bc

Beautiful Liar

book_age18+
634
FOLLOW
10.0K
READ
love-triangle
HE
opposites attract
drama
bxg
city
like
intro-logo
Blurb

Vira merasa sakit hati karena diselingkuhi oleh pacarnya, Ilham. Parahnya lagi adalah Ilham selingkuh dengan Meri, sahabat Vira sendiri. Rasa sakit hati itu membuat Vira menggalau di klub sampai mabuk dan mempertemukannya dengan Indra. Lelaki yang menawarkan pernikahan untuknya namun dengan cepat Vira tolak mentah-mentah.

Sudah diselingkuhi, Ilham malah yang memutuskan hubungan. Lelaki itu juga dengan tidak tahu malunya malah membandingkan Vira dengan Meri. Tidak terima karena diperlakukan begitu, Vira memutuskan untuk balas dendam.

Ia akan tunjukkan pada Ilham kalau dirinya jauh lebih baik dari Meri dan juga bisa mendapatkan lelaki yang jauh lebih baik dibanding Ilham.

Saat itulah akhirnya Vira menyetujui tawaran Indra. Keuntungan pernikahan kontrak mereka adalah uang bulanan tiga digit yang pasti bikin rekening Vira melejit. Hanya saja itu semua baru bisa Vira dapatkan setelah memenuhi syarat yang bikin hati Vira menjerit.

Akankah Vira mendapatkan yang dia inginkan? Atau dirinya harus terjebak dalam kebohongan dan bersikap seolah semuanya baik-baik saja.

chap-preview
Free preview
Prolog
‘Kalo udah bangun. Temuin gue di restoran hotel ini. HP lo di gue.’ Aku reflek memegang kepalaku setelah membaca tulisan di sticky notes itu. Rasa pengar akibat mabuk semalam terasa begitu menyiksa. Aku mengerjapkan mata. Kembali membaca ulang tulisan itu agar memahami apa maksudnya. Berulang kali aku baca tulisan itu, akhirnya mataku membulat baru menyadari apa yang sebenarnya terjadi. “Ini gue nggak tidur sama dia kan semalem?” tanyaku pada diri sendiri. Reflek aku berteriak, membuka mulut. Kemudian langsung menatap tubuhku. Pakaianku masih utuh. Aku kemudian langsung bangkit dan mencari cermin. Begitu ketemu, langsung aku tarik bajuku ke atas untuk melihat tubuhku. Bersih, tidak ada bercak kemerahan. Merasa masih belum mendapatkan jawaban, aku langsung melepas celana dalamku. Memeriksanya. Meski bisa saja sudah kering walau sempat basah, tetap aku lakukan. Bahkan aku mulai menciumi celana dalamku sendiri. Hanya untuk mendapatkan jawaban apakah aku semalam berbuat macam-macam dengan orang itu di kamar ini. “Vira lo udah gilak sih fiks!” pekikku pada diri sendiri. Aku mengacak rambutku sendiri kemudian berjongkok di kamar mandi. Kalau sampai aku tidur dengan lelaki asing semalam, maka itu kesalahan paling bodoh yang pernah aku lakukan. Otakku seketika langsung teringat kejadian kemarin. Sontak perasaan sedih itu langsung menghantam hatiku. Bagaimana tidak, kemarin aku memergoki pacarku selingkuh dengan sahabatku sendiri! Niatnya memberi Ilham kejutan, malah aku yang dibuat terkejut olehnya. Bisa-bisanya Ilham dan Meri selingkuh. Padahal mereka adalah orang yang paling aku percaya untuk berbagi semuanya, bahkan melebihi orang tuaku dan saudaraku sendiri. Masih ingat jelas di ingatanku kemarin saat aku mengendap-endap datang ke rumah Ilham, aku melihat mereka sedang berada di dapur. ‘Bisa-bisanya! Akan aku viralkan kau!” Tangisku langsung terhenti saat ingat kemarin aku sempat merekam mereka. Rekaman itu ada di ponsel. Sengaja aku rekam agar bisa aku sebar luaskan. Bahkan kemarin sususan kalimat thread sudah terlintas di otakku. Pokoknya satu dunia harus tahu kelakuan j*****m mereka! Hanya saja sekarang masalahnya, ponselku… Aku mengusap air mata kasar. Bangkit kemudian menatap ke cermin. “Ilham, Meri! Awas aja kalian! Tunggu gue viralin kalian!” Kemarin setelah berhasil merekam mereka, aku langsung pergi begitu saja meninggalkan rumah Ilham. Sama seperti saat aku diam-diam datang, begitu juga aku pergi diam-diam. Mereka tidak sadar kalau aku sudah tahu perselingkuhan mereka. *** Aku menunggu lift menuju lantai 1 dengan hati berdebar. Merasa penasaran dengan orang yang membawaku ke hotel ini semalam. Kalau dia bisa check in di hotel ini, artinya orang kaya. Hanya saja kenapa harus mengambil ponselku? Kenapa juga tidak ada tanda-tanda kami berbuat sesuatu semalam? Kamar itu masih rapi. Tidak ada noda darah di atas ranjang—jelas aku masih ting ting, jadi kalau berbuat seharusnya ada noda darah. Aku baru menyadarinya tadi sebelum keluar kamar. Kenapa juga dia harus menyuruhku datang ke restoran? Padahal dia bisa saja kan diam di kamar sambil menungguku bangun. Seraya berpikir, pintu lift terbuka dan aku langsung mencari-cari letak restoran. Begitu melangkah memasuki restoran. Kondisinya sepi. Hanya ada dua tamu. Keduanya lelaki. Satu bapak-bapak dan satu lagi lelaki yang kelihatan tampan sedang sibuk menatap laptopnya. Aku mengernyit. Bertanya-tanya yang mana orang yang mengambil ponselku. Mataku langsung terfokus pada seorang bapak-bapak. ‘Ini gue mau ditawarin jadi sugar baby kali ya?’ Pandanganku kemudian beralih pada si tampan yang sedang fokus menatap laptop. Rasanya tidak mungkin si tampan itu. Tampangnya seperti orang benar. Aku kemudian menatap kembali si bapak-bapak. Menghela napas pasrah. Lagi pula orang yang membuat sticky notes itu aneh. Bisa-bisanya aku diminta menemui dia padahal wujudnya saja aku tidak tahu. Berhubung aku sudah berdiri terlalu lama disana, akhirnya ku putuskan untuk menghampiri si bapak-bapak. Bapak-bapak itu mengernyit kening begitu melihat aku yang tiba-tiba datang menghampiri. “Permisi, Pak. Bapak yang semalem sama saya?” tanyaku kikuk. Rahangku terasa mencelos setelah mengatakannya. Rasa canggung dan malu bercampur menjadi satu. Kalau bukan demi rekaman perselingkuhan Ilham dan Meri yang ada di ponselku, aku pasti langsung pergi dari sini. Tidak perlu repot-repot menemui si penulis notes yang entah wujudnya seperti apa. Lagi pula kenapa bisa-bisanya dia ambil ponselku, sih?! “Oh jadi kamu gitu, Yang? Kamu nginep di hotel sama cewek?” Suara wanita tiba-tiba melengking terdengar di telingaku. Wanita itu baru datang dan langsung menarik lenganku. “Dasar pelakor. Beraninya kamu!” Kejadiannya terlalu cepat dan tahu-tahu aku sudah digampar. Iya bukan ditampar lagi tapi digampar! Bedanya? Tidak tahu. Bagiku digampar itu lebih keras dibanding ditampar. “Ma. Bukan. Aku nggak tau,” ucap si bapak-bapak itu langsung menghampiri si wanita. “Maling mana ada yang ngaku!” pekik si wanita. Sepertinya dia istri dari pria yang aku hampiri ini. Disaat aku masih memproses semua yang terjadi, seorang lelaki tiba-tiba saja datang memberi penjelasan. “Bu, Pak. Maaf ini pacar saya. Dia mabuk semalem jadi masih oleng dikit. Maaf ya salah paham. Bapaknya nggak salah apa-apa, Bu.” Aku menoleh pada lelaki itu. Si tampan yang sejak tadi fokus dengan laptopnya. Aku bengong terheran-heran. Mengagumi ketampanannya. Dia terlihat semakin mempesona saat membelaku. “Yang bener, Mas?” tanya wanita itu menuntut. “Iya. Kalau Ibu nggak percaya kita bisa minta cek CCTV hotel.” Di tengah keributan itu, aku baru sadar juga ada staf hotel yang membantu untuk melerai. Suasana restoran yang tadi sepi nan damai jadi mendadak heboh karena kebodohanku. “Saya minta maaf, Pak. Saya salah orang,” ucapku kemudian kepada si bapak-bapak. Satu sisi merasa lega karena ternyata bukan dia yang bersamaku semalam. Aku jadi merasa murahan begini karena merasa senang melihat si tampan itu. Bisa-bisanya. Aku memang sudah gila sepertinya. Selesai keributan itu, aku kemudian ikut si lelaki tampan ke mejanya. “Lo yang bawa HP gue kan?” tanyaku. Seharusnya aku bertanya begitu tadi kepada bapak itu supaya tidak menimbulkan salah paham. Lagi pula siapa yang sangka istrinya bisa pas datang saat aku menghampiri si bapak. Hampir saja rambutku dijambak tadi. Sudah jadi korban perselingkuhan, malah dituduh jadi pelakor. “Iya,” sahutnya. Dia langsung duduk begitu saja di kursinya. Aku kira minimal dia akan menarikkan kursi untukku. Nyatanya tidak, ia kembali fokus melihat laptopnya. Baru kusadari sejak tadi ekspresi lelaki itu datar. Aku masih berdiri di tempat, kemudian sengaja berdehem. Supaya dia paham kode dariku. “Lo kalo mau makan, makan aja dulu. Sarapan,” ucapnya tanpa melirikku. Aku mengangkat satu alisku. Lelaki itu sudah mengambil ponselku lalu memintaku menemuinya disini. Lalu sekarang malah mengabaikanku? “Gue cuma mau ambil HP gue,” ucapku tegas. Aku sudah ingat wajahnya baik-baik. Kalau misalnya nanti aku tiba-tiba hamil—meski aku tidak yakin semalam kami berbuat hal itu—, aku bisa mencari dia untuk bertanggung jawab. Untuk sekarang aku tidak mau membahas yang terjadi semalam, meski sangat penasaran. Sudah cukup hariku berantakan sejak kemarin. Bahkan sepagi ini saja aku sudah digampar. Aku hanya ingin segera mendapatkan ponselku dan menulis thread. Tanganku gatal ingin segera memviralkan Ilham dan Meri. Aku ingin segera mendapat support dari netizen. Oh ya dan tentunya teman-teman kami harus tahu kelakuan mereka berdua. Kebetulan aku, Ilham, dan Meri satu jurusan saat kuliah. Jadi lingkar pertemanan kami ya itu-itu saja. “Mau buru-buru viralin Ilham sama Meri?” tanya lelaki itu seraya mengalihkan pandangannya dari laptop menjadi menatapku. Aku merasa tercengang. Bagaimana lelaki ini bisa tahu? Jelas-jelas dia asing. Aku tidak pernah melihat wajahnya. Tandanya kami tidak saling mengenal. Akan tetapi kenapa dia bisa tahu niatku? “Bingung kenapa gue bisa tau?” tanya dia kemudian. Aku mulai curiga kalau dia bisa baca pikiran. Lelaki itu menghela napas. “Duduk terus pesen makan. Sarapan dulu sambil nunggu gue kelarin kerjaan. Abis itu gue kasih tau gimana cara buat bales dendam ke cowok lo yang b******k itu.” Aku masih menatapnya dengan tidak percaya. “Duduk, Vira.” Aku jadi merinding sekarang. Lelaki itu bahkan tahu namaku.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
189.4K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.5K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
204.6K
bc

My Secret Little Wife

read
95.7K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.5K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook