Chapter 4 - Invasi Hati

1201 Words
Pikirannya kosong sesaat setelah melihat sosok gadis yang berhasil mencuri perhatiannya. Ya, gadis yang baru saja keluar dari gedung sekolah SMA Wira Buana. Ady sampai tak menyadari jika rokok yang sedang dihisapnya telah jatuh. “dek, jangan ngalamun apalagi dibawah pohon ini. Disini angker, belum lama ada yang kesurupan setan mumun gara gara melamun kayak yang adek lakuin sekarang” seorang pedagang laki laki bertubuh tambun menyadarkan ady dari lamunan. “jaman sekarang masih aja percaya sama yang begituan pak” jawab ady cuek. “ya sudah kalau nggak percaya. Tapi kalau sampai kejadian, saya nggak tanggung jawab loh ya” bapak bapak itupun meninggalkan ady dan kembali ke warungnya karena kebetulan ada beberapa siswa yang mau membeli sesuatu di warung bapak tadi. Ady melihat tubuh bapak bapak tadi sampai ia sampai di warung. Saat itu ia baru menyadari jika ada beberapa siswi yang sedang memperhatikan dirinya. Hal biasa yang ady alami. Kemanapun kakinya melangkah sudah tentu ada saja para gadis yang memperhatikan dirinya. Bagaimana tidak, walau ady tergolong pemuda yang tidak memperhatikan penampilan tapi tidak menutupi aura ketampanan yang ia miliki. Seketika ia baru ingat jika barusan ada gadis yang berhasil mencuri perhatiannya. tapi sayang, hanya karena mendapat teguran dari pemilik warung, pandangannya jadi teralihkan. Pemuda itu langsung mencari kemana kira kira gadis itu pergi. Rasanya ingin sekali langsung berlari ke arahnya dan saling bertukar nama agar selanjutnya mereka dapat terus bertukar kabar. “argh, gara gara bapak bapak tadi nih gue jadi kehilangan jejak” pandangan ady menyapu ke seluruh jalanan sekitar gedung sekolah. Mencari dimana kira kira gadis itu pergi tapi setajam tajamnya matanya mengawasi tetap tidak menemukan sosok gadis yang tadi. Tanpa ia ketahui, dari dalam gedung sekolah ada beberapa siswa laki laki yang menyadari kehadirannya di depan sekolah. Beberapa orang siswa itu terlihat ketakutan saat memastikan jika pemuda yang seperti sedang menunggu seseorang itu tidak lain adalah ady. Ketua geng di SMA Candra Winata. “tan, tan” fabian mengguncang bahu sahabatnya dengan kencang. “tan, tan. Emang gue tante lo” dengan cepat fathan menyingkirkan tangan fabian dari bahunya. Ia sangat merasa terganggu dengan ulah sahabat satu gengnya tersebut. “ish, serius nih. lihat deh. Itu ady dari SMA Candra Winata bukan?” fabian menunjuk ke arah ady yang masih betah berdiri di depan gedung sekolah. “mana?” akhirnya fathan mencari sosok yang dimaksud. “tuh, yang pakai hoody warna hijau” fathan pun segera menemukan dan langsung memperhatikan pemuda yang dimaksud. Matanya langsung membulat ketika ia juga menyadari hal yang sama. “bener bro. Itu ady. Ngapain dia kesini?” kedua sahabat itu saling bertukar pandangan. Tak tahu apa yang diinginkan ady di sekolahnya. “mana gue tahu. Lo tanya langsung aja tuh sama orangnya”. “muke gile. Lo mau bikin gue mati muda heh?”. “jangan jangan...” kedua pemuda itu kompak berbicara karena mereka kebetulan memiliki pemikiran yang sama. “woy, ngapain kalian disini?” ghali merangkul bahu dua sahabatnya dari belakang yang otomatis mengagetkan fathan dan fabian. “astaga, untung jantung gue nggak copot” fabian mengusap dadanya. “habis kalian berdua keliahatan tegang begini. Memangnya ada apa sih?” ghali mencari sesuatu yang membuat fabian dan fathan terlihat tegang. “tuh lihat” fathan menunjuk sosok pemuda yang sedang berdiri sendirian sambil mengedarkan pandangannya ke segala arah seperti sedang mencari seseorang. Ghali pun memperhatikan siapa orang yang dimaksud. “anjrit, itu kan ady. Ngapain dia disini?” memandang secara bergantian ke kedua orang sahabatnya. Fathan tidak menjawab namun hanya mengangkat kedua bahunya menandakan jika ia juga tidak tahu apapun. “jangan jangan dia lagi nyari lo ghal” fabian mengungkap apa yang sempat terlintas dibenaknya. “eh, buat apa?” ghali juga sempat memikirkan hal yang sama. Untuk apa lagi seorang ady berada di depan gedung sekolahnya ditambah pemuda itu terlihat seperti sedang menunggu seseorang. “terus gue harus gimana dong?” ghali ikut ikutan panik, dia tidak siap jika harus menghadapi ady sekarang. Ghali langsung teringat memori ketika baru saja kembali dari kantor polisi. Bukannya disambut dengan riang gembira, justru dirinya langsung dihadiahi ceramah selama berhari hari dari sang ibunda. Kadang ceramahnya keluar tak kenal waktu. Pokoknya yang dibahas hanya tentang tertangkapnya ghali karena ikut tawuran. Dan itu sudah cukup membuat telinganya ‘terluka’. “apa kita tunggu sampai ady pergi dari sini. Baru setelah itu kita cabut” ide ghali ada benarnya juga. Akhirnya mereka bertiga memutuskan untuk menunggu di dalam sekolah sampai ady benar benar pergi dari sana. “kalian nggak pulang? Yang lain sudah keluar semua loh” pak adi yang kebetulan sedang melintas bertanya. “eh pak adi. Nanti saja pak, masih ada yang ketinggalan di kelas. Hehehe” senyum terpaksa menghiasi wajah mereka bertiga untuk menutupi kebohongan yang sedang mereka katakan. Ady yang masih mencari kemana gadis tadi pergi mulai putus asa. Sudah dicari namun ia benar benar kehilangan jejak. ‘tadi dia keluar dari gedung sekolah kan ya. tapi dia nggak pakai seragam sekolah. Jangan jangan dia kerja di sekolah ini atau justru dia guru?’ ady berbicara di dalam hatinya. Berbagai pertanyaan muncul di benaknya. Ia langsung mencari cara agar dapat bertemu lagi dengan gadis itu dan mengajaknya berkenalan. "kalau gitu besok gue bakal balik lagi kesini” ady benar benar telah melupakan tujuan utama ia mendatangi SMA Wira Buana. kini fokusnya hanya untuk mengetahui siapa gadis yang sukses memikat hatinya. Ady pun segera beranjak dari sana dan setelah memastikan jika saat ini waktunya bertepatan dengan jam pulang sekolah ia memutuskan untuk kembali ke rumah. Untuk sementara waktu ia tak bisa berkutik karena ayahnya pernah bilang akan mengawasi apapun yang ady lakukan. “assalaamu’alaikum” nona tiba di rumahnya. Wajahnya sangat berseri sepulang ia mengajar di hari pertama. “wa’alaikumsalam” dari arah ruang tamu terdengar suara wanita paruh baya menjawab. “gimana ngajar di hari pertama sayang?” setelah nona mencium tangan, sang mama langsung bertanya. “seru banget ma. Ternyata pilihanku nggak salah. Guru guru disana ramah, siswanya juga nggak kalah seru. Pokoknya aku senang sudah memutuskan untuk jadi pengajar” nona menceritakan panjang lebar semua yang ia rasakan di hari pertama ia menjadi guru. “syukurlah. mama senang kalau kamu juga bahagia. Apapun pilihanmu, pasti akan mama dukung” ibu mana yang tidak merasa bahagia melihat anaknya juga bahagia. Senyum tak dapat pisahkan dari wajah teduhnya selama mendengar cerita yang diutarakan oleh nona. Anak pendiam yang lemah lembut kini telah beranjak dewasa. Tak terasa padahal belum lama ia merasa nona masih dalam gendongan, tapi kini bayi mungil itu telah berubah menjadi sosok gadis cantik yang siap membuat banyak lelaki jatuh hati. “sudah dulu ceritanya. gimana kalau kita makan? Mama nunggu kamu dari tadi loh” ucap sang mama. “mama masak apa?” mamanya memang suka memasak sendiri tanpa bantuan asisten rumah tangga. “coba tebak. Yang pasti makanan kesukaan kamu” wanita paruh baya itu segera berjalan menuju ruang makan dan diikuti oleh anak gadisnya. “jangan bilang kalau mama masak seafood? Dari aromanya aja sudah sukses bikin nona lapar” nona mengelus perutnya membayangkan apa yang telah tersaji di meja makan. Dan benar saja, saat mereka tiba di ruang makan, sudah ada beberapa makanan bertema seafood yang tersusun rapi di atas meja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD