Part 3
‘’pagi anak ibuk yang cantik’’
‘’pagi buk, Raka dan Vando udah berangkat sekolah buk?’’
‘’udah, ini sudah jam 8, kamu kecapean ya sampai bangun kesiangan’’
‘’iya buk’’
‘’hari ini kamu mau kemana?’’
‘’mau ke dekorasi sama ke penjahit buk’’
‘’kapan pesta pernikahannya?’’
‘’minggu ini, aku lagi ngecek gaun pengantinnya aja trus konfirmasi ulang dekorasi’’
‘’ya udah kamu sarapan dulu’’
‘’ayah dimana buk?’’
‘‘lagi ada urusan sama pak RT’’
Hanna langsung menyelesaikan sarapannya dan langsung mulai bekerja, kertas kertas yang berisi gambar dan buku yang berisi informasi penting tidak lupa dia bawa, jika disuruh memilih antar handphone dan berkasnya Hanna akan langsung memilih berkasnya, dia tidak mau benda terpentingnya ini terlupakan.
‘’Hanna berangkat buk’’
‘’iya hati hati’’
Pagi ini Hanna lebih memilih berjalan kaki, waktu masih lama untuknya bertemu dengan penjahit dan dekorasi, dia ingin menghirup udara dipagi hari walaupun udara dikota metropolitan tidak sesejuk didaerah lain yang mungkin lebih banyak pepohonan dan sedikit polusi.
Ddrrt..ddrrttt
‘’hallo Rin’’
‘’mbak dimana?’’
‘’dijalan’’
‘’mbak enggak bawa motor?’’
‘’enggak lagi males aja’’
‘’mbak….’’
Brukk
‘’aw’’
Nasib sudah nasib, niat ingin mengawali pagi dengan lebih tenang malah dengan bodohnya Hanna menabrak seseorang yang sedang membawa sesuatu.
‘’ya ampun mas, maaf, kopinya jadi tumpah…yah gimana nih’’
‘’udah mbak, enggak apa apa, mbaknya juga enggak sengaja kan?’’
‘’ya tapi baju mas jadi kotor’’
‘’s**l…sial, kenapa pake nabrak segala sih, lagian si Rini nelvone jadi enggak konsentrasi kan jalannya’’
‘’udah enggak apa apa mbak’’
‘’maaf banget ya mas’’
‘’iya, saya permisi dulu ya mbak’’
‘’iya mas’’
Tampan
Baik
Pengertian
Itulah kata yang tepat menggambarkan laki laki yang kini mulai berlalu dari hadapan Hanna, laki laki yang berkulit coklat dengan postur tubuh tinggi, kaca mata berbingkai hitam dan lesung pipi yang menambah kesan manis, sungguh dia laki laki pertama yang membuat Hanna sedikit terpesona, tidak lebih tepatnya terpesona.
Hanna tersenyum melihat laki laki itu kini tersenyum melihat sesuatu dari kejauhan, seorang gadis yang tidak terlalu tinggi dan mungkin tingginya sama dengan Hanna dan umurnya tidak jauh berbeda dengan Hanna, hanya saja gadis itu terlihat lebih cantik dengan kulit putihnya postur tubuhnya juga sama dengan Hanna.
‘’dia beruntung’’
Hanna baru teringat dia menelvone Rini, dilihatnya handphonnye yang masih tersambung dengan telephone.
‘’maaf Rin, mbak udah mau kepenjahitnya nih’’
‘’ada apa mbak?’’
‘’enggak kok’’
‘’mbak mau aku jemput?’’
‘’enggak perlu, lagian mbak emang lagi pingin jalan kaki, mbak tunggu disana ya’’
‘’oke’’
Jam sudah menunjukkan waktu makan siang, ditutupnya map yang berisi berkas penting, kini Hanna yang sedang berada disebuah cafe langganannya sedang melakukan tugasnya setelah selesai dari penjahit dan dekorasi, Rini sahabatnya sekaligus adik kelasnya masa SMA dulu juga sedang sibuk dengan kalkulator dan bolpoin ditangannya.
‘’Rin makan dulu yuk’’
‘’oh iya mbak’’
Suasana kota Jakarta disiang ini mulai padat, ditambah jam waktu makan siang dimana pekerja akan keluar untuk makan siang. Capucino dan coffee latte ditambah 2 porsi spaghetti bolognaise menemani makan siang Hanna dan Rini, mereka sedang sibuk dengan hidangan masing masing.
‘’besok jadwal mbak apa Rin?’’
‘’besok mbak akan ketemu sama client mbak’’
‘’dimana?’’
‘’dia mau dikantor aja, mau langsung ketemu sama mbak katanya’’
‘’oh ya udah, jam berapa?’’
‘’jam makan siang’’
‘’oke’’
Bukan sebuah gedung tinggi pencakar langit dengan tembok kaca yang mengelilingi, tempat Hanna bekerja dan anak buahnya hanya sebuah gedung berlantai 2 dengan luas tidak lebih dari 20x25 meter, fasilitas yang tidak terlalu lengkap dan computer seadanya membuat Hanna harus menabung lebih giat untuk membuat karyawannya lebih meksimal dalam bekerja.
Esoknya Hanna kembali bergelut dengan pekerjaannya, pagi ini dimulai dengan rapat mingguan dengan tujuan peningkatan hasil kerja dan evaluasi, masih ada waktu 3 jam lagi sebelum bertemu dengan clientnnya dia kembali berkutat dengan berkas berkasnya diruangannya, bukan ruangan mewah dan luas layaknya bos kantoran apa lagi ruang ber AC dan kursi empuk, ruangan Hanna yang hanya berukuran 4x5 meter dengan hanya berisi rak buku, kursi, meja dan satu sofa santai.