1. Desa Neraka

1015 Words
"Selamat pagi, Pak," sapa Reswara. Hari ini merupakan hari pertama Reswara dipindahkan ke SMA Negeri 1 Kejora. Ia pindah dari Kota Heaven ke Desa Neraka sekedar ingin mencari suasana baru. Akan tetapi, di hari pertamanya masuk sekolah. Ia justru terlambat dan saat ini ia sedang berdiri di bawah tiang bendera di hadapan guru BK. "Pagi." Mintaka, guru BK di sekolah tempat Reswara belajar balas menyapa dengan dingin, "Siapa namamu?" "Ada di sini, Pak," jawab Reswara sambil menunjuk ke arah papan nama yang tersemat rapi di d**a bagian kanan seragamnya. Mintaka mengangkat sebelah alisnya tanpa berniat untuk membacanya. "Siapa namamu?" ulangnya dingin. "Bukannya sudah saya bilang di sini nama saya. Jadi, Bapak bisa langsung membacanya," jawab Reswara tanpa berniat pula untuk menjawabnya. "Sebutkan siapa namamu atau penggaris ini akan mendarat di tubuhmu," ancam Mintaka dengan tangan kiri yang mengangkat penggaris kayu berukuran besar. "Baik, Pak." Gadis itu langsung mengulurkan tangannya dan menyentuh tangan kanan Mintaka seolah sedang bersalaman. "Nama saya Reswara Ragana Candramawa. Usia saya tujuh belas tahun dan sekarang saya sudah menginjak kelas tiga. Sejak saya duduk di bangku taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sampai saya duduk di bangku sekolah menengah atas. Saya selalu menjadi juara kelas, bahkan juara satu sekolah. Saya berasal dari keluarga kaya raya yang memilih tinggal di desa. Jauh dari ayah, ibu, adik, dan keluarga saya lainnya. Cita-cita saya adalah menikah muda. Jadi, di usia saya yang menginjak ke tujuh belas tahun ini, saya sudah siap untuk menikah asalkan ..." Reswara sengaja menghentikan kata-katanya karena ingin Mintaka yang memintanya untuk melanjutkan kalimatnya. "Asalkan apa?" tanya Mintaka tanpa tahu maksud terselubung gadis cantik itu. "Asalkan Bapak yang menjadi mempelai prianya," jawab Reswara sambil nyengir kuda. Baru pertama kali bertemu dengan Mintaka, Reswara langsung jatuh cinta. Istilah kerennya, jatuh cinta pada pandangan pertama. Untuk pertama kalinya ia menyukai seorang pria padahal usianya sudah menginjak ke tujuh belas tahun. "Astaga, Tuhan! Siapa tadi namamu?" Untuk yang pertama kalinya, Mintaka mendapat murid unik seperti Reswara. "Reswara, Pak. Panggil saja sayang," jawab Reswara tersenyum malu. "Saya serius, Reswara," tegas Mintaka. Manik mata yang besar, alis tebal yang tersambung, hidung mancung, dan bibir merah terbelah. Terlihat sekali bahwa pria itu bukan tipe pria yang suka merokok. Bahkan dalam keadaan marah sekalipun, pria itu masih terlihat tampan. Justru menurut Reswara sendiri, Mintaka terlihat lebih mempesona ketika sedang marah. "Iya, iya. Bapak bisa panggil saya Res," sungut Reswara murung. Gadis dengan bola mata kecil itu, jika tersenyum matanya akan menyipit. Hidung kecil yang mancung, rambut panjang hitam legam, lesung di bawah kedua sudut bibirnya, dan gigi gingsul di sebelah kanan yang menambah kesan manis. Saat ini, gadis cantik itu sedang menurunkan kedua sudut bibirnya. Terlebih dengan bibir yang sengaja dimajukan ke depan. Benar-benar terlihat sangat lucu dan menggemaskan. "Bagus. Kenapa kamu terlambat?" tanya Mintaka sambil menepuk-nepukkan penggaris itu ke telapak tangan kirinya. "Saya dari kota Heaven langsung menuju ke sini, makanya saya terlambat," jawab Reswara jujur. "Jangan bercanda, Res!" Mintaka menatap tajam ke arah Reswara, "Kalau diperhatikan, sepertinya aku tidak pernah melihat dia di sekolah ini," imbuhnya dalam hati. "Saya serius, Pak. Lagi pula, tidak ada untungnya juga saya berbohong sama Bapak," sanggah Reswara. Semula, ia bersekolah di kota tempat ia tinggal. Merasa bosan dengan suasana di sana, ia meminta izin pada ayah dan ibunya untuk pindah sekolah di desa. Tempat di mana, Sati, pengasuhnya dulu sewaktu ia kecil tinggal. Meski kedua orang tuanya menolak, tetapi ia bersikeras untuk pindah. Hingga pada akhirnya, ia diizinkan dan semua proses pemindahan diurus oleh Sati. Jadi dari kota tempat ia tinggal, Reswara langsung meluncur ke sekolah barunya di Desa Neraka. Mintaka memeriksa ekspresi wajah Reswara berusaha menilai. Apakah ada kebohongan di sana atau justru kejujuran yang terlihat. Setelah memastikannya, ia langsung membahas hal lain. "Baiklah. Ngomong-ngomong, saya baru pertama kalinya melihat kamu. Apakah kamu tidak pernah terlambat sebelumnya?" Setelah diperhatikan, Mintaka menyadari wajah asing Reswara. "Saya anak pindahan dari Kota Heaven dan hari ini merupakan hari pertama saya ke sekolah," balas Reswara menatap Mintaka lekat. Ia merasa, pemandangan seindah itu tidak boleh disia-siakan begitu saja. "Jadi, kau tidak berbohong?" "Ya ampun, Sayang!" Reswara menggelengkan kepalanya pelan tidak habis pikir, "Semua yang saya katakan dari awal sampai sekarang itu jujur, Pak. Termasuk cita-cita saya untuk menikah muda dengan Bapak," lanjutnya tertunduk malu-malu sambil memainkan kakinya. "Kamu bilang tadi kelas tiga, 'kan?" tanya Mintaka tidak menghiraukan ucapan gadis cantik itu. "Iya, Pak," sahut Reswara mengangkat pandangan menatap Mintaka kecewa. "Kenapa kamu pindah ketika kamu naik kelas tiga? Bukankah seharusnya kamu belajar dengan giat untuk ujian nanti?" Mintaka benar-benar tidak habis pikir dengan kepindahan yang dilakukan oleh Reswara. "Saya pindah ke sini demi menjemput jodoh saya. Saya ingin menjemput mempelai pria saya demi menggapai cita-cita saya untuk menikah muda." Lagi-lagi Reswara tersenyum malu sambil melirik ke arah Mintaka, "Kalau masalah itu, Bapak tidak perlu khawatir. Saya bisa melakukannya dengan baik, bahkan saya bisa melakukannya dengan sangat baik," tambahnya dengan sangat yakin. "Ya Tuhan ... Kenapa aku harus dipertemukan dengan murid seperti Reswara?" batin Mintaka mengeluh. Jujur, ia tidak tahu harus menjawab apa. Ia tidak tahu bagaimana cara menghadapi siswi seperti Reswara yang terlihat sangat bersemangat mengerjainya. Apalagi bahan candaan gadis itu ke arah yang lebih serius. Tidak tepat sekali pembahasan seperti itu dijadikan sebagai candaan atau lelucon. Pria itu tersenyum sambil menggertakkan giginya. Ia bersikap seolah tidak mendengar ucapan pertama dan justru mempertanyakan ucapan terakhir gadis itu. "Kenapa kamu bisa seyakin itu? Bisa saja mata pelajaran di sini lebih sulit dibandingkan dengan mata pelajaran di sekolahmu dulu dan kamu akan kesulitan untuk mempelajarinya?" tanya Mintaka berusaha menggoyahkan kepercayaan diri gadis itu. Reswara menghela nafas berat. "Tentu saja karena ada Bapak di sini. Jika tidak, mana mungkin saya memiliki keyakinan ini," sahutnya santai. Ia tahu Mintaka sengaja mengalihkan pembicaraan utamanya dan memilih membahas pembicaraan kedua. "Kenapa jadi saya?" tanya Mintaka dengan dahi yang berkerut dalam. "Karena hanya dengan melihat Bapak saja, semangat belajar saya langsung meningkat seribu kali lipat. Jadi, Bapak tidak perlu mengkhawatirkan saya karena saya tahu apa yang harus saya lakukan," jelas Reswara dengan nada bicara yang terdengar tidak biasa di telinga Mintaka. "Tidak bisakah kamu serius sedikit?" tanya Mintaka kesal.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD