Misteri kamar 49

1264 Words
Perasaan takut Beni langsung menusuk jantungnya. Detak jantungnya berdetak lebih cepat dari sebelumnya. Tanpa pikir panjang lagi, ia turun dari ranjang dan berlari ke luar kamar. Telinganya tidak salah dengar. Jelas tadi ia mendengar suara cakaran dari balik dinding kamarnya. Beni berlari menyusuri koridor panjang. Nafasnya terengah-engah karena ketakutan. Mirisnya hotel yang berbentuk kastil ini luas dan banyak memiliki koridor. Ia mendengar suara bibi Jasmine sedang berbicara dengan Paman Gabriel. Sebentar lagi sampai, pikir Beni yang berusaha semakin berlari dengan cepat. “Bibi! Bibi!” Jasmine sedang berbicara serius dan sedikit berbisik-bisik pada Gabriel. Entah apa yang sedang mereka bicarakan. Semua itu dapat dilihat Beni dari atas. Dan ... “Brak!” Karena terburu-buru berlari menuruni anak-anak tangga, Beni menabrak Alice, gadis yang tadi dilihatnya dari jendela kamar. Hampir saja, Alice jatuh terjengkang kebelakang karena ditabrak Beni. Beni langsung menarik tangan Alice dengan spontan. Tangan Alice terasa sangat dingin. Mungkin dia baru saja keluar dan terkena angin dingin yang bertiup, pikir Beni. “Maaf,” kata Beni dengan wajah panik. Hampir saja dia mencelakai seseorang di tangga ini. “Iya, tidak apa,” jawab Alice singkat. Pipi Alice merona merah karena angin dingin di luar. “Tadi kamu melihatku dari atas ya?” hardiknya langsung bertanya. Beni menatap Alice sedikit lebih lama. “Iya, kamu gadis yang tadi membuang sampah kan?” Alice menganggukkan kepalanya. “Iya, itu aku. Aku baru melihatmu ada di sini. Apa kamu adalah tamu hotel di sini?” Beni baru menggerakkan mulutnya, menjawab pertanyaan Alice. Tapi Jasmine dan Gabriel langsung menyahut dan berjalan menghampiri mereka. “Ada apa ini ribut-ribut?” tanya Gabriel dengan wajah galak. Alice langsung tertunduk takut. Dan Beni dapat melihat keanehan tersebut. Ia langsung menjawab atas apa yang paman Gabriel tanyakan tadi. “Aku menabrak Alice dan dia hampir saja terjatuh,” jawab Beni buru-buru. Jasmine dan Gabriel melihat Beni dan Alice bergantian dan kemudian menyuruh Alice untuk segera menyelesaikan tugasnya. “Apa makan malam sudah siap?” tanyanya pada Alice. Alice menggelengkan kepalanya. “Aku akan melipat cucian terlebih dahulu di atas,” jawab Alice sembari menaiki anak-anak tangga. Pandangan mata Beni masih mengikuti ke mana Alice pergi. Hingga Jasmine bertanya padanya lagi. “Kamu tidak beristirahat Ben? Gadis tadi adalah pelayan di Hotel ini. Jangan dekat-dekat dengannya, jiwanya sedikit terganggu.” “Apa? Gadis tadi memiliki gangguan jiwa?” tanya Beni tidak percaya. Jasmine menganggukkan kepalanya. “Jangan percaya dengan apa pun yang dikatakannya,” jawabnya sembari menasehati. “Sekarang kamu kembalilah beristirahat ...!” “Iya Bi, aku sangat ingin beristirahat. Tapi tiba-tiba saja aku mendengar suara cakaran di dinding kamar.” Gabriel dan Jasmine saling bertatapan. “Maksudmu apa Ben?” tanya Jasmine lagi. “Bi, Hotel ini ....” Beni memandangi ke sekeliling. Pandangan matanya mengamati langit-langit. “Hotel ini, memang berhantu. Aku akan pulang hari ini juga,” lanjutnya sambil membalikkan badan. Beni ingin mengambil koper yang ada di dalam kamar. Sama sekali belum dirapikan. Hotel, menyeramkan, paman dan bibi yang sikapnya aneh, ditambah gadis cantik yang ternyata memiliki gangguan jiwa. Komplit, batin Beni. Gabriel langsung mencengkram lengan Beni. Tatapannya mendelik. “Jangan pulang sebelum kamu memberitahukan di mana Kakek Thomas menaruh harta karun leluhur Damian Salvatore!” Beni meringis. Ia menahan sakit atas tangan Gabriel yang mencengkram tangannya itu. “Paman, kamu menyakitiku,” ujarnya lirih. “Paman akan lebih menyakitimu jika kamu tidak segera memberitahukan di mana Kakek Thomas menaruh harta karunnya!” ancam Gabriel. Beni langsung menatap manik mata Gabriel. Ia menelan ludahnya. Beni sama sekali tidak menyangka jika Pamannya itu bisa berubah drastis begini setelah dua puluh tahun tidak bertemu. Pamannya yang sangat sabar, bahkan ketika ia menumpahkan kopi panas di atas celananya, paman Gabriel tidak marah. Tapi kini paman Gabriel mendelik dan membentaknya. Jasmine kembali memegangi lengan Gabriel. Ia seraya menegurnya lewat sentuhan tangan. “Beni tidak akan pergi dari sini. Dia akan memberitahukan kita di mana Kakek Thomas menyimpan harta karun leluhur Damian Salvatore,” kata Jasmine sambil tersenyum penuh arti ke arah Beni. “Beni keponakan kita adalah anak baik yang tau tata krama.” Beni merasa tidak nyaman ditatap demikian. Ia mengatupkan bibir dan terdiam sejenak. Dan kemudian berubah pikiran atas niatnya yang ingin segera meninggalkan tempat ini. Ia merasa tidak enak hati jika segera pulang padahal baru saja tiba. “Aku tidak akan pulang hari ini. Tapi aku benar-benar tidak tahu di mana Kakek Thomas menyimpan harta karunnya.” Gabriel tidak percaya. Ia mengira Beni hanya berbohong untuk menguasai semua harta karun peninggalan Kakek Thomas. “Kamu harus mengingatnya Ben! Kamu harus memberitahukan kami tentang harta karun itu, jika tidak ....” “Sayang, jangan berkata demikian. Kamu membuat keponakan kita takut,” timpal Jasmine memotong kata-kata suaminya. “Maafkan aku Bibi, Paman. Aku benar-benar tidak tahu mengenai harta karun yang disimpan oleh Kakek Thomas,” kata Beni lagi. Jasmine langsung melingkarkan lengannya di bahu Beni. “Setelah beristirahat dengan benar, kamu pasti mengingatnya,” ucapnya sambil melangkahkan kaki seraya akan mengantar Beni ke kamarnya lagi. Entah harus berapa kali Beni harus menjelaskan jika dia tidak tahu apa-apa soal di mana Kakek Thomas menyimpan harta karun leluhur itu, batinnya. Apa lagi Beni baru saja kembali setelah dua puluh tahun lebih tidak menemui Kakek Thomas. Harusnya Paman Gabriel berpikir ke sana, tidak mungkin Kakek Thomas menceritakan sesuatu hal yang penting begitu. “Beristirahatlah dengan tenang Ben, bibi yakin kamu pasti mengingatnya,” kata Bibi Jasmine lagi. Namun saat mereka sudah berada di koridor kamar yang berjajar, Beni menghentikan langkah kakinya. Ia terdiam sebentar sambil menatap lurus ujung koridor yang sunyi dan sedikit gelap. “Bibi, mungkin aku bisa mengingat di mana Kakek Thomas menyimpan harta karunnya jika aku beristirahat di kamar lainnya,” kata Beni kemudian. Manik mata Jasmine langsung terlihat berbinar. “Jadi kamu sudah mengingatnya?” Beni menelan ludahnya. Sebetulnya ia tidak tahu apa-apa. Tapi ia juga butuh uang untuk modal membuka usaha toko buku di ibu Kota. Sehingga Beni juga mengharapkan atas pembagian warisan ini. Tapi anehnya, kenapa paman dan bibinya itu justru menanyakan padanya di mana Kakek Thomas menyimpan semua hartanya. “Mungkin jika paman Gabriel sadar dari mabuknya, dia juga akan mengingat di mana Kakek Thomas menyimpan harta karun itu Bi. Sepertinya Kakek Thomas lebih dekat pada Paman Gabriel ketimbang aku,” ujar Beni. Jasmine mengatupkan bibirnya. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Pamanmu itu jangan diharap Ben. Bibi mengharapkan mu untuk mengingat apa saja yang dikatakan oleh Kakek Thomas di surat yang dikirimkannya padamu. Kamu tahu kan jika kakek Thomas menyukai teka-teki. Bibi yakin, pasti Kakek Thomas memberitahukan mu sesuatu.” Beni menatap manik mata Jasmine. “Aku akan membaca surat Kakek lagi. Tapi untuk sekarang berikan aku kamar lainnya Bi. Jangan berikan aku kamar di samping kamar terkutuk nomer 49 itu!” pintanya dengan wajah pucat pasi. Tidak lama Beni menyebutkan kamar nomer 49 tiba-tiba saja suara barang terjatuh terdengar sangat keras. Beni dan Jasmine terkejut hingga berlonjak. Suara barang terjatuh itu disusul suara gema di seluruh koridor. Jasmine mengerutkan dahinya dan berjalan ke arah suara benda terjatuh itu. Beni mengikutinya dari belakang. Setelah berjalan beberapa langkah, mereka menemukan sebuah bingkai lukisan besar terjatuh. Lukisan itu bergambar bangunan Hotel ini di masa lampau. Di masa masih berjayanya nama Damian Salvatore. “Kenapa lukisan ini tiba-tiba jatuh Bi?” tanya Beni sambil menatap lukisan yang ada di atas lantai tapi sama sekali tidak rusak. Jasmine tidak langsung menjawab apa yang ditanyakan oleh Beni. Netranya justru melihat ke atas langit-langit. Terlihat bayangan hitam yang membuatnya ngeri. Apa benar bangunan ini di selimuti bayangan kegelapan dari sihir Damian Salvatore, batin Jasmine dengan jantung berdegup kencang, takut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD