"Bagaimana kalau orang-orang tahu kamu ini istri kedua. Apa anggapan mereka?" Salah satu dari dua lelaki itu berkata dengan nada sinis, dingin, dan menekan, sambil berdiri di hadapan Dinda yang terikat di kursi dengan tangan terlilit tali tambang kasar. Rambutnya berantakan, bibirnya pecah dan memar di sudut kanan. Matanya tampak membengkak, tidak hanya karena tangisan, tapi juga karena beberapa kali tamparan keras yang mendarat tanpa ampun di wajahnya. Kepalanya menunduk, tapi tubuhnya bergetar. Itu bukan pertanyaan. Itu ancaman. Lelaki lainnya tertawa kencang, penuh ejekan dan kepuasan. Suara mereka menggema di dalam ruangan kosong dan dingin yang tampaknya jauh dari pemukiman. Sebuah gudang tua, atau mungkin rumah kosong yang sudah lama ditinggalkan. Lampu bohlam di atas kepala berke

