BAB 3: SAMBUTAN DI JAKARTA

1393 Words
Karena berniat memastikan Rose Willem Baskara tidak mati oleh pembunuh bayaran lain, Diego membujuk Darius untuk membawanya ke Jakarta saat pria itu mengantar Morin kembali ke Jakarta. Dia menjelaskan kepada sahabatnya itu kalau maksud dia ikut ke Jakarta adalah untuk melindungi teman Morin agar Morin tidak bersedih kalau temannya sampai mati. Seperti yang dia tahu dengan jelas bagaimana dunianya berjalan. Saat dia menolak untuk membunuh Rose Willem Baskara, maka si pemesan pasti akan mencari pembunuh bayaran lain untuk membunuh wanita itu. Sekarang dia berada di pesawat pribadi Darius yang menuju ke Jakarta. Sudah lebih dari satu minggu ini dia sering bersama Darius dan Morin. Dia menyadari kalau Darius memiliki perhatian yang tidak biasa pada keponakannya ini. Untuk orang sekaku Darius Hartadi, keposesifan yang dia tunjukkan pada gadis itu tidak seperti paman pada keponakannya, sedangkan gadis itu sendiri sudah mengatakan dengan jelas kalau dia hanya akan menikah dengan Darius Hartadi. Mengingat sifat dan kekuasaan yang dimiliki sahabatnya, dia tidak akan khawatir kalau Morin menikah dengan Darius Hartadi. Pria itu selalu menjaga miliknya dengan baik. Dan karena sepertinya pria itu juga tertarik pada Morin walau sepertinya belum menyadarinya, sepertinya tugasnya hanya membuat Darius bisa lebih cepat menyadari perasaannya. Dengan begitu, gadis itu akan terlindungi dengan baik walau tanpa dirinya. Semoga gadis itu bisa bahagia bersama cintanya, tidak seperti adiknya. Dia tersenyum saat merasa sikapnya berlebihan, dia benar benar bersikap seperti seorang kakak yang baik. Sekarang tugas dia hanya memastikan teman gadis itu tidak mati dalam waktu dekat. Dia sudah memberitahu asistennya untuk mengurusi organisasi mereka selama dia berada di Jakarta. Sebenarnya dia tidak pernah melakukan perjalanan sendiri tanpa perlindungan, tapi salah satu orang kepercayaannya, Garry Kean sedang menjalankan misi yang dia berikan, sehingga pria itu juga tidak bisa ikut ke Jakarta sekarang. Hanya Garry Kean yang bisa tidak bersikap seperti bawahan mafia saat bersamanya. Itulah sebabnya dia tidak mau membawa anak buahnya yang lain saat ini karena tidak mau membuat Morin curiga. Dia lebih suka gadis itu menganggapnya sebagai pengusaha dan chef. Dia tidak mau gadis itu takut padanya yang membuatnya tidak bisa lagi mengobrol dengan gadis itu dan melihat senyum cantiknya. Lagipula bodyguard Darius cukup berpengalaman, kemampuannya tidak kalah dengan anak buahnya, jadi dia tidak terlalu khawatir. Juga tidak banyak orang yang mengenal jati dirinya yang sebenarnya, karena selama ini lebih banyak Leonardo Ricci, asistennya yang mengurus pertemuan dengan klien atau rekan bisnis. Bahkan hanya beberapa anak buahnya yang bisa bertemu dengan dirinya, dan itu biasanya karena mereka berhasil dalam misi besar. Dia lebih suka dengan keadaan sekarang. Dengan penyamarannya, dia bisa mencari tahu informasi yang dibutuhkan organisasinya dan mengetahui jika ada pengkhianat di organisasinya atau rekan bisnisnya. Seperti perkiraannya, penerbangan kali ini tidak membosankan. Melihat Darius yang tidak bisa menang saat berdebat dengan Morin merupakan hiburan baginya. Apalagi saat gadis itu memaksa pria itu makan dengan merebut tablet yang sedang digunakan Darius untuk memeriksa pekerjaannya, lalu mengunci diri beserta tablet Darius di ruang istirahatnya di dalam pesawat ini. **** Setelah sampai di Jakarta, dia langsung menuju Volle Hotel, tempat yang sudah disiapkan oleh Darius untuknya. Hotel itu adalah milik Volle Group yang dinaungi oleh sahabatnya itu. Diego baru membuka pintu kamar hotelnya saat instingnya memberi alarm tanda bahaya. Dia mengeluarkan pistol yang ada di saku bagian dalam jaketnya dan membiarkan lampu tetap tidak menyala dan menutup pintu di belakangnya, dia mengandalkan sinar bulan yang masuk dari jendela yang membentang di salah satu sudut ruangan itu. Seharusnya dia memang membawa Garry, tapi pria itu baru menyelesaikan misi terakhir darinya tadi siang. Dia menajamkan telinga dan matanya untuk memantau situasi. Tiba tiba terdengar suara dari sebelah kirinya, dia menoleh dan mengarahkan pistolnya ke arah suara dan hanya melihat lampu tidur yang baru saja terjatuh. Dia merasakan semilir angin di tengkuknya dan langsung menunduk saat sebuah tendangan hampir menghajar kepalanya. Dia langsung berbalik dan mengarahkan pistolnya pada sesosok tubuh ramping di depannya. “Hallo Tuan Justin Ludovic ” sapa wanita itu dalam bahasa Italia. Diego terkejut saat mengenali siapa wanita di depannya, dan semakin terkejut saat wanita itu menyebutkan nama aslinya. “Bagaimana kau bisa tahu namaku?” tanya Diego kaku. Pistolnya masih mengarah ke jantung wanita itu. Tidak banyak yang mengenali wajahnya dan mengetahui namanya, bahkan di dunia hitam saja tidak banyak orang yang bisa bertemu dengannya. “Cukup lama aku menunggumu, kukira kau tidak akan datang” kata wanita itu sambil tersenyum mengejek. Bahkan wanita itu tidak menutupi wajahnya, berarti dia memang sengaja menunjukkan dirinya. “Apa yang kau inginkan?” tanya Diego. Dari perkataannya berarti wanita ini memang sengaja datang mencarinya. “Nyawamu. Bukankah aku cukup berbaik hati dengan mengantarkan targetmu ke hadapanmu?” kata Rose. “Aku sudah menolak permintaan untuk membunuhmu” jawab Diego. “Oh, jadi utusan siapakah yang menyerangku hari minggu kemarin dan tadi pagi?” tanya Rose mencemooh. “Mungkin pemesan memesan di tempat lain” jawab Diego. “Sayangnya pesananku hanya ke tokomu” jawab Rose yang membuat Diego terkejut dan hal itu membuatnya lengah. Saat menyadari perhatian pria itu tidak fokus padanya, dengan cepat Rose melompat ke kanan dan melempar pisau ke arah jantung Diego. Diego terlambat menghindar sehingga lengannya terkena besetan pisau itu. “Sial!” maki Diego. Dia tadi terlalu terkejut saat menyadari kalau ada pengkhianat di jaringannya yang telah menerima order untuk membunuh Rose Willem Baskara setelah dia menolaknya. Hal itu membuat fokusnya terpecah. “Aku sudah menolak order itu dari minggu lalu” teriak Diego. Wanita itu sekarang sudah menghilang di kegelapan. Sial! Diego menutup matanya untuk menajamkan inderanya yang lain, sekarang dia seperti sedang latihan dengan mata tertutup. Lalu dia mendengar suara pistol di kokang dari arah belakangnya. “Jangan bergerak dan lepaskan senjatamu” perintah Rose. Dia berdiri sekitar satu meter di belakang Diego. Pria itu melepaskan pistolnya tanpa bergerak. “Tendang senjata itu ke belakang” perintah Rose lagi. Dan pria itu menendang pistolnya ke arah belakang. ”Siapa kau sebenarnya? Mengapa kau mengincarku?” tanya Diego. “Kuyakin kau sudah membaca profilku. Aku sudah menunggu saat ini selama dua tahun, kupastikan kau mati ditanganku hari ini!” jawab Rose geram. “Aku sudah sering mendengar perkataan itu” jawab Diego terkekeh. “Balik tubuhmu perlahan” perintah Rose lagi dan pria itu membalik tubuhnya sesuai perintahnya. Sekarang mereka kembali saling bertatapan. “Siapamu yang sudah kubunuh?” tanya Diego sambil tersenyum miring. Dari perkataan wanita itu, berarti wanita itu berniat membalas dendam, bukan suruhan kelompok manapun. “Ibu dan kekasihku. Dan sekarang aku akan mengirimmu ke neraka!” bentak Rose emosi. Dor Peluru itu tepat mengenai jantung Diego. Pria itu mundur beberapa langkah lalu roboh ke belakang. Rose melihat kaki pria itu bergerak gerak sebentar lalu berhenti. Air matanya mengalir, dua tahun dia mencari cara untuk membalas kematian Ibunya dan kekasihnya Arnold, sekarang dia sudah berhasil. Akhirnya dia bisa membunuh pria itu! Dia sudah membalaskan dendam mereka, tapi mengapa rasa hampa ini masih ada? Bagaimana lagi caranya agar dia bisa merelakan kepergian kedua orang yang sangat dia cintai itu? Perlahan Rose berjalan menghampiri mayat pria itu. Mungkin melihat musuhnya yang sudah mati bisa membuat perasaannya menjadi lebih baik. Dia berjongkok di sebelah mayat pria itu dan memperhatikan pria itu yang seperti sedang tidur. Bukannya merasa tenang, dia malah semakin emosi mengingat betapa mengenaskannya jenazah ibunya dulu. Melihat pria itu mati dengan mudah membuatnya semakin marah. Mungkin mencekik pria itu bisa membuatnya puas! “Seharusnya aku menyiksamu dulu agar kau tahu bagaimana rasanya mati perlahan” desis Rose emosi sambil mengarahkan tangannya untuk mencekik pria itu. Setelah ini dia akan menenggelamkan pria ini di laut agar tidak ada yang bisa menemukan mayatnya dan menguburkannya dengan layak. Tiba tiba tangannya dipelintir keras hingga tubuhnya terbanting ke lantai. Dalam sekejap dia sudah telungkup di lantai. Pria itu menduduki bokongnya, sebelah tangannya yang tadi dipelintir sekarang terkunci di bagian belakang pinggangnya, sebelah tangan pria itu menekan tengkuknya hingga dia tidak bisa bergerak kecuali sebelah tangannya yang sekarang sedang dia gunakan untuk menancapkan kukunya sekuat tenaga di tangan pria itu yang sedang mengunci tengkuknya. “Kau harus pastikan targetmu mati dulu sebelum kau mendekatinya” kata Diego sambil tersenyum miring. “Harusnya kau sudah mati!” bentak Rose. Dia mencoba untuk berontak sekuat tenaga, namun tubuhnya benar benar tidak bisa bergerak sama sekali. Kedua kakinya hanya yang bisa diangkat sedikit dan sebelah tangannya yang sekarang masih menancapkan kukunya di lengan pria itu, namun itu tidak berarti banyak karena pria itu menggunakan jaket. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD