Part 5
Entah kenapa nama itu selalu menghantui pikiran Hanna, sunggu beruntung wanita itu, dia yakin Bara masuk dalam jajaran keluarga menengah keatas sedangkan Syanas yang tidak sederajat dengan keluarga Bara tapi laki laki itu menerima Syanas dengan tulus.
‘’gadis mana yang akan menolak’’
Hanna semakin sibuk, apa lagi kini sudah memasuki pertengahan bulan pernikahan, Hanna sudah 3 hari tidak pulang dia lebih memilih tidur dikantornya sambil mengerjakan pekerjaannya, ibunya yang khawatir tiap waktu menelvone Hanna untuk menanyakan kondisi anak mereka.
‘’mbak Hanna, client atas nama Bara dan Syanas mau bertemu siang ini’’
‘’oke’’
‘’tapi bukan calon pengantin, tapi wali pengantin pria mbak’’
‘’oke’’
‘’mbak jangan lupa makan, mbak jangan terlalu lelah mbak, ingat tubuh sendiri’’
‘’iya Rin’’
Hanna menutup dokumentnya setelah dirasa seseorang telah menunggunya.
‘’selamat siang mbak Hanna’’
‘’siang pak Darma dan ibu Sinta kan, silahkan duduk’’
‘’iya, maaf mbak mengganggu’’
‘’ah enggak kok bu, saya juga lagi enggak ada kerjaan, jadi ada kepentingan apa?’’
‘’panggil tante dan om saja, saya mau ngecek aja’’
‘’hm…tante jadi mau ngecek, sebentar saya ambilkan laporan persiapannya’’
Hanna menuju meja Rini dan meminta laporan persiapan.
‘’silahkan bisa dilihat’’
Sepasang suami istri yang sudah tidak muda lagi itu membuka halaman demi halaman dan kemudian terukir seulas senyuman dari keduanya.
‘’mbak masih muda tapi sudah sangat sukses, pintar lagi’’
‘’tante berlebihan’’
‘’saya puas mbak, hanya tinggal fitting kebaya dan gaun dan cincin aja kan mbak’’
‘’iya, kemarin calon pengantin juga sudah membuat janji untuk fitting baju besok’’
‘’ya sudah, saya takut Bara terlalu sibuk untuk mengurus pernikahannya sendiri’’
‘’saya merasa mas Bara sudah sangat membantu’’
‘’tapi mbak Hanna jauh lebih banyak membantu, makasih loh mbak’’
‘’iya tante, om’’
Suara gaduh sedikit mengganggu konsentrasi mereka, dihentikannya aktivitas Hanna untuk melihat apa yang terjadi.
‘’aduh nduk, ini ibukmu kok ya ndak boleh ketemu sama anaknya, padahal ibuk hanya mau nganterin makan siang buat kamu, mbok yo kon duwe karyawan sing iso di andelno, moso yo ibuk ga’oleh mlebu’’
Hanna tersenyum melihat tingkah laku ibunya yang selalu dia rindukan, beginilah jika sudah ibunya marah dia akan menggunakan bahasa jawa yang tidak dimengerti oleh orang Jakarta.
‘’ibuk Hanna lagi kerja’’
‘’tapi yo…ya allah Sinta’’
‘’Nita?’’
Hanna mundur dan menyerngitkan dahinya, ada hubungan apa antara clientnya dan ibunya.
‘’kamu kok disini?’’
‘’lah iki anakku’’
‘’ya allah, emang serasa enggak asing pas ngeliat Hanna, dia tetap cantik seperti waktu kecil’’
‘’yo iyo, anakku’’
‘’ibuk?’’
‘’iki nduk, Sinta ini temen ibuk waktu sekolah dasar dulu, satu kampung lagi tapi waktu dia udah nikah ibuk ditinggal’’
‘’tapi yang nikah duluan kan kamu Nit dan aku juga sering kunjungi kampung halaman’’
‘’iyo, tapi kamu duluan yang punya anak, aku baru pernikahan 6 tahun baru punya anak’’
‘’pa, kenalin temen mama’’
‘’saya Darma, suami Sinta’’
‘’saya Nita, temen Sinta’’
‘’suamimu mana Nit, kabar mas Bagus gimana?’’
‘’dirumah, suamiku baik Sin, anakku ini sibuk kerja sampai lupa jalan kerumah jadi ya gini aku nganterin makan siang, kalo enggak gini dia pasti enggak mau makan’’
‘’Hanna jangan terlalu sibuk kerja’’
Hannya hanya tersenyum simpul.
‘’ya gitu anakku Sin, sibuk kerja terus sampai lupa cari calon suami’’
‘’ibuk’’
‘’anakmu udah nikah Sin?’’
‘’lah ini, lagi diurus sama Hanna’’
‘’oalah’’
‘’padahal nih ya Nit aku berharap Hanna bisa jadi menantuku loh’’
Kalimat itu sontak membuat Hanna seperti kehabisan oksigen, entah dari mana asalnya Hanna merasa kecewa ibunya baru bertemu dengan teman sekolah dasarnya yang dimana memiliki anak yang membuat Hanna terpesona.
‘’lah kalo enggak jodoh mau gimana lagi’’
‘’iya juga sih’’
Pupuslah harapan Hanna menyelesaikan urusannya dengan keluarga Bara, kini malah Ibunya yang mengambil alih semuanya, Hanna hanya bisa diam dari pada ibunya mengomel jawa lagi yang tidak dimengerti Hanna.
‘’kamu tau anaknya Sinta itukan Han?’’
‘’iya buk, kan mereka dulu yang ketemu dengan Hanna’’
‘’ganteng enggak?’’
‘’hush, udah punya orang buk’’
‘’iya, ibu lupa, kamu tau anaknya Hanna itu sukses loh nduk’’
‘’udah dari sananya kali buk’’
‘’iya, suami Sinta emang pengusaha trus diturunin ke anaknya jadi sekarang jauh lebih sukses, anaknya emang pinter’’
Kamarnya yang tidak terlalu luas dengan cat berwarna biru muda dan merah muda dengan barang yang tidak terlalu banyak membuat Hanna merasa betah berada didalam kamar kesayangannya ini. Rasa penasaran itu mulai bertambah, Hanna membuka laptopnya dan mencari sesuatu yang bisa memecahkan rasa penasarannya.
Bara Aitama Darmaja