Six Knights - 14

1022 Words
Aku terkejut mendengar penjelasan dari Kapten Martin, si kesatria berambut hijau dan berkaca mata itu, dia bilang bahwa di dalam 'Buku Pengaturan Dunia' ada sebuah pasal yang berbunyi, jika ada orang dari dunia lain masuk ke dalam dunia ini, maka orang tersebut harus dibawa ke tempat yang bernama 'Pengadilan Dunia', jika tidak, maka sebuah hukuman yang sangat mengerikan akan menunggu. Aku harus bilang apa untuk merespon pernyataan tersebut!? Tidak mungkin, kan? Aku menjerit meminta pertolongan pada enam kesatria yang ada di hadapanku agar mereka tidak membawaku ke pengadilan dunia!? Lagipula, memangnya aku ini siapa sampai berani memohon seperti itu pada para kesatria kerajaan! Sudah berakhir! Hidupku sudah berakhir! Aku akan diadili di pengadilan dunia dongeng! Bahkan, para kesatria yang lain diam saja setelah mendengar penjelasan yang dikemukakan oleh Kapten Martin, seolah-olah mereka tidak peduli pada masalah yang akan menimpaku. Apa ini? Mengapa tubuhku jadi bergetar ketakutan? Keringat dingin bercucuran membasahi badanku, apa aku sedang panik? Jika iya? Ini gawat! Aku bisa pingsan! "Ku-Kumohon---" BRAK! Tiba-tiba, suaraku yang akan meminta permohonan pada mereka langsung dipotong oleh sebuah gebrakan di meja para kesatria, setelah kulihat-lihat, ternyata itu perbuatan Kapten Paul, kesatria berkulit cokelat, yang telah merusak permukaan meja panjang milik para kesatria sampai hancur terbelah dua. Posisi kesatria berkulit gelap itu kini sedang berdiri gagah dengan memasang ekspresi sangar seperti banteng yang sedang mengamuk, matanya mendelik tajam ke arah Kapten Martin yang baru saja menjelaskan hal barusan. "Kuberitahu pada kalian semua, wahai rekan-rekanku... Siapa pun dari kalian yang berani menyentuh Biola Margareth atau membawanya ke Pengadilan Sampah itu, akan kuhajar sampai mati!" Sontak, ancaman yang diutarakan dari Kapten Paul Crowder membuat kesatria-kesatria yang lain merasa direndahkan, terlihat jelas di wajah mereka. "Kau yakin bilang begitu, Paul?" tanya Kapten Mark Corona, kesatria berambut merah, dengan nada yang memancing kemarahan Kapten Paul. "Bagaimana jika aku yang membawa Biola Margareth ke Pengadilan Sampah yang kau sebutkan itu? Apakah kau akan menghajarku sampai mati?" Entah apa tujuan dari Kapten Mark Corona memancing amarah Kapten Paul, tapi yang jelas, aku tidak berani melihat pertengkaran antar kesatria, apalagi kelihatannya ini lebih mengerikan dari pertengkaran-pertengkaran sebelumnya. "Hah!? Kau tanya keyakinanku!? Aku tidak mengerti apa dasarmu bertanya begitu, Mark, tapi sepertinya, kau mencoba memancingku, ya!? Baiklah! Dengar ini! Bahkan, mau sehebat apa pun kau, aku tidak segan untuk menghancurkanmu jika itu menyangkut Biola Margareth! Lagipula, aku muak dengan tingkahmu yang seolah-olah kau itu pemimpin kami! Dasar b******n!" Bu-Bukankah itu kelewatan!? Mengapa Kapten Paul sebegitu marahnya sampai-sampai berani menantang Kapten Mark? Aku senang, sih, sebenarnya, karena merasa dilindungi, tapi, jika sampai menimbulkan perpecahan antar kesatria, aku jadi merasa bersalah. Tiba-tiba, Kapten Mark Corona bertepuk tangan mendengar jawaban kasar dari Kapten Paul, dia juga ikut berdiri dengan memandangi kesatria berkulit gelap itu, senyuman menghiasi wajahnya. "Aku senang kau bilang begitu padaku, Paul," ucap Kapten Mark dengan mata yang bercahaya. "Tenang saja, aku tidak akan membawa gadis itu ke mana pun, sama sepertimu, aku juga akan melindunginya. Jadi, tidak ada alasan, kan, untukmu membenciku, wahai rekanku, Paul?" Mendengar hal itu, Kapten Paul langsung membuang muka, terlihat tak peduli pada omongan Kapten Mark. "Baguslah jika kau berkata demikian! Aku jadi tak perlu repot-repot untuk menghancurkanmu! Lalu, bagaimana dengan kalian, b******k!?" Pandangan Kapten Paul dialihkan ke kesatria-kesatria yang lainnya. "Emm... Memangnya apa untungnya membawa Biola Margareth? Lagipula, itu sangat merepotkan." jawab Kapten Nino Palpatine, kesatria imut, dengan nada yang malas. "Kalau aku sih... Anu... Jika Biola tidak menimbulkan masalah di dunia ini, mungkin aku akan pura-pura tidak tahu." ujar Kapten Samuel Wilkes, kesatria berambut ungu jabrik, dengan mengunyah keripik kentangnya. "Sebenarnya, aku bisa saja membawa Biola Margareth ke Pengadilan Dunia sekarang juga, tapi, melihatmu mengamuk begitu, siapa pun pasti akan mengurungkan niatnya." ucap Kapten Martin Sweeney dengan membenarkan kaca matanya yang turun sedikit. "Hahahaha! Bagaimana, ya? Bagaimana, ya? Bagaimana, ya? Aku juga bingung harus menjawab apa? Tapi baiklah, untuk saat ini, aku mengalah saja. Soalnya, aku sedang malas untuk bertempur dengan lelaki berandalan sepertimu. Tapi, tidak tahu kalau besok, hahahaha!" ungkap Kapten Alvin Garavito dengan tawanya yang menggelegar, wajahnya memasang ekspresi meledek pada Kapten Paul. "Dengar ini, Alvin k*****t! Untuk dirimu! Aku memberikan keistimewaan! Aku akan membunuhmu secara perlahan, agar kau bisa menikmati rasa sakit yang luar biasa!" gertak Kapten Paul pada Kapten Alvin dengan mata yang melotot. Mendengar itu, Kapten Alvin tidak meresponnya, dia malah menghembuskan napasnya dengan menampilkan senyuman sinis padaku. Aku meneguk ludah melihatnya, tak mengerti apa maksud dari senyuman tersebut, jujur saja, terkadang, Kapten Alvin terlihat menyeramkan. "Apakah kau sudah lega, Paul?" Kapten Mark Corona bertanya pada Kapten Paul dengan intonasi yang tegas. "Jika iya, maka kau wajib bertanggung jawab untuk mengganti meja yang telah kau rusak barusan, gunakan saja kekuatan tanahmu untuk membuat meja pengganti." "Tanpa kau suruh pun, aku mengerti, sialan!" Kemudian, Kapten Paul menendang meja yang telah ia rusak ke pojok ruangan, dan secara perlahan, meja tersebut meleleh lalu menyatu menjadi bagian dari lantai. Dan setelah itu, Kapten Paul membungkukkan badannya dan menyentuh permukaan lantai dengan telunjuknya, tiba-tiba, keramik yang ada di sekitar telunjuknya, langsung remuk tak tersisa, pecah seperti cermin yang terinjak-injak dan kemudian, keluar sebuah lumpur yang bergerak-gerak di hadapan para kesatria. Lumpur tersebut mengubah bentuknya menjadi sebuah meja panjang, dan dengan cepat, lumpur basah tersebut berubah jadi padat, dan akhirnya, terciptalah sebuah meja pengganti. Aku terpukau dengan sihir menakjubkan yang dikeluarkan oleh Kapten Paul, itu sangat luar biasa! Bayangkan saja, sebuah lumpur secara sendirinya membentuk menjadi sebuah meja tanpa ada yang membuatnya! Itu benar-benar luar biasa! "Biola Margareth, mari kita lanjut ke pertanyaan terakhir," Perhatianku langsung kualihkan ke Kapten Mark Corona. "Apa tujuanmu menjadi seorang penyihir resmi? Dan jika kau diterima menjadi bagian dari para penyihir resmi, squad manakah yang ingin kau masuki? Asal kau tahu saja, selain Lions Roar, Strange Bull, Blue Sky, Starlight, Eagle Claws, dan Bloody Orchid, masih banyak squad-squad lainnya di kerajaan, tapi jika dilihat dari kualitasnya, tentu saja, enam squad yang dipimpin oleh kami, para kesatria, tentunya lebih baik daripada squad mana pun. Tentukanlah pilihanmu dari sekarang, Biola Margareth." Jika tentang tujuan, aku bisa menjawabnya dengan sangat mudah! Tapi, jika mengenai squad mana yang akan kumasuki, aku bingung! Soalnya aku tidak kepikiran sampai situ! Kira-kira, squad mana yang cocok untuk kumasuki, ya?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD