#5

1020 Words
"Rindu!" kaget Riski dan Rike secara bersamaan. "Jadi memang Mamih berniat menjual aku?!" pekikku tajam, jika saja kalian tanya apa yang sangat ingin aku lakukan sekarang, jawabnya aku ingin membunuh wanita itu saat ini juga. Tapi sekali lagi aku hanya gadis kecil terlebih seorang diri. "Bukan begitu Rindu.." kali ini suara Riski yang terdengar mengatensiku, aku hanya menatapnya nyalang. Iapun sama hinanya dengan Mamih Rike, dimataku. "Rindu sayang...! kami disini tak pernah menjual seseorang tanpa persetujuan mereka sendiri, kamu tahu kenapa? dulu aku juga sama sepertimu. Aku hanya anak rantau dan ada seorang wanita memanfaatkanku waktu itu. Sampai aku terjerat didalam dunia malam ini, karena itu aku tak pernah ingin cara yang sama. Kau bisa tanya pada yang lain. Tapi maaf sekali lagi, semua yang terjadi dikamar tanpa kuasaku, aku juga tidak mengerti mengapa Tuan muda Han Jian malah melakukan hal itu padamu" sahut Rike tenang, Matanya menyorotkan apa yang ia katakan adalah kebenaran, tapi apakah aku harus percaya begitu saja? setelah apa yang terjadi padaku? "Bohong..." desisku penuh penekanan dan bergetar hebat, karena air mataku sudah kembali turun, perlahan wanita itu mendekat, ia memelukku. Tanpa sadar aku menangis terisak dalam dekapannya. Mengapa? Mengapa semua terasa begitu damai dalam pelukkannya? atau hanya karena saat ini hanya sebuah pelukkan yang ku butuhkan ?. Perlahan aku memilih percaya, heeeh.. Memang apa lagi yang mereka akan ambil dariku? semua telah sirna. Tak ada lagi harapan yang dapat ku sentuh. Dan mungkin saja aku akan berakhir sama sepertinya. Menetap disini sebagai wanita malam. Rindu POV end. --- Setelah menenangkan Rindu, Mamih Rike meminta gadis itu untuk tetap tinggal disini, tepatnya tinggal di losmen khusus para karyawan, wanita itu juga boleh untuk meneruskan pekerjaannya, Rindu sendiri tak punya pilihan lain selain melanjutkan kehidupannya yang terlanjur terasa pahit dan getir, hidup harus terus berjalan. Seperti itulah pikir gadis itu Rindu POV "Rindu.. tuh kamar lo, lo bakal satu kamar sama Suci" ucap Riski kepadaku. Aku hanya menatap kamar kecil itu, tempatnya tak begitu bagus. Bahkan cendrung pengap, aku yakin wanita yang tinggal disini sudah menghabiskan beberapa batang rokok dalam semalam, karena baunya yang begitu menyengat. Sangat jauh berbeda dengan kamar yang kemarin aku tempati, meski masih satu gedung. Tapi tidak Rindu..!! itu bukan kamar...! itu neraka Rindu.. NE-RA-KA.. "Ngapa lo bengong masuk!" titah seorang wanita kurus tinggi, yang di lengan kirinya terdapat sebuah tato bergambar naga, itu terlihat karena ia hanya memakai atasan tanktop saja. Akupun masuk kedalam, aku duduk paling pinggir karena takut dengan wanita itu. Aku bahkan sampai menelan ludahku kasar, ayohlah. Mana jiwa pemberaniku. "Gimana kemarin Making love sama tuan muda, gantengyah, seksi lagi enak dong!" kata-katanya sungguh suatu penghinaan bagiku, tapi bibirku terlalu keluh untuk membalas, sehingga aku hanya membuang pandangan ke.samping. "Gak usah ngambek gitu! lagi bener tau Mamih gak jual lo, cuma ajah si tuan muda lagi horni kali makanya lihat lo, lo langsung diajak ena-ena sama dia" "Ooh.. jadi kamu mau bilang nasibku sial! kamu benar, bahkan sangat sial" akupun berani membalas percakapannya. "Hahhahahaa... yah gak gitu juga Rindu, lo gak sial banget kok. Setahu gue tuan muda kasih lo kartu debit yang isinya fantastis, kalau gak percaya minta ajah sana sama Mamih". ucapnya enteng seakan tak memikirkan bagaimana hancurnya perasaanku. "Gak akan pernah!, Semiskin apapun aku, aku tak akan menyentuh uang itu, Karena itu artinya sama saja aku menyetujui diriku menjual diriku" Sahutku meluap-luap. Akupun membalikan tubuhku membelakangi wanita itu, ku dengar ia masih terus tertawa seakan meremehkan, sakit.. hatiku perih dengan semua ini, sedikit dendam mulai terjalin didalam rongga dadaku. Entah berapa lama rasa ini akan bersarang didalam sana. Rindu POV end. Rindu bertekad tak akan pernah menanyakan kartu itu ke Mamih Rike, meski wanita itu tetap memaksa Rindu mengambilnya, ia tak ingin kehilangan lagi, satu-satunya hal yang masih bisa Rindu jaga dalam dirinya yaitu harga diri. 2 bulan berlalu, Rindu sudah mulai terbiasa dengan teman sekamarnya Suci, wanita yang jauh lebih sering pergi malam pulang pagi itupun tak pernah lagi mengusik Rindu. Soal kebutuhan sehari-hari ia dibantu oleh Riski, Rindu bukannya telah memaafkan laki-laki jadi-jadian itu. Hanya saja ia memilih berdamai dengan hatinya, berdamai dengan semua masalahnya. Terlalu lelah rasanya jika ia harus selalu hidup dalam kebencian, apalagi saat tak ada seorangpun yang ada di belakangnya. "Hhhhooeeekkk...hhooeekkk..." Sudah beberapa hari ini Rindu merasakan mual muntah hebat, biasanya ia tak masalah bekerja keras sekalipun. "Kamu hamil?!" tebak Mamih Rike saat melihat Rindu beberapa kali bolak-balik kekamar mandi. Rindu jadi tertegun diam seraya mengusap bibirnya yang masih basah. Apa tadi dibilang sama Mamih? Hamil...? ‘Oohh.. hahaha...hahaaa... hal gila apa lagi yang menghampiriku’. pikirnya. "Hamil Mih?" beo Rindu sudah seperti orang tuli yang harus mengulang perkataan orang lain, terlihat Mamih Rike yang mengangguk mantap. Wajahnya memancarkan rasa tenang. "Gak.. gak mungkin!" desis Rindu seakan tanpa sadar, ia seolah ingin meyakinkan dirinya sendiri apa yang Mamih Rike sangka tidak benar. "Lebih baik kamu periksa, mintalah testpack pada Novi" Sahut Mamih Rike prihatin. Ia berlalu sambil menepuk bahu Rindu, mencoba menguatkan gadis itu. seperti saran Rike, Rindupun pergi menemui Novi. "Kak.. emm.. emm... aku.. aku kesini karena butuh sesuatu" ucap Rindu takut-takut. "Mau minta testpack?" sahut Novi santai, wanita itu berdiri dan mengambil sesuatu dari dalam tasnya. "Bisakan pakainya?" Rindupun hanya menggeleng karena ia sungguh tak tahu. Biasanya orang dikampungnya hanya tahu diri mereka hamil dari tanda-tanda yang nampak. "Tuh... lo tinggal ikutin caranya di belakang" jawab Novi, Rindupun memperhatikan setiap kata dengan seksama. Tiba-tiba saja jantungnya berdegub jauh lebih kencang. "Haaaah... kenapa aku harus pakai benda ini" gumamnya frustasi, saat masih didalam kamar mandi. Wanita itu telah selesai melakukan test sesuai petunjuk pakai. Sekarang ia hanya tinggal melihat hasilnya. Tapi suara gedoran pintu membuatnya kaget. "Rindu... cepetan gue juga mau lihat!" teriak Novi dari luar. Rindu perlahan membuka kamar mandi, nampak Novi dengan wajah penasarannya. "Gimana..?!" tak sabaran membuat Novi menarik benda pipih itu dari tangan Rindu. "Positif..." gumam Novi tanpa berkedip. "Apa kak?" Matanya sudah berkaca-kaca, jelas wanita itu mendengarnya tapi ia tak mampu menerima ini semua. Tanpa ragu Novi mendekap Rindu, Rindu tak menolak, ia langsung membaur dipelukkan Novi. Menangis sesegukkan atas semua karunia yang ia tanggung "Aku harus gimana.. ? harus gimana kak...?! hikss...hikss," gumamnya pilu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD