Kesepakatan

1090 Words
Ruth baru saja menidurkan Daven yang sejak pagi terlihat rewel karna suhu tubuhnya cukup hangat. Damon masuk ke kamar dan mendekati mereka berdua sambil memasang wajah khawatir. "Sudah tidur?" tanya Damon sambil melihat ke arah anaknya yang saat ini tertidur pulas dan melihat Ruth menganggukkan kepala. "Suhu tubuhnya sudah turun, apa dokter akan datang lagi untuk mengecek ?" tanya Ruth lalu melihat Damon ikut berbaring disampingnya lalu menopang kepalanya dengan tangan. "Hm.. Kau istirahatlah, kau tidak tidur semalaman." ucap Damon lalu menarik tubuh wanita itu kedalam pelukannya yang terasa hangat. "Kau juga tidak tidur Damon." balas Ruth yang merasa sangat terbantu karna Damon tetap siaga dan ikut bertahan saat melihat Daven sakit. "Jangan fikirkan aku, kau lebih penting Ruth. Sekarang tidurlah!"perintah Damon sambil mengecup pelan kening wanita itu dan mengusap mata Ruth agar ia memejamkan matanya. "Damon. Apa kau tidak merindukan suasana hangat bersama keluarga kita seperti dulu ?" tanya Ruth sambil mendongakkan wajahnya ke arah Damon yang diam sejenak. "Sangat Ruth." balas Damon singkat lalu meraih tubuh wanita itu agar lebih dekat dengannya. "Apa kau membenci ayah mu?" tanya Ruth dengan suara yang pelan. Ia ingin sekali kembali kerumah, berkumpul, tertawa, menangis dan bercanda dimeja makan seperti dulu. "Didunia ini, ada banyak sekali orang yang memiliki masalah dengan orang tuanya. Namun aku yakin tidak ada satu orang anak pun yang sanggup membenci orang tua mereka, mereka hanya kecewa tapi tidak membenci." Jawab Damon sambil menghela nafas dalam lalu melihat punggung Daven. "Apa kau tidak ingin memperbaiki hubungan mu dengan ayah?" tanya Ruth kembali hingga mendengar keluhan Damon yang semakin kuat. "Aku tidak pernah merasa hubungan ku rusak. Aku berfikir daddy hanya butuh waktu untuk mengerti dan memahami Ruth, mungkin jika aku diposisi daddy aku akan melakukan hal yang sama."Damon berusaha untuk mengerti tentang daddy-nya dan berharap suatu saat nanti Alex akan mengerti tentang apa yang ia bicarakan. "Kenapa kau tidak memberitahu kalau ucapan Ian tidak benar?" tanya Ruth kembali dengan rasa penasaran. "Aku sudah memberitahu Ruth, bahkan ayah mu juga tidak terlihat tidak suka dengan Ian, tapi kau tau siapa daddy. Ia kadang terlihat egois dan arogan untuk mempertahankan pendapatnya, Ia terlalu malu untuk mengatakan dia salah." Damon terus mengusap rambut wanita itu dengan sangat lembut hingga Ruth terlihat mengantuk dan perlahan menutup matanya yang terlihat menghitam. Cup!! Satu kecupan kembali mendarat di kening Ruth hingga wanita itu saat ini benar-benar tidur dalam pelukan Damon yang hangat. Lama sekali pria itu melihat wajah Ruth dan menyadari betapa dalam perasaan cinta yang ia miliki terhadap Ruth. "Maaf aku banyak sekali membohongi mu, soal pekerjaan ku, soal jam kerja ku dan perusahaan ku. Aku hanya ingin keluarga ini tetap seperti ini tanpa ada yang mencoba menyorot ataupun mengganggu ketenangan ku. Aku hanya ingin dikenal sebagai seorang pelukis bukan seseorang yang memiliki uang banyak agar aku tetap berada di lingkaran orang-orang tulus." Batin Damon sambil memikirkan banyak hal yang masih ia tutupi dari Ruth, pria itu benar-benar memiliki seribu akal untuk membuat siapapun tidak bisa mendeteksi kekayaan atau aset yang ia punya. __________ Dean duduk dibalik jeruji besi yang masih terus membelenggunya hingga saat ini. Ia menunggu Damon dan Neels yang cukup sering berkunjung ataupun hanya sekedar menitipkan makanan yang enak untuk nya. Sungguh saat ini Dean benar-benar merasa seperti memiliki keluarga, Ia bisa menceritakan pada teman-teman satu sel nya bahwa ia memiliki keluarga dan merasa di perhatikan. Sebenarnya, Damon bukan mengabaikan janji namun lama nya kasus ini merupakan permintaan Dean agar ia bisa menunggu saat yang tepat. Selama ini ia bekerja keras untuk mendekati semua polisi agar ia benar-benar menjadi tahanan yang dipercaya disana. "Dean." Panggil seorang polisi yang membuatnya langsung menoleh ke arah sumber suara. "Kepala polisi memanggil mu." Ucap pria itu lalu melihat reaksi Dean yang tidak senang. "Cepatlah." Seru polisi itu kembali membuat Dean bangun dengan malas dan berjalan mengikuti polisi itu, melewati terowongan minim cahaya dan ia melihat bagaimana keadaan yang menyedihkan disana. "Apa kau tidak bisa katakan kalau aku tidur ?" tanya Dean saat tiba didepan ruangan orang nomor satu di sana. Ceklek...! Dean melihat wajah sedikit tua dan rambut yang penuh dengan uban, Ia melihat betapa tajam nya tatapan pria itu terhadapnya dan membuat ia terpaksa masuk kedalam ruangan yang sangat besar itu. "Duduklah." perintah kepala polisi itu dengan wajah yang tegas. Lalu Dean melihat seorang wanita bangkit dari tempat itu dan memakai kembali topinya. Wanita itu berjalan ke arah pintu dan memasang kacamata hitam sambil menatap Dean yang merasa ia seperti pernah melihat wanita yang baru saja melewatinya itu. Apa yang ingin kau katakan?" tanya Dean ketus dan melihat pria paruh baya itu memutar pandangan ke arahnya. "Bagaimana keadaan mu ? Aku dengar kau sangat rajin dan penurut disini." Ucap pria dengan nama Freddy tersebut. "Bukan urusan mu. Apa kau tidak punya pertanyaan yang lebih berbobot ?" tanya Dean masih terdengar kasar dan ketus lalu melihat pria besar itu tersenyum miring. "Harusnya kau sadar karna sudah membunuh adik tiri mu Dean." "Aku bukan pembunuh, harusnya kau sebagai ayah tau siapa anak mu!" bentak Dean dengan suara tinggi membuat Freddy terdiam lalu membakar rokoknya. "Kau bukan anak ku." Ucap Freddy terdengar santai membuat Dean merasa heran dengan pernyataan pria tersebut. "Apa maksudmu ?" tanya Dean dengan nada tinggi lalu mendekati pria yang kini duduk dimeja kerjanya. "Yah. Kau bukan anak kandung ku Dean jadi aku tidak bisa percaya pada mu. Jadi mulai hari ini berhenti memanggilku ayah." Ucap Freddy dengan suara yang sangat tegas sambil melihat wajah Freddy lama. "Selama ini, aku berfikir kau tidak perhatian dengan ku karna kau takut reputasi mu hancur. Aku mengerti dengan semua itu karna aku yakin kau melakukan ini untuk melindungi keluarga mu. Tapi ternyata aku salah, aku sudah sangat salah menilai orang seperti mu." Dean memendam rasa kecewany saat ini, Ia mengepal tangannya dengan kuat lalu lebih memilih meninggalkan ruangan besar itu. "Tunggu. Tuan Damon ingin bertemu dengan mu diruangan biasa." Ucapan polisi yang langsung menyambutnya itu membuat Dean langsung berfikir matang. Ia langsung mengangguk dan berjalan cepat ke tempat dimana Damon menunggunya. Dean membuka pintu ruangan yang terlihat sepi itu lalu langsung menatap mata hazel Damon dalam-dalam. Ia tersenyum tipis dan melihat pria itu membalas senyumannya itu. "Apa kau sudah siap dengan perjanjian kemarin ?" tanya Dean lalu melihat Damon berdiri dan mendekatinya dengan pelan. "Aku siap, kapan pun Dean." Jawab Damon dengan sangat tegas lalu menatap wajah Dean yang serius lalu mereka saling bertatapan dan mengangguk sebagai tanda kesepakatan antara keduanya. "Aku harus bebas dari sini."ucap Dean sambil mengepal tangannya dengan sangat kuat dan terus memandang wajah pria tinggi dan tegap yang ada dihadapannya saat ini
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD