1. Love and Bestie
Gerakan tangan seorang perempuan terlihat sangat lihai menggerakan kuas diatas kanvas putih yang kini mulai dipenuhi warna-warna indah yang dapat memanjakan mata. Sinar matahari yang menerobos masuk melalui kaca besar apartmen itu menemani kegiatan perempuan itu. Pikirannya fokus pada karya yang sedang diciptakannya, dan telingganya mencoba fokus mendengarkan cuitan-cuitan tak bermutu dari seorang laki-laki yang saat ini membaringkan tubuhnya di sofa dengan ekspresi kesal sekaligus gusar. Perempuan ini sudah terbiasa mendengar celotehan yang sama setiap kali bersama dengan laki-laki ini. Telingganya sudah cukup pengang mendengar cuitan dari laki-laki itu. Ini bukan kali pertama ataupun kedua, namun sudah berkali-kali, parahnya lagi seluruh celotehannya adalah celotehan yang sama dengan yang sebelumnya. "Flo, lo dengar kan gue ngomong?" tanya pria itu—Jeffran namanya—sambil merubah posisinya menjadi duduk menghadap Flora—perempuan yang dipanggil Flo—yang tengah melukis diatas kanvas. Flora melirik sekilas kea rah Jeffran sebelum akhirnya kembali menulis.
"Udah sepuluh episode, dan cerita lo masih sama. Soal Kiara, pacar—eh memangnya dia anggap lo sebagai pacar? Atau cuma sebagai orang yang bisa dia manfaatin dan dia suruh?" tanya Flora, lebih tepatnya melayangkan ejekan pada Jeffran, manusia terbucin yang dia kenal hingga tidak mau mengakui bahwa dirinya hanya dimanfaatkan oleh Kiara, perempuan yang dia sebut sebagai pacar.
Jeffran dan Kiara sudah dua tahun ini menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih. Namun, sikap asli Kiara semakin lama semakin terlihat, entah dia sungguh mengganggap Jeffran sebagai kekasihnya atau justru pesuruhnya? Jeffran sering dimanfaatkan oleh Kiara, baik dalam kegiatannya seperti organisasi, atau tugasnya meskipun mereka berbeda program studi, hingga finansial. Jeffran sedang menjalankan studinya sebagai mahasiswa seni musik sedangkan Kiara dan Flora adalah mahasiswa seni rupa. Mereka berada di universitas yang sama, universitas Neo yang merupakan perguruan tinggi khusus kesenian dimana termasuk perguruan tinggi bergengsi dan ternama di kota Neo . Jeffran tinggal di apartemen miliknya bersama dengan adiknya –Javier, 19 tahun, merupakan mahasiswa seni rupa juga—sedangkan Flora tinggal di kos-kosan yang tak jauh dari kampus dan apartemen Jeffran. Flora memang sering membuat tugasnya di apartemen Jeffran karena Jeffran memberinya tempat, terlebih lagi Flora juga menjaga apartemen Jeffran setiap Jeffran pergi. Terlebih lagi, apartemen Jeffran sudah menjadi markas untuknya dan beberapa teman-teman dekatnya, menjadi tempat untuk bermalam beberapa teman-teman yang memiliki jam malam di kos dan tidak bisa kembali ke kos. Flora juga beberapa kali menginap disana ketika dia tidak bisa masuk ke dalam kos karena sudah dikunci.
"Gue harus gimana ya, Flo?" tanya Jeffran.
Flora menarik nafasnya panjang lalu menghembuskannya berlahan selama beberapa kali, "Pikir sendiri. Gue capek kasih saran. Hubungan lo sama Kiara aja udah gak jelas."
"Sembarangan lo kalau ngomong. Hubungan gue sama dia jelas banget padahal," balas Jeffran.
"Jelas kan? Jelas dia majikan lo bodyguard," tutur Flora dengan singkat. Jeffran menghentak-hentakan kakinya setelah mendengar jawaban tak memuaskan dari Flora.
Flora tak peduli dengan Jeffran. Dia mengeser alat lukisnya termasuk kanvasnya ke dekat jendela, kemudian dia berjalan ke washtafel di dapur untuk mencuci tangan dan kuasnya. Setelah selesai mencuci dia melepas celemek lukisnya dan meletakannya di tempat yang tersedia. Tangannya meraih benda persegi yang menjadi benda elektronik popular saat ini. Mengecek isi ponselnya apakah ada pesan yang masuk atau tidak. Setelah beberapa menit tangannya sibuk menyentuh layar ponsel pintarnya, dia memasukan kedalam totebag miliknya dan bersiap pergi.
"Flooo! Please … gue belum selesai curhat," rengek Jeffran. Flora menatap Jeffran kesal.
"Gue ada kelas. Lukisan gue disitu jangan lo apa-apain kalau masih mau anggota tubuh lo utuh."
"Hah kelas? Kok tumben Kiara gak nelfon gue buat minta antar," ujar Jeffran.
"Mungkin dia sama cowoknya yang lain," balas Flora dengan nada meledeknya lalu berjalan ke pintu keluar.
"SEMBARANGAN AJA LO KALAU NGOMONG!" teriak Jeffran tak terima dengan ucapan Flora.
***
Flora memarkirkan mobilnya di tempat khusus parkir mobil. Dia sedikit merapikan penampilannya. Meskipun Flora terbilang sebagai perempuan yang tak memedulikan penampilan, dia tetap menempatkan kerapian pada nomer satu dalam prinsip hidupnya. Dia memasuki kawasan gedung fakultasnya dan saling menyapa beberapa mahasiswa yang dia kenal dan mengenal dirinya. Langkahnya terhenti saat melihat Kiara baru saja datang di antar oleh seorang laki-laki lain. Senyum sinis kini menghiasi wajah Flora. Dugaannya benar, Kiara tidak meminta Jeffran menjemputnya karena dia diantar oleh laki-laki lain. Flora mengaruk pelan ujung alisnya sambil menatap remeh kea rah Kiara.
"Gue punya temen bodoh juga ya? Berkali-kali cuma dimanfaatin, berkali-kali diselingkuhin, berkali-kali dilupakan, tetep aja bertahan," ujarnya sambil menatap Kiara yang kini tepat berdiri di hadapannya. Flora mengulurkan salah satu tangannya ke kerah kemeja Kiara membuat Kiara menahan nafasnya. Bukan menarik kerah Kiara, Flora justru menyapu permukaan kemeja Kiara dengan tangannya kemudian meniupnya.
"Membersihkan aroma perselingkuhan," sindir Flora. Kiara melotot, tangannya siap menarik kerah Flora namun berhasil dia tahan karena seorang admin program studi datang menghampiri mereka.
"Flora, udah ditunggu pak Yudha di ruangannya," ujar admin tersebut pada Flora. Flora mengangguk dengan sopan lalu berjalan meninggalkan Kiara dan memasuki ruangan dosen.
"Perempuan gila itu selingkuh lagi?" tanya admin yang baru saja memanggil Flora dan membawanya masuk ke ruang dosen yang faktanya sepi. Senja, perempuan muda yang menjabat sebagai admin program studi dan juga sebagai teman Flora. Mereka menjadi dekat sejak Flora ikut bergabung dalam project dosennya. Siapa yang menyangka bahwa Senja cukup membenci Kiara karena dulu Kiara menghancurkan hubungannya dengan tunangannya. Bayangkan saja, Senja yang tinggal beberapa bulan lagi akan segera menikah dengan tunangannya harus mengubur impian besarnya itu dalam-dalam hanya karena perempuan bernama Kiara itu merusak hubungannya dengan sang calon suami.
"Apa lagi yang bisa dia lakukan selain memanfaatkan laki-laki yang bisa menguntungkan dirinya. Selingkuh? Mungkin hobi dia," balas Flora sambil duduk di kursi yang ada didepan meja admin. Senja tertawa mendengar penuturan Flora yang seperti tanpa beban dan tanpa dosa itu. "Gimana pun juga gue masih belum bisa menyadarkan Jeffran kalau pacarnya itu pantas buat di tinggal. Laki-laki kaya Jeffran kedip aja bakal dapat gantinya. Ngapain pertahanin perempuan ular kaya gitu."
"Peletnya kuat kali, Flo," ujar Senja.
"Padahal Jeffran cocok sama lo, Flo," lanjutnya. Flora tertawa setelah mendengar penuturan random dari Senja.
"Cocok di jadiin supir ya?” candanya. Flora menatap jam tangannya menyadari waktu kelasnya akan segera di mulai. “Gue kelas dulu ya, kak." Flora keluar dari ruangan tersebut menuju ke ruang kelasnya, dapat dipastikan dia akan mendapat tatapan sinis dari Kiara dan gengnya. Namun Flora malah menanggapi mereka dengan senyum meremehkan. Kiara hendak menghampiri Flora dan memakinya namun saat itu dosen memasuki ruang kelas sehingga membuat Kiara mengurungkan niatnya. Flora kembali tersenyum sinis. Sebelum dosen mulai menjelaskan kelasnya, Flora sempat mengirimkan chat pada Jeffran dan mengatakan bahwa dia melihat Kiara diantar oleh laki-laki lain. Jawaban Jeffran berhasil membuat Flora kesal setengah mati dan ingin memaki laki-laki itu sekarang juga. Pasalnya, Jeffran memilih untuk denial dengan fakta yang di berikan Flora. "Oh, paling itu sepupunya, dia bilang sepupunya datang." begitulah jawaban seorang Jeffran Altair terhadap chat Flora.
"Baik, sebelum memasuki materi. Saya mau menyampaikan berita terkait pameran seni rutin yang di adakan oleh universitas kita. Seperti biasa, kita semua bisa memamerkan karya seni kita, dengan syarat kalian mendaftarkan karya kalian dan akan tentunya karya kalian harus lolos seleksi dulu. Kalian tau, acara ini bahkan akan di hadiri oleh seniman-seniman ternama dalam dan luar negeri. Pada tahun sebelumnya, prodi kita kebetulan di wakili oleh salah satu mahasiswa di kelas ini, dan mendapat pujian serta ajakan kerja sama dengan salah satu seniman. Jadi, Flora … apa kamu mau mengajukan karya lagi tahun ini?" pertanyaan dosen itu sukses membuat Flora tersenyum dan mendapat seruan hangat dari teman-temannya.
"Saya selalu mengusahakan untuk mengikut sertakan karya saya pak," jawab Flora dengan sopan.
"Bagus, saya tunggu karya hebat kamu selanjutnya. Dan untuk yang lain, jangan patah semangat, daftarkan juga karya kalian. Entah akan lolos seleksi atau tidak, sebaiknya kalian tetap mencobanya. Ketika ada kesempatan kenapa harus dilewatkan, benar kan?" ujar pak Ken, dosen yang kali ini mengisi mata kuliah di kelas. Flora menatap ke arah Kiara yang sejak tadi menatap sinis Flora. Flora melemparkan senyuman puasnya pada Kiara.
Kelas berjalan dengan lancar dan tidak terlalu lama karena dosen hanya memberikan materi sebelum akhirnya minggu depan mulai praktik dalam pembuatan karya. Setelah pak Ken pamit keluar kelas, Kiara menghampiri Flora yang tengah membereskan barang-barangnya. Di kelas masih ada beberapa mahasiswa yang tersisa dan tengah berdiskusi terkait pameran. Kiara pun tak sendiri ada ketiga temannya yang ikut menatap sinis ke arah Flora. "Kalau mau cari masalah, pending dulu sist, gue beres-beres dulu, kalau udah siap gue bilang kok, siap menerima masalah sama lo," ujar Flora tanpa menatap Kiara karena dia sibuk membereskan barangnya. Kiara semakin membulatkan matanya dan menatap tajam ke arah Flora, dengan sedikit paksaan, dia membalikan badan Flora hingga kini mereka bertatapan. Kiara menatap Flora tajam, sedangkan Flora justru terlihat santai, sangat santai.
"Kenapa?" tanya Flora dengan santai.
"Maksud lo ngomong kaya gitu tadi di lobi apa?" Flora berpura-pura lupa dengan memasang ekspresi seolah-olah dia tengah berfikir. "Soal apa ya?" Kiara terlihat geram, rahangnya mengeras, membuat Flora menahan tawanya.
"Lo ngatain gue suka gonta ganti cowok, dan cuma manfaatin Jeffran?" tawa Flora pecah setelah mendengar ucapan Kiara sampai beberapa mahasiswa mengalihkan atensi mereka kepada Flora. "ups ... sorry sorry, gue kelepasan tawa tadi."
Flora kini merubah tatapannya menjadi lebih tajam, melangkah lebih mendekat ke arah Kiara, membuat Kiara kini nyalinya menciut. Flora menyentuh bahu Kiara dengan jari telunjuknya dan sedikit memberikan dorongan pada Kiara, bagi seseorang yang bisa bela diri seperti Flora bukanlah hal berat mendorong tubuh Kiara dengan jari telunjuknya.
"Yakin cuma Jeffran doang yang lo manfaatin? Cowo lo yang lainnya gimana?" tanya Flora lirih, dia masih punya hati, tak mau mempermalukan ratu kampusnya ini. Wajah Kiara terlihat lebih tegang dibandingkan sebelumnya. Flora terkekeh lalu menyapu kerah Kiara dengan tangannya. "Jangan main-main sama gue, kalau belum tau siapa gue," bisik Flora tepat di samping telingga Kiara kemudian dia melangkah pergi setelah melemparkan senyuman sinisnya pada ketiga teman Kiara.
"Cih, harusnya gue yang bilang gitu ke lo, Flo. Jangan main-main sama gue kalau lo gak mau kenapa-kenapa. Karena lo udah mulai game- nya jadi gue harus lanjutin permainan lo ini," gumam Kiara.