Six Knights - 07

1171 Words
Saat ini, aku bersama Sun sedang berada di dalam perut pohon raksasa, tujuan kami pergi kemari adalah untuk melatih diriku agar bisa membangkitkan kekuatan sihir, aku diwajibkan untuk menghadapi makhluk yang paling kutakuti di dalam mimpi burukku, jika aku kalah, maka aku akan terbunuh di sini. Satu-satunya cara untuk mengalahkan makhluk tersebut adalah dengan membunuhnya, entah pakai cara apa, itu terserah padaku, yang penting lawanku harus mati di tanganku. Astaga! Tapi itu benar-benar mustahil, bayangkan saja, melihat wujudnya saja pasti membuatku ketakutan, apalagi untuk membunuhnya? Sayup-sayup, aku bisa mendengar sebuah gumaman aneh yang diulang terus-menerus, suaranya semakin dekat dan dekat, hingga akhirnya tampaklah sebuah makhluk yang sangat kutakuti, tepat beberapa meter di depanku, dia melayang-layang dengan tubuh yang seluruhnya tertutupi oleh bulu berwarna perak, ia menggumamkan 'aku ingin membunuh!' berkali-kali hingga telingaku hampir pecah. Belum apa-apa, keringatku sudah bercucuran sampai membasahi pakaianku, kedua kakiku bergetar, mataku melotot saking kagetnya melihat penampakan makhluk tersebut yang muncul secara mendadak di depanku. "Biola!" Sun yang mengamati pertarunganku dari sudut tempat ini berseru padaku. "Kalahkan rasa takutmu! Anggap saja dia itu hanya boneka jerami! Jangan takut! Biola!" Aku mencoba mengepalkan tanganku dan menganggukkan kepalaku, mengisyaratkan pada Sun bahwa tak ada yang perlu dikhawatirkan, aku pasti akan mengalahkannya, bagaimana pun caranya. "Jika kau sangat ingin membunuh, cobalah bunuh aku, makhluk jelek!" raungku pada makhluk aneh itu, kepalanya yang dipenuhi bulu berwarna perak menoleh padaku, kelihatannya dia sedang memperhatikanku dengan serius. "Aku ingin membunuhmu!" Dengan cepat, makhluk aneh itu terbang, melesat padaku, aku yang kondisinya sedang tak begitu siap, langsung meloncat ke samping, alih-alih terjatuh ke lantai, perutku malah ditubruk oleh kepala makhluk berbulu itu sampai terbatuk-batuk dan ambruk ke lantai dengan meringis kesakitan. Tidak puas, makhluk aneh itu segera terbang tinggi, lalu dengan ekstrim, dia jatuhkan tubuhnya secara sengaja agar bisa menindih tubuhku dengan keras, sadar akan terkena bahaya, aku cepat-cepat merangkak untuk menghindari bantingan dari tubuh makhluk tersebut. Aku terus merangkak secepat mungkin agar bisa selamat dari tindihan tubuhnya yang jatuh, karena aku bisa membayangkannya kalau rasanya pasti akan menyakitkan. "Semangat Biola! Jangan sampai kalah dari makhluk menjijikan itu!" Sun berteriak-teriak dari sudut ruangan untuk menyemangatiku, aku senang mendengarnya, karena itulah aku tidak boleh kalah dari pertarungan pertamaku. Jika aku kalah, aku tidak pantas menjadi seorang penyihir! BRAK! "URGH!" Ini sakit sekali, aku berani bersumpah. Tubuh makhluk itu berhasil mengenaiku, dia jatuh tepat di punggungku, padahal aku yakin sudah berpindah posisi, tapi mengapa? Rasanya sangat menyakitkan ketika punggungku tertimpa tubuh yang jatuh dengan begitu kencang, aku bahkan mual karena isi perutku jadi sedikit berantakan. "Apa kau baik-baik saja, Biola!?" Aku segera melirik pada Sun dengan tersenyum padanya, menandakkan kalau aku baik-baik saja, walau sebenarnya aku sedang dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. Perut dan punggungku sedang kesakitan, rasa nyerinya masih belum hilang, tapi jika aku terus-terusan tidak bisa bergerak, maka aku pasti akan terkena serangan lawanku lagi. Setelah menindihku, makhluk berbulu perak itu melayang-layang kembali di langit-langit ruangan, sembari bergumam, "Aku ingin membunuh! Aku ingin membunuh!" Tanpa henti. Kedua tanganku bergetar, tapi aku mencoba bangkit dari posisi terbaring di lantai karena aku tidak bisa terus-terusan seperti ini. Aku harus memberikan perlawanan padanya! Ya, aku harus membalas perbuatannya padaku, walau aku takut melihat wujudnya yang menyeramkan. Rambut merahku yang panjang tergerai dengan kusut, seluruh tubuhku lecet di sana-sini, rasa nyeri masih bergejolak di dalam perutku, tapi aku tidak akan diam saja, ini sudah sangat keterlaluan. Sekarang, aku harus membuat rencana agar bisa mengalahkannya sampai dia mati! Ayo! Berpikirlah! Berpikirlah! Kumohon, berikan aku sepercik cahaya agar aku bisa menemukan jalan keluar dari pertarungan ini. Aku tersentak, secara mendadak, aku mendapatkan suatu ide brillian yang dapat mengalahkan makhluk aneh itu dengan cepat, baiklah, aku akan ambil ide itu!  Aku menoleh pada Sun yang berdiri di sudut ruangan, "Apa tipe sihirmu, Sun!?" seruku pada Sun dengan raut muka serius. "KEGELAPAN!" sahut Sun dengan berteriak kencang padaku. Aku tersenyum mendengarnya, bagus, sesuai rencana! "Bisakah kau selimuti ruangan ini dengan kegelapan sampai kau sendiri tak bisa melihat apa pun?" pintaku dengan nada yang memohon. "Eh? Aku bisa sih, tapi untuk apa, Biola!?" tanya Sun dengan polos karena dia tak paham apa yang kurencanakan. "LAKUKAN SEKARANG! KUMOHON!" Sun langsung mengangguk mendengar teriakanku, kemudian, dia segera merapalkan suatu mantera di mulutnya dan perlahan-lahan cahaya dari sinar matahari lenyap dan semakin menghilang, sampai akhirnya ruangan ini gelap gulita. Saat ruangan ini sudah gelap, aku bisa mendengar kalau makhluk dari mimpi burukku itu kebingungan, dari nada gumamannya saja, dia terdengar seperti orang yang terheran-heran mengapa tempat ini jadi gelap gulita. Aku bersyukur karena makhluk yang paling kutakuti ini termasuk tipe makhluk yang sangat bodoh, karena yang ada dipikirannya hanyalah keinginannya untuk membunuh sesuatu, selain hal itu, dia tidak memikirkan apa-apa lagi. Inilah kesempatanku untuk menunjukkan kalau makhluk kuat pun akan kalah saat melawan makhluk cerdas! Aku berlari memutari ruangan ini yang kebetulan bentuknya bulat, sengaja menimbulkan bunyi langkah kaki agar makhluk itu terkecoh dengan suara tersebut. Aku ingat, saat makhluk aneh itu terbang, pasti akan ada suara angin sekelebat, dan sekarang, aku menunggu munculnya tanda suara itu. Sambil menunggu, aku terus berlarian, memutari tempat ini, dengan mengencangkan suara langkah kakiku secara sengaja. SWUSH! Aku mendengarnya! Suara itu muncul! Itu artinya dia telah terkecoh dengan suara langkah kakiku. BRUK! Kemudian, aku mendengar bunyi sesuatu yang menabrak dinding, suara itu pasti berasal dari makhluk aneh itu yang tertabrak tembok karena terbang dengan kecepatan tinggi secara berlebihan di tempat yang gelap seperti ini. "NYALAKAN LAGI TEMPAT INI! SUN!" Perlahan-lahan kegelapan yang menyelimuti tempat ini mulai menghilang, tergantikan dengan cahaya matahari yang masuk melalui lubang-lubang kecil di dinding. Dan dugaanku benar, ketika tempat ini nyala kembali, dengan jelas, aku bisa melihat kalau makhluk menyeramkan itu telah menabrak tembok hingga dirinya kini sedang terbaring di lantai, menahan rasa nyeri pada tubuhnya. Aku melangkahkan kakiku, menghampirinya. Entah kenapa, rasa takutku pada makhluk itu sudah menghilang, digantikkan dengan rasa benci karena dia sebelumnya telah menyakitiku. "Ini waktunya pembalasan." ucapku dengan tegas sambil mataku terus memandangi tubuh makhluk itu yang masih tak berdaya di lantai. "Aku ingin membunuhmu! Aku ingin membunuhmu! Aku ingin membunuhmuuu!" Makhluk itu masih tak mau berhenti untuk menggumamkan keinginannya yang ingin membunuh, dan kali ini, dia ingin membunuhku. "Maaf saja, aku tak bisa menyerahkan nyawaku secepat ini padamu, karena aku masih punya urusan di dunia ini! Sekarang, aku akan membebaskanmu dari penderitaan itu, kau akan kulenyapkan tanpa rasa sakit." Aku langsung berlari mengambil sebuah ranting pohon yang tergeletak di sisi ruangan, kebetulan sekali, ujung rantingnya sangat runcing dan tajam, aku yakin sekali jika manusia tertusuk oleh benda ini, akan langsung mati. Karena itulah, aku akan menggunakan cara tersebut. "Jangan membunuhku! Jangan membunuhku! Jangan membunuhku! Jangan membunuhku!" Tiba-tiba saja, gumamannya berubah menjadi permohonan untuk tidak dibunuh olehku. Aku mengayunkan ranting itu pada makhluk menyeramkan itu, kemudian, ZRASH! Aku berhasil menghunuskan ranting tajam itu tepat di jantung makhluk tersebut. "AAAAAAARGH!" Makhluk itu menjerit kesakitan, darahnya yang keluar dari dadanya yang kutusuk muncrat mengenai wajahku, akhirnya mukaku ternodai oleh cairan kental berwarna merah ini. "Selamat tinggal dan jangan pernah muncul lagi di mimpiku, Wahai Makhluk Berbulu." Dan pertarungan ini berakhir dengan kemenanganku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD