Six Knights - 06

1210 Words
Cahaya terik matahari memasuki celah-celah jendela rumah jamur milik Sun, membanjiri lantai dengan sinarnya, debu-debu yang ke sana kemari, beterbangan di garis cahaya hingga bersembunyi di balik tirai jendela. Suara burung yang bercuit-cuit saling menyahut dengan teman-temannya menjadi musik latar belakang yang indah di dalam rumah ini, sedangkan penghuninya tengah berbincang-bincang dengan seorang gadis pendatang, yaitu diriku sendiri, Biola Margareth. Kami berdua membahas tentang sebuah squad penyihir yang ada di kerajaan, dan aku tertarik untuk menjadi seorang penyihir agar bisa bertemu dengan enam kesatria--ah, tidak, maksudku, agar bisa berguna bagi dunia ini, tidak mungkin jika aku hanya menikmati keindahan dunia dongeng tanpa melakukan apa pun di sini. Karena itulah aku memantapkan diri untuk menjadi seorang penyihir, dan Sun mendukungku. "Bagaimana caranya agar aku bisa menjadi seorang penyihir dan masuk ke dalam squad di kerajaan, Sun?" Mendengar pertanyaanku, Sun langsung menyeringai dengan sangat mengerikan, dia seperti telah mendapatkan hal yang sangat dinantikannya selama ini. "Pilihan yang bagus, Biola!" Sun berseru dengan sangat antusias, dia kelihatan bersemangat sekali. "Ayo, minum dulu air yang kuberikan padamu, Biola. Karena sebentar lagi, aku akan mengajarkan dirimu untuk menjadi seorang penyihir seutuhnya!" Aku langsung meneguk botol minuman yang kugenggam dengan cepat dan kusimpan benda itu ke meja setelah dirasa habis, kemudian bertanya, "Jadi, pertama-pertama apa yang harus kulakukan untuk menjadi seorang penyihir seutuhnya?" Sun tiba-tiba beranjak dari sofa dan menarik lengan kananku agar aku mengikutinya ke sebuah tempat yang tak kuketahui. Kami berjalan melewati lorong sempit yang sepertinya mengarah ke dalam perut pohon raksasa yang ada di belakang rumahnya. Ketika sampai, aku terkagum-kagum dengan tempat ini, ruangan ini bentuknya bulat, lantainya terbuat dari lumut-lumut yang menjamur di seluruh tempat, sedangkan atapnya sangat jauh dan tinggi, lubang-lubang yang memutari tubuh pohon raksasa menjadi jendela bagi ruangan ini, cahaya yang masuk berubah jadi berwarna hijau. "Semuanya hijau, ya? Dan atapnya terlalu tinggi untuk dicapai." ucapku dengan terbinar-binar memperhatikan tiap sudut tempat ini. "Karena cukup luas, aku pikir ruangan ini bisa dijadikan sebagai tempat latihan menari." "Hah? Menari? Kau suka menari? Dari pada membahas itu, ayo kita mulai untuk melatihmu menjadi seorang penari--ah, bodoh, maksudku, penyihir!" kata Sun dengan tatapan semangat yang bergelora. "Sekarang, berdirilah di hadapanku, Biola!" Aku menuruti permintaan Sun untuk berdiri di depannya, kemudian, aku menatap matanya dengan intens, sedangkan yang ditatap, hanya tersenyum tipis. "Mula-mula, aku akan menjelaskan syarat-syarat untuk menjadi seorang penyihir! Pertama! Kau harus punya tujuan jelas mengapa kau mau jadi seorang penyihir! Kedua! Kau harus punya kekuatan sihir! Ketiga! Jika kau ingin jadi penyihir resmi, maka harus mendaftar di kerajaan, tapi jika kau ingin jadi penyihir liar, kau tak perlu mendaftar ke sana. "Keempat! Kau harus bergabung dalam sebuah squad penyihir agar bisa berinteraksi dengan penyihir selain dirimu! Mau kau penyihir resmi atau liar, sebuah squad sangat penting untuk kehidupanmu sebagai seorang penyihir! Dan yang terakhir! Kau harus mengabdikan dirimu kepada sang raja, tidak peduli kau penyihir resmi atau pun liar!" Aku terkejut mendengar penjelasan dari Sun, jadi begitu, ya, penyihir pun ada yang resmi dan liar, tapi, walau aku seorang penyihir liar pun, aku tetap diwajibkan untuk mengabdikan diri kepada sang raja. Sungguh mengagumkan. "Bolehkah aku bertanya sesuatu?" "Silahkan." jawab Sun dengan cepat. "Tadi kau bilang, seorang penyihir harus punya kekuatan sihir? Tapi seperti yang kau lihat, aku tidak memiliki kekuatan sihir sedikit pun, apakah aku bisa menjadi seorang penyihir dengan keadaan begini?" "Sayangnya, tidak bisa, Biola," Mendengar itu langsung membuat wajahku murung seketika. "Kecuali kau mau untuk membangkitkan kekuatan sihirmu, pasti bisa!" Mukaku kembali segar kembali setelah mendengar hal itu. "Benarkah? Apakah aku bisa membangkitkan kekuatan sihirku? Tapi bagaimana caranya?" "Tentu saja kau bisa membangkitkannya! Caranya dengan mengalahkan makhluk yang paling kau takuti dari mimpi burukmu!" Saat mendengar itu, mataku langsung terbuka lebar, karena ini pasti akan sangat berat. Dari sekian mimpi buruk, aku ingat sekali, ada satu mimpi yang bahkan membuat diriku hampir sekarat dan dibawa ke rumah sakit karena tegang yang berlebihan, kejadiannya saat aku masih berusia lima tahun. Di dalam mimpi itu, aku bertemu dengan manusia aneh yang memiliki rambut perak di sekujur tubuhnya sampai menutupi wajahnya, tapi dia tidak memiliki tubuh bagian bawah yang meliputi p****t, paha, dan kaki, walau begitu, dia bisa berdiri dengan melayang di udara. Dan, dia selalu bergumam "Aku ingin membunuh!" berkali-kali. Di dalam mimpi, saat itu aku berada di sebuah perkampungan yang sepi dan menyeramkan, dan keadaanku sedang bersembunyi di rumah warga, aku mengintip dari jendela, melihat makhluk mengerikan itu dengan kaki yang gemetar saking takutnya. Puncak dari mimpi itu adalah saat dia menoleh padaku dan masuk ke rumah yang kutempati karena sadar ada yang selalu memperhatikannya, dan dia berhasil menemukanku yang bersembunyi di kolong ranjang. Dengan bergumam 'Aku ingin membunuh!' terus menerus sambil memandangiku yang ketakutan berhasil membuatku bangun dari tidur dengan keringat yang membanjiri seluruh tubuhku. Dan sekarang, aku diperintahkan oleh Sun untuk mengalahkan makhluk yang paling kutakuti di mimpi burukku untuk mendapatkan kekuatan sihir? Apa yang harus kulakukan! Soalnya aku yakin dia akan menjadi lawanku! Karena hanya mimpi itu yang sampai saat ini membuatku ketakutan! "Bagaimana? Apa kau siap, Biola?" Aku mengerlingkan mataku ke arah lain mendengar Sun bertanya padaku, aku bingung harus menjawab apa, soalnya aku tidak ingin bertemu lagi dengan manusia aneh itu, tapi jika aku menolaknya, maka aku tidak bisa menjadi seorang penyihir. "Ba-Baiklah, aku siap." "Hm? Nada suaramu tiba-tiba gugup, ada apa? Apakah kau sudah menyerah duluan sebelum bertarung, Biola? Aku tak tahu makhluk seperti apa yang membuatmu ketakutan, tapi aku yakin kau bisa mengalahkannya, karena mau semenyeramkan apa pun, makhluk itu hanyalah hasil dari imajinasimu saja, tidak ada yang perlu dicemaskan!" Aku menghembuskan napas, menatap wajah Sun dengan memasang muka khawatir. "Apakah aku harus membunuhnya untuk dapat mengalahkannya?" Sun segera menanggapi pertanyaanku. "Tentu saja, entah memakai cara apa, itu terserah padamu, yang penting, kau harus bisa membunuhnya!" "Lalu, jika aku tidak bisa mengalahkannya atau bisa dibilang 'kalah' darinya, apakah aku terbunuh dalam pertarungan tersebut?" Seketika, Sun tidak langsung menjawab pertanyaanku, dia diam sejenak dalam beberapa detik hingga akhirnya berkata, "Kuharap, kau bisa memenangkannya, Biola." Dengan wajah serius dia berucap demikian padaku. Dari jawabannya saja, aku bisa tahu apa maksudnya, jika aku kalah dalam pertarungan, maka aku akan terbunuh. Pasti itu yang Sun maksud dalam ucapannya. Bagaimana ini!? Saat ini aku tak tahu apa yang harus kulakukan. "Ba-Baiklah, aku paham sekarang, kita mulai saja, Sun, aku akan segera mengalahkan makhluk dari mimpi burukku agar bisa menjadi seorang penyihir dan bertemu dengan enam--ah tidak, maksudku---" "Jangan mengelak, Biola. Katakan saja apa yang kau inginkan agar bisa menyemangati mentalmu! Aku tidak akan menertawakanmu kali ini!" "Be-Begitu? Baiklah! Aku akan berjuang demi bisa bertemu dengan ENAM KESATRIA KERAJAAN!" Tiba-tiba, Sun berlari menjauhiku, dia berdiri di sudut ruangan, sepertinya ritual ini akan segera dimulai, aku harus siap untuk melawan makhluk menyeramkan yang muncul di hadapanku nantinya. Aku menunggu, terus menunggu kedatangan makhluk dari mimpi burukku, tapi masih belum muncul juga. Ada apa ini? Mengapa dia belum muncul-muncul juga? Apakah ada kesalahan? Aku menoleh pada Sun yang berdiri di sudut ruangan, tapi dari wajahnya, dia berkata padaku 'tenang saja, dia pasti muncul, bersabarlah sebentar lagi', begitulah yang dapat kusimpulkan dari raut muka Sun. Setelah itu, dengan samar-samar, aku seperti mendengar seseorang yang bergumam tanpa henti. "Aku ingin membunuh! Aku ingin membunuh! Aku ingin membunuh! Aku ingin membunuh! Aku ingin membunuh! AKU INGIN MEMBUNUH!" Astaga! Akhirnya dia muncul! Ini mengerikan!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD