BAB 2: ADIK KESAYANGAN

1390 Words
Beberapa hari kemudian, Diego melihat gadis yang sama sedang melihat lihat restoran lain yang berada di lantai dasar apartemen tempat restorannya berada, lalu mata mereka bersirobok. “Hai bella” sapa Diego dengan senyum mempesonanya. “Hai bello” jawab gadis itu dengan senyum yang tak kalah mempersona. Mereka saling menatap geli, lalu tertawa bersama. “Panggil saja aku Diego, bella” kata Diego, dia merasa geli dengan cara gadis itu memanggilnya bello dengan nada yang ditarik tarik seperti itu. “Kalau begitu panggil aku Morin saja, bella itu seperti nama temanku” sahut gadis itu yang baru saja memberitahu namanya dan dia memandangnya bingung pada gadis itu karena perkataanya. “Di Indonesia, bella itu nama wanita” jelas Morin. “Oh, aku mengerti” sahut Diego. “Apakah kau sedang mencari tempat untuk makan?” tanya Diego lagi. “Hm.. iya, aku lapar. Tadi aku tidak sempat sarapan. Jadi sekarang aku mau mencari makanan yang bisa segera dimakan” jawab Morin. “Ikutlah denganku. Kau akan bisa makan dalam sepuluh menit” kata Diego sambil menarik tangan Morin menuju restorannya, gadis itu tidak menolak saat dia menarik tangannya. Diego tidak mempersilakan Morin duduk di ruangan restoran, tapi membawa gadis itu ke dapurnya. “Diego, mengapa kau membawaku kesini?” tanya Morin khawatir. “Aku akan segera membuatkan makanan untukmu, dan lebih baik kau menunggu disini” Diego menarikkan kursi untuk gadis itu duduk. Ada sebuah meja makan di dekat pintu dapur itu. “Tapi bagaimana jika nanti kau terkena masalah?” Morin melirik staff yang berada disana. “Tidak ada yang akan komplain. Aku sedang ingin membuatmu terkesan padaku” kata Diego sambil mengedipkan sebelah matanya pada gadis itu. Lalu dia beranjak meninggalkan Morin menuju ke dapurnya. Dia tersenyum saat menyadari kalau gadis itu ternyata mengkhawatirkan dirinya, ternyata Darius belum mengatakan pada gadis itu kalau dia adalah pemilik restoran ini. Rasanya sudah lama tidak ada orang yang mengkhawatirkannya. Lima menit kemudian, seorang staf mengantarkan minuman dan salad yang sudah tertata epik ke meja Morin. Lima menit kemudian sepiring pasta yang terlihat menggiurkan juga sudah tersaji di meja itu. Dan sepuluh menit kemudiannya, Diego membawakan kue opera yang juga sudah tertata cantik di piring. “Kau belum makan?” tanya Diego melihat semua makanan itu masih belum tersentuh. “Kau terlihat luar biasa saat memasak” pujian gadis itu terlihat tulus. “Ah, jadi apakah sekarang aku sudah tampak menarik di matamu” kata Diego sambil memberikan senyum mautnya pada Morin. “Kau selalu tampak menarik di mataku Diego” jawab Morin sambil tertawa. “Tapi tidak di hatimu?” tanya Diego sambil duduk di depan gadis itu, matanya menatap langsung ke mata Morin. “Hatiku sudah penuh, sudah tidak ada ruang kosong lagi” jawab Morin sambil tersenyum, matanya membalas tatapan mata Diego. Dan mereka tertawa lagi bersama. “Makanlah bella, katamu kau sudah lapar” kata Diego lagi setelahnya. Dia tetap memanggil Morin dengan sebutan bella. Menurutnya sebutan itu cocok untuk gadis itu. Dia bisa melihat kalau gadis itu selain memiliki paras yang cantik, dia juga memiliki keteguhan hati. Tidak banyak wanita yang bisa menolak pesonanya dan gadis ini tadi langsung mengatakan kalau ada pria yang dia cintai dan dia tidak tertarik walau hanya untuk bermain mata. Apakah yang dimaksud gadis ini Darius Hartadi? Apa yang bisa membuat gadis ini tertarik pada pria kaku seperti temannya itu? “Masakanmu sangat luar biasa. Aku bukannya pecinta masakan Italia, tapi aku menyukai ini semua” puji Morin setelah dengan cepat menghabiskan makanannya. “Apalagi ini” Morin mengangkat sendok yang berisi kue opera, lalu memasukkannya ke mulut dan menutup matanya menikmati rasa kue itu mencair di lidahnya. Saat dia membuka mata, Diego sedang bertopang dagu menatapnya. “Kau mau menjadi model restoranku, bella?” tanyanya seraya tersenyum. Dia suka melihat orang yang menikmati makanan yang dia buat. Dan gadis di depannya ini melakukannya tanpa berpura pura untuk menyenangkannya. “Aku tidak menjadi model untuk siapapun Diego. Kalau aku menjadi modelmu, Om Darren akan marah karena aku selalu menolak menjadi modelnya.” tolak Morin. “Darren Hartadi?” tanya Diego. “Kau kenal Om Darren juga?” tanya Morin, lalu dia terkekeh. “Kenapa kau tertawa bella?” tanya Diego lagi. Dia tidak merasa ada yang lucu. “Kau dan Om Darren. Kalian mirip. Kalian si tampan yang suka tebar pesona, namun sekalinya jatuh cinta, akan jadi bucin tak tertahankan” kata Morin sambil tertawa lagi. “Benarkah? Kurasa aku sering jatuh cinta, seperti sekarang aku jatuh cinta padamu” kata Diego semanis gula. Morin memutar bola matanya yang membuat Diego kembali tertawa. “Berhentilah menggombaliku Diego” Morin mendengus jijik. Dan Diego terbahak. Baru kali ini ada wanita yang menatapnya jijik karena kalimat rayuannya. Mereka mengobrol banyak di tempat itu. Sesekali Diego meninggalkan Morin untuk memasak pesanan, lalu membawakan Morin tester masakan yang sudah dia buat untuk pengunjung restoran. Dia melihat gadis itu mengambil foto dan merekam kegiatannya memasak dengan ponselnya. Dia memberikan tatapan peringatan pada staffnya yang menatap tidak suka pada gadis itu dan memberikan senyuman maut saat dia menoleh pada gadis itu yang masih merekamnya. Sebelumnya tidak ada yang pernah dia ijinkan mengambil gambarnya karena dia tidak mau penyamarannya diketahui jika wajahnya melalang buana di media sosial. Tapi hanya untuk gadis ini, gadis cantik dan ceria yang selalu mengingatkannya pada adiknya. Dia merasa bahagia saat ngobrol dan berada di dekat gadis ini. Hal yang sudah lama tidak dia rasakan. Bagi dunianya dan orang seperti dirinya, kebahagiaan adalah sebuah kemewahan. “Apakah aku tampak tampan disana?” tanya Diego sambil menghampiri Morin setelah dia selesai memasak. “Kamu selalu tampan. Tapi kamu pria pertama yang kulihat sangat tampan dengan baju koki. Teman temanku minta aku membawamu pulang” kata Morin sambil tertawa. “Apakah teman temanmu secantik dirimu?” tanya Diego menggoda gadis itu. Morin lalu menunjukkan foto dia dan teman temannya yang juga cantik cantik, namun ada seorang wanita di foto itu yang menarik perhatiannya. Wajahnya menjadi serius saat memperhatikan dengan jelas wanita itu. “Siapa dia?” tanyanya pada Morin. “Namanya Rose. Tapi dia sudah menikah, jadi kau tidak boleh meliriknya. Kau pilih yang lain saja” jawab Morin bergaya seperti mucikari yang sedang menawarkan dagangannya. Diego hanya diam mendengar jawaban Morin, sebuah percakapan kembali berputar di otaknya. Namanya Rose Willem Baskara, aku ingin kalian memastikan dia mati dalam waktu dekat. Aku sudah mentransfer lunas sesuai perjanjian kita. “Diego” panggil Morin untuk kesekian kalinya. Kali ini suaranya agak keras, karena sepertinya pria itu sedang tidak fokus. “Ah, iya bella. Ada apa?” tanya Diego kembali memfokuskan pandangannya pada Morin. “Kau melamun? Jangan berpikir untuk mengganggu istri orang” kata Morin menyipitkan matanya curiga. “Maaf. Tapi temanmu mirip dengan kenalanku. Aku agak terkejut melihatnya.” jawab Diego berbohong. “Oh begitu. Ya sudah. Kau ada tertarik dengan yang lain?” Morin kembali berlagak seperti mucikari. “Tidak. Tidak ada yang secantik dirimu” jawab Diego mengerlingkan matanya. “Kau benar benar pria berbahaya, Diego” jawab Morin membalas kerlingan itu. Acara saling menggoda itu berhenti saat ponsel gadis itu berbunyi dan yang menelepon ternyata Darius. Setelahnya gadis itu pamit sambil mengerutu. Dia memperhatikan gadis itu hingga hilang dari pandangannya. Lalu dia menghubungi asistennya yang berada di Italia. “Kirim data Rose Willem Baskara sekarang” kata Diego dan dia langsung menutup panggilan itu. Tidak sampai satu menit kemudian di ponselnya masuk data yang dikirim oleh asistennya itu. Dia memperhatikan dokumen yang diberikan oleh asistennya, tidak terlihat keanehan dari informasi yang dia terima. Disana asistennya menuliskan kalau yang membayar mereka adalah simpanan suami wanita itu. Sepertinya permintaannya berhubungan dengan cinta dan kekuasaan, karena kekayaan wanita itu jauh lebih besar daripada suaminya. Bayangan Morin tertawa bersamanya tadi terbesit di kepalanya. Jika temannya mati, gadis itu pasti akan bersedih. Membayangkan gadis itu menangis membuatnya mengernyitkan alisnya, ada rasa tidak nyaman di dadanya. Dia membeku saat menyadari kalau untuk pertama kalinya semenjak adiknya meninggal, dia ingin melindungi seseorang, bahkan dia tidak ingin gadis itu bersedih. Padahal dia baru bertemu gadis itu dua kali tapi bayangan adiknya seakan selalu mengikuti gadis itu. ‘Batalkan pesanan peti mati wanita itu’ Diego mengirimkan pesan pada asistennya untuk menolak permintaan untuk membunuh wanita itu. Dulu dia tidak berhasil melindungi adiknya, tapi sekarang gadis itu muncul di depannya. Selama dia masih hidup, akan dia pastikan kalau gadis itu selalu bahagia. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD