatakan bahwa Cinderella itu cantik namun tidak dengan kecerdasaanya. Menurutnya wanita cantik itu enak dilihat, enak dipikirkan, dan enak diajak ngobrol. Kalau ingin serius ia harus mengatakan, “for me, that’s a different thing”. Ia butuh wanita cerdas yang nyambung, bisa diajak diskusi. Ia juga suka wanita yang enak diajak berpikir tentang masa depan dan wanita yang bisa membuat dirinya ingat untuk apa ia hidup di dunia ini. Tidak hanya cantik tapi juga cerdas. Teguh memperhatikan cincin permata tersemat dijari manis itu. Ia mulai berspekulasi, apakah wanita itu sudah menikah? Ia jarang melihat wanita memasang cincin permata di jari manisnya, kecuali sudah benar-benar menikah dan bertunangan. Seketika tatapan mereka kembali bertemu. “Why?” Teguh lalu menyungging senyum, “Enggak apa-apa. Perkenalkan saya Teguh sepupunya Reni” ucap Teguh, ia mengulurkan tangan kepada wanita itu. Wanita itu lama terdiam memandang Teguh, ia perhatikan wajah pria itu. Dia memiliki wajah yang rupawan, hidungnya mancung, rahang tegas dan alis tebal. Tidak ada wanita yang mengatakan bahwa pria dihadapannya itu tidak tampan. Bohong sekali menurutnya, dia terlihat sangat dewasa dan penampilannya rapi. Ia membalas ulurkan tangan pria itu, “Saya Naomi Olaf, panggil saja Naomi” Naomi merasakan tangan hangat Teguh dipermukaan kulitnya. Teguh merasakan kulit halus dipermikaan tangannya. Ia genggam erat dan sedetik kemudian ia lepaskan genggaman tangan itu. “Kerja di mana?” tanya Teguh, ia hanya ingin berkenal lebih lanjut, karena dibelakang seperti ini tidak akan mengganggu acara berlangsung. “Saya punya bisnis kecil-kecilan aja sih, tapi lebih full di rumah” ucapnya tenang. Mendengar wanita ini memiliki bisnis, ia yakin bahwa wanita itu merupakan wanita yang cerdas.  “Bisnis apa?” tanya Teguh penasaran. “Bisnis tas brended” “Offline atau online?” “Dua-duanya, toko offline ada di Menteng Central, biasa coustumer saya selalu melihat secara fisik dengan barang yang diinginkan” “Keren” Teguh menyungging senyum. Jujur Naomi merasa tidak nyaman ditanya seperti itu oleh seorang pria yang baru dikenal, terlebih ia bukan seorang gadis. “Sudah menikah?” tanya Teguh. Naomi lalu mengangguk, “Iya sudah” ucap Naomi jujur, dan memang kenyataanya ia sudah menikah. Teguh sudah menduga bahwa wanita di sampingnya ini sudah menikah, “Biasa wanita yang sudah menikah, akan pergi bersama suaminya diacara penting seperti ini, apalagi sahabat bertunangan” ucap Teguh, ia melirik wanita di sampingnya. “Sudah menikah, tidak mesti hadir membawa pasangan kan” “Tapi hampir kebanyakan wanita yang sudah menikah pasti akan membawa pasangan menurut saya” ucap Teguh. Ia tidak tahu kenapa ia ingin tahu tentang wanita disampingnya ini. Harusnya ia mengabaikan wanita yang sudah bersuami. Dan ia tidak punya hak ingin tahu kehidupan privacy kehidupan seorang wanita yang sudah menikah. Ah betapa bodohnya ia kenapa mempermasalahkan Naomi tidak membawa pasangan. Naomi melirik Teguh, ia mengerutkan dahi, “Why?” “Why ? what?” “Why are you asking? it's not your business” ucap Naomi. “I am just asking” ucap Teguh ia menatap iris mata bening Naomi. Naomi menarik nafas, sebenarnya ia tidak terlalu suka berurusan dengan pria lagi. Ada sedikit trauma kepada laki-laki, bahkan tidak ingin  mengenalnya lagi. Sebenarnya memutuskan untuk menikah atau tidak bukan urusan orang lain. Ia lebih bahagia melajang seperti ini, karena tidak memiliki pasangan bukanlah suatu kesalahan. Kemandirian seperti ini bisa menjadi suatu yang ia rayakan. Tidak terbesit dipikirannya untuk menikah lagi atau mencari ayah sambung untuk putrinya. Karena ia tahu setiap orang punya cara berbeda untuk merasa bahagia. Naomi menatap Teguh cukup serius, “Saya sudah menikah saat umur saya 23 tahun. Suami saya dulu menikah lagi saat saya umur pernikahan saya tiga bulan. Saat itu saya sedang hamil dua bulan. Sekarang saya hidup sebagai single parent bersama putri saya. Sudah jelas status saya?” ucap Naomi memandang Teguh. “I like your honesty” gumam Teguh. Teguh kembali berpikir, “Umur kamu berapa?” “28 tahun” Ia mencoba menghitung umur anak Naomi, berarti saat ini umur anak perempuannya berumur 4 tahun, “Berarti anak kamu udah sekolah?” tanya Teguh. “Iya sudah, sekarang tidak saya bahwa, karena dia bersama mba nya di rumah” ucap Naomi menjelaskan kepada pria yang ingin tahu urusan pribadinya. Teguh lalu diam sesaat, ia tidak akan bertanya lebih lanjut tentang Naomi, karena ia juga merasa tidak enak, Karena ia merasa seperti pria tidak tahu diri. Ia tidak ingin membuat Naomi tidak enak.  Namun ada rasa penasraan cukup tinggi dengan jari yang melingkar ditangan Naomi. Kenapa wanita itu masih memakainya jika berstatus janda. “Apakah kamu sudah bercerai?” tanya Teguh ia memelankan volume suaranya, “Iya sudah lama, sejak saya melahirkan saya langsung mengurus perceraian saya pengadilan. Dan status saya sekarang janda” Teguh menarik nafas, ia menatap Naomi cukup serius, “Saya sebagai seorang pria tidak masalah dengan wanita yang memiliki status cerai ataupun pernah menikah sebelumnya. Status bukan masalah utama asal keduanya saling cinta” “Menurut aku status perkawinan bukanlah prioritas utama, saya melihat kepribadian pasangan bukan dari status latar belakang. Saya lebih menitikberatkan kepribadian  pasangan  dan kesusain nilai  dari pada status perkawinan masa lalu” “Aku pikir setiap orang  atau pasangan berhak mendapat kesempatan kedua untuk mencoba lagi berumah tangga” Naomi menarik nafas, ia menatap Teguh, “Menikah juga tidak menjamin kebahagiaan, untuk apa menikah? Hidup sendiri seperti ini lebih nyaman dibanding dengan yang berpasangan” “Saya lebih mudah berurusan dengan diri sendiri untuk menyelesaikan masalah ketimbang harus memikirkan banyak kepala” “Jika ingin mencari kebahagiaan, bukan menikah dan pasangan menurut saya. Punya pekerjaan seru, sesuai passion liburan bersama anak itu sudah lebih bahagiaan dari pada mengurus seorang pria” Sebenarnya ia tidak setuju dengan pernyataan Naomi soal hidup sendiri itu jauh lebih bahagia dibanding berpasangan. Mungkin ia akan menghargai pendapat Naomi tentang sendiri jauh lebih bahagia. Buktinya banyak sekali teman-temanhya yang sudah menikah, hidupnya jauh lebih bahagia. Mungkin circle Naomi yang mempengaruhi Naomi berpikir seperti itu. Namun ia merasa tertantang bahwa menikah itu jauh lebih bahagia, jika dia memilih orang yang tepat sebagai pasangan. “Saya menghargai keputusan kamu tidak ingin menikah lagi, dan semua keputusan ada ditangan kamu” “Saya tahu bahwa perceraian itu pasti akan memberikan dampak yang berbeda bagi setiap orang. Membuat orang lebih rentan terhadap hal apapun” “Rentan maksudnya apa?” tanya Naomi bingung. “Seperti stress, trauma atau depresi. Sebenarnya banyak cara  yang bisa kamu lakukan  untuk mempermudah keadaan itu dan lebih siap menjalani hubungan yang baru” “Jika kamu masih merasakan hal yang berat untuk dilakukan, cobalah untuk berkonsultasi dengan psikolog agar hati kamu lebih tenang dan tidak mendoktrin suatu hal negative terhadap pasangan. Aku hanya melihat dari segi psikologi kedokteran yang pernah aku pelajari” “Hampir semua circle pertemanan saya dan  mereka menikah jauh lebih bahagia dibanding hidup single seperti saya” “Saya tahu bahwa perceraian itu bisa menimbulkan banyak sekali luka dalam kehidupan seseorang. Namun jangan ihat ini sebagai kegagalan kamu, melainkan pelajaran. Bisa jadi ini adalah jalan menuju kebahagiaan  yang lebih bahagia. Saya yakin kamu mendapatkan pasangan yang lebih baik” Teguh menarik nafas ia lalu tersenyum menatap wanita yang memandangnya, “Meski kamu menjalin hubungan baru, waktumu dan anak tidak akan pernah berkurang” “Senang berkenalan dengan anda” Jantung Naomi seketika berdegup kencang, ia tidak percaya bahwa ia mengenal seorang pria berkata  sebijak itu kepadanya. Naomi terdiam, ia menatap ke depan menatap Reni yang sedang memamerkan cincin pertunangannya di depan khalayak ramai.   ***                    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD