#7

1044 Words
Tinggi tubuhnya membuat Rindu tak bisa menatap langsung wajahnya, tapi justru Rindu dapat mencium aroma pria itu yang menguar dari balik Jas yang ia gunakan, aroma parfum mahal. "Hei.. kok diam sih?!" desak pria itu tangannya sudah melambai ke arah wajah Rindu, merasa tak ada pergerakkan ia menarik tangan Rindu masuk, membuat Rindu sadar situasi yang sebenarnya. "Lepaskan saya, Tuan," pekik Rindu seraya menarik tangannya keras. "Heeeh..." Pria itu hanya menyinggulkan senyum miringnya atas reaksi Rindu. "Jadi untuk apa kamu kesini?!" Ia pikir Rindu juga sama sepertinya, ingin mengulang malam panas itu sekali lagi. Dan bagi Jian tak masalah jika Rindu meminta nominal yang lebih besar lagi dari yang pernah ia berikan. "Ak-aku ke sini mau bilang kalau aku hamil! dan ini anak anda, Tuan," jawab Rindu kaku, tangannya yang berada di atas perutnya begitu bergetar. Tapi ia tak ingin gentar. Ia berusaha menatap wajah CEO,Han Jian, lelaki yang sudah berhasil masuk ke dalam dirinya. Wajahnya ia dongakkan ke atas mencoba kuat, tapi sialnya justru membuat Rindu semakin gugup saat iris matanya bertemu dengan mata coklat pria itu. "Oh-Yaah... yakin itu anakku?" sahut pria itu santai sambil berjalan mengitari Rindu. "Hah! apa anda pikir saya menjajakan diri saya di club' malam itu? Perlu anda tahu saya hanya seorang pelayan, dan tak seharusnya saat itu anda melakukannya terhadap saya." Rindu sudah tak dapat menahan rasa uneg-uneg di dadanya. Ia memang orang kecil, tapi ia sangat tidak ingin dihina Ia hanya ingin lelaki itu mengakui kesalahannya. "Ha ha... terus kesini karena meminta tanggung jawab?" tanya Jian kemudian, seakan meremehkan perkataan Rindu. "Gimana anda bisa bertanggung jawab, sedang punya hati saja anda tidak!" sarkas Rindu. Mendengarnya membuat Han Jian mengepal tangannya marah. "Baik... kamu bisa bilang seperti itu, tapi coba lihat rekaman ini kita buktikan apa benar malam itu kau diperkosa, atau justru kamu yang berhasrat terhadapku" seringainya penuh tanda tanya, perlahan ia berbalik badan. Mengambil remote dan menyalakan layar besar di ruangannya. Terlihatlah sebuah tayangan yang menunjukkan seorang wanita tengah berada di atas pangkuan seorang pria, terlihat tengah memacu dirinya untuk sampai kepuncak hasratnya. Kepalanya mendongak dengan tangannya yang memegangi kepala pria yang ada di depan dadanya, tengah menjilati putingnya dengan rakus. Tapi tak terlihat sama sekali penolakan karena justru wanita itu semakin merapatkan kepala pria itu agar melumat miliknya semakin dalam. dan tak dapat Rindu percaya wanita itu adalah dirinya, di dalam video terlihat Rindu begitu menikmati malamnya bersama Han Jian. Spontan ia menangkup mulutnya kaget. Matanya memanas menahan marah yang datang tanpa permisi lagi. ia tak seperti wanita yang diperkosa. Tapi mirip dengan percintaan yang diinginkan kedua belah pihak. Rindu masih belum bisa percaya dengan apa yang ia lihat. Ia yakin sikapnya seperti itu karena ia tengah berada dalam pengaruh minuman keras. Tapi tetap saja kenyataan yang baru diketahui Rindu sekali lagi menghancurkan perasaannya, sekarang bahkan Rindu malu dengan dirinya sendiri, malu dengan sikapnya waktu itu. Ia telah kehilangan harga dirinya secara bersamaan, bahkan Rindu terlalu malu untuk sekedar meneteskan air mata. Rindu yang masih diam terpaku tak menyadari saat tangan Han Jian telah melingkar diperutnya, seolah sedang menikmati tayangan video itu bersama. Pria itu kembali menggoda Rindu, menyimpirkan rambutnya kesamping dan dengan leluasa ia mulai menciumi leher Rindu "Lepaskan!" desis Rindu menjauh, ia menunduk dalam. Untuk apa ia kesini? untuk tahu kenyatan ini, lalu bagaimana sekarang cara Rindu menghadapi dirinya sendiri? "Kamu sudah lihat kan! malam itu kamu bahkan sama sekali tak menolak, dan saya harap saat ini kau juga tak menolaknya" bisik Han Jian tepat di belakang telinga Rindu. Wanita itu hanya bisa berbalik badan sambil menatap Han Jian dengan penuh amarah. Plak! "Kau manusia rendah! bahkan anjing di pinggir jalan jauh lebih mulia darimu," sarkas Rindu yang begitu marah "Kamu mau tahu kan bagaimana arti diperkosa yang sebenarnya," balasnya marah sambil mendorong Rindu ke sudut ruangan. Kedua jarinya telah mengapit rahang Rindu membuat mulutnya sedikit terbuka. "Le paa shan," ucap Rindu tak jelas, karena wajahnya yang masih diketatkan oleh jemari Han Jian. "Seharusnya kau bilang seperti itu sebelum menghinaku!" seringai Jian menahan marah atas penghinaan Rindu, dengan cepat tangan Jian menaikan kedua tangan Rindu mengunci dengan satu tangannya, tangan satu lagi kembali merobek baju yang Rindu kenakan. "Jangan.. jangan!!" teriak Rindu kencang, sekuat tenaga tangannya menahan pergerakkan Jian tapi laki-laki yang dipenuhi nafsu itu sudah berhasil mengoyak baju Rindu, sehingga hanya memperlihatkan branya saja. "Hiks hiks... aku mohon jangan tuan!! aku mohon," pinta Rindu seraya terpejam kuat. Buliran air matanya menetes deras bagaikan aliran sungai yang menuju lautan. Secara naluri Jian mengendurkan tangannya Rindu, Rindu langsung menangkup kedua tangannya di depan wajahnya, ia tak sanggup lagi kalau sampai harus merasa terhina sekali lagi. Bahkan sekarang kakinya terasa kopong tak bertulang, menahan beban tubuhnya. Rindu terjatuh, tangannya memeluk kedua lututnya sementara kepalanya hanya merunduk dalam. tanpa sadar tangan Jian membelai surai Rindu, ia bukanlah banci yang tak merasa tersentuh dengan tangisan seorang wanita. Tanpa terasa hatinyapun luluh, merasakan bimbang, Ia paham jika semua ini berat bagi Rindu, karena Rindu yang masih perawan kala itu. Apalagi pengakuan Rindu tadi membuat Jian bingung, kenapa wanita itu tak tahu jika yang ia butuhkan malam itu adalah pelayan sekaligus pemuas nafsu bejatnya. 'Pasti ada yang salah dengan semua ini’. bathinnya berucap. "Pergilah! kau kesini hanya ingin menceritakan tentang kehamilanmu kan ? aku mengerti. Karena itu pergilah," usir Jian, hasratnya yang tadi sempat membara sekarang telah menguar begitu saja. Sreggh! Laki-laki itu melempar jas miliknya, mengisyaratkan agar Rindu memakainya. Rindupun langsung mengambil jas tersebut dengan tergopoh diatas lantai Ia lun langsung berlalu dari hadapan Jian. sepanjang jalan Rindu hanya berlari seraya meruntuki kebodohannya sendiri. "Rindu... Rin..." panggil Riski yang sudah menunggu wanita itu begitu lama. Tapi Rindu tak menghiraukan panggilan Riski, ia seolah tak peduli apapun, gadis itu berlari keluar tak lagi mengindahkan semua tatapan yang memandangnya penuh keheranan. Riski yang tak paham ingin langsung menghampiri Rindu, tapi sayang deras hujan seakan menghentikan langkahnya dan hanya menatap diam ditempatnya, sementara Rindu tengah larut ditengah hujan, merasakan derasnya hujan yang menerpa kulit tubuhnya. Seakan tak menyulutkan niatnya untuk terus pergi sejauh mungkin, menghilang dari kenyataan yang ada. "Arghkk....." teriak Rindu frustasi, merasakan lelehan hujan yang bercampur dengan air matanya. Malu, pedih, tak memiliki harga diri, bukankah suatu perpaduan sempurna untuk membuatmu terluka?. "Inaq.. Rindu mau pulang!" teriak gadis itu. --- Pertemuan kita mengajarkan aku patah hati yang sesungguhnya
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD