BAB 5: KONFRONTASI KEDUA

1488 Words
“Maaf ya Diego, Rose memang wajahnya seperti itu jika bertemu orang baru. Tapi setelah kenal dekat kau akan tahu kalau dia orang yang baik” kata Morin menghibur. Morin sedikit bingung mengapa Rose sepertinya tidak suka pada Diego, biasanya temannya itu hanya memasang wajah datar, bukan wajah jutek seperti ini. Karena semua teman Morin sudah datang, sekarang mereka semua duduk dan mengobrol di pantry sambil makan kue yang dibuat Diego. Pria itu ikut mengobrol sambil menunggu satu kuennya yang belum matang. Diego menjawab semua pertanyaan teman teman Morin yang sepertinya sangat antusias bertanya mengenai dirinya. Diego cukup menyukai cara teman teman Morin ini mengobrol. Mereka lebih mirip anak kecil yang penasaran, bukan seperti wanita yang mencari target pasangan. Dia sudah terbiasa dengan sikap pura pura dan intrik wanita dalam mencoba menariknya dalam perangkap mereka, tapi tidak satupun dari teman Morin yang melakukan hal itu. Mereka semua hanya mengagumi dirinya saja. Rose tidak ikut mengobrol, sesekali dia menjawab saat ditanya. Dia sedang memikirkan bagaimana cara membunuh Justin Ludovic? Tidak mungkin sekarang dia mengacau di rumah Morin dengan menyerang pria itu kan? Walau pisau dan garpu di meja ini sepertinya mengundang minta dia gunakan untuk menusuk pria itu. Diego bisa merasakan aura membunuh yang dikeluarkan Rose, apalagi saat mata wanita itu memperhatikan peralatan makan di meja. Namun aura itu menghilang setiap kali wanita itu berinteraksi dengan teman temannya. Dia bisa melihat tatapan wanita itu menjadi ramah saat bicara dengan teman temannya, sepertinya dia memang menyayangi teman temannya ini. Lalu dia melihat wanita itu tertawa lepas saat Sissy mulai bercerita hal konyol yang tidak dia mengerti. Ternyata wajah wanita itu terlihat jauh lebih cantik saat tertawa. Wanita itu tidak tahu kalau saat wanita itu lengah, dia memperhatikan wanita itu. Tidak lama Darius pulang dan langsung menyeret Morin ke kamar pria itu yang memang letaknya tidak jauh dari pantry. Begitu pintu kamar itu ditutup, Sissy, Jenny dan Joanna perlahan berjalan mendekat ke pintu kamar Darius dan menempelkan telinga mereka di pintu itu. Sissy melihatnya memperhatikan mereka dengan penasaran, dan wanita itu memberi kode dengan meletakkan telunjuknya di bibir dengan senyum berkonspirasi. Dia tertawa, menertawakan tingkah para wanita ini. Ternyata mereka bermaksud mencuri dengar pembicaraan Darius dan Morin dari depan pintu. Bagaimana bisa mereka bertingkah seperti anak sekolah disaat penampilan mereka saja sudah menunjukkan kalau mereka semua sudah dewasa? bahkan Joanna Lucas sudah memiliki anak. “Jika bukan karena ingin membunuhku, untuk apa kau kemari?” tanya Rose dingin yang membuat Diego menoleh padanya. “Menemani Darius dan Morin” jawab Diego yang dibalas oleh lirikan sinis Rose. “Kau lebih berbahaya untuk mereka. Om Darius akan membunuhmu jika tahu siapa kau sebenarnya” kata Rose sambil melengos. “Simpan sendiri perkataanmu. Darius sudah mengetahui kalau kau masuk ke hotel dengan mencuri kartu akses Morin” jawab Diego yang membuat tubuh Rose menegang. Diego lalu memajukan tubuhnya mendekati wanita itu hingga wajah mereka hanya berjarak sepuluh senti. “Kau tidak memprediksikan hal itu ya? Darius sangat menjaga gadisnya itu dari segala bahaya dan kau baru menunjukkan kalau kau mungkin bisa berbahaya untuk Morin” kata Diego lagi dengan senyum miring. “Aku tidak mungkin mencelakakan temanku!” bantah Rose. “Bukan itu yang terlihat oleh Darius. Dan kalau kau bisa mengetahui siapa diriku, berarti kau pun tahu betapa mengerikannya Darius Hartadi jika ada yang mengancam keselamatan keluarganya” kata Diego lagi. Rose memucat saat perkataan pria di depannya ini meresap di pikirannya. Sejak Volle Group kembali ke tangan Rosaline de Volle, ibunya sudah menyuruhnya berhati hati jika masih ingin berteman dengan Morin, karena Rosaline de Volle dan Darius Hartadi tidak akan segan menghabisi siapapun yang membawa anggota keluarganya dalam bahaya. Diego memperhatikan wanita pintar di depannya ini yang wajahnya sekarang pucat. Dia tidak tahu siapa wanita ini sebenarnya dan biasanya dia tidak ingin tahu. Terlalu banyak orang yang ingin membunuhnya, baik karena balas dendam ataupun kekuasaan. Tapi Rose Willem Baskara ini sedikit unik. Dia memiliki aura pembunuh, tapi saat bersama teman temannya, dia terlihat hangat dan normal layaknya wanita seusianya. Dan itu tidak terlihat dibuat buat, karena dia sudah terbiasa dengan kepura puraan dan segala intrik wanita. Sangat berbeda dengan kesan pertamanya saat wanita itu menyerangnya di hotel. Hal itu membuatnya penasaran, yang manakah Rose Willem Baskara yang sebenarnya? Dia memajukan tubuhnya lagi dan mencium bibir wanita itu. Tangannya langsung terangkat untuk menahan tangan wanita itu yang sudah mengarahkan garpu ke lehernya. “Terlalu cepat. Kau seharusnya membuaiku dengan ciumanmu dulu, baru setelah itu menikamku. Dan jangan menggerakkan tubuhmu sama sekali saat tanganmu bergerak” kata Diego saat sebelah sebuah pisau kue kecil sudah berada di leher Rose. “Seperti ini” bisik Diego lagi sambil mengolesi krim kue yang ada di pisau itu ke leher Rose. Mereka masih saling bertatapan dengan tajam saat sebuah suara menginterupsi mereka. “Tidak baik menggoda istri orang, Diego” kata Sissy dengan nada bersenkongkol. Bagi mata awam, mereka terlihat seperti orang yang sedang bermesraan. Konsentrasi acara menguping Sissy, Jenny dan Jisoo diinterupsi tontonan baru di depan mata. Jenny tidak sengaja menoleh untuk mencari Rose karena tidak melihat wanita itu ikut menguping, dan dia terbelalak saat melihat Rose dan Diego sedang bertatapan sambil tangan Diego memegangi pergelangan tangan Rose yang sedang memegang garpu kue. Dia langsung menyikut kedua temannya untuk menonton live show yang lebih menarik daripada menguping di pintu yang sulit terdengar suaranya itu. Rose langsung memundurkan tubuhnya dan pamit ke toilet. Wajahnya memerah karena malu terpergok oleh teman temannya seakan dia sedang bermesraan. Diego tersenyum melihat wajah wanita itu yang merona. Ternyata wajah wanita itu juga bisa terlihat menggemaskan. “Lebih baik kau suruh dia bercerai dulu” kata Jenny memprovokasi Diego. “Apa dia akan mau?” tanya Diego sambil tersenyum. “Menyuruh Rose bercerai itu mudah. Yang sulit adalah membuatnya jatuh cinta hingga mau menuruti permintaanmu” jawab Sissy dan diangguki kedua teman di sebelahnya. “Kalian menyuruhku merebutnya dari suaminya?” kata Diego sambil tertawa. Dia sedikit terkejut saat ketiga wanita itu kompak mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan isengnya. Teman teman Morin ini ternyata sama absudnya dengan gadis itu atau ada masalah dalam pernikahan Rose sampai para sahabatnya berpikir kalau dia yang baru saja mereka temui ini lebih baik daripada suaminya itu? Hal itu membuatnya jadi semakin penasaran dengan hidup wanita itu. Bukankah wanita itu kemarin bilang ingin membalaskan dendam kekasihnya? Tapi ternyata dia menikah dengan pria lain. Dan sekarang setelah mereka bertiga selesai bicara dengannya, mereka kembali menempelkan telinga lagi ke pintu kamar Darius dengan wajah serius. Benar benar lucu. **** Rose duduk di kloset sambil menutup wajahnya yang merah padam dengan kedua tangannya. Dia malu sekali terlihat oleh teman temannya seperti sedang bermesraan dengan musuhnya itu. Dasar buaya darat! Tiba tiba main nyosor aja tuh bibir! Jantungnya berdebar tidak keruan saat pria itu tiba tiba menciumnya, dia bisa melihat bulu mata lentik pria itu. Enak sekali jika bisa memiliki bulu mata seindah itu, dia tidak perlu eyelash extension. Dan saat pria itu membuka matanya, dia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari bola mata berwarna hijau lumut itu. Dia baru tersadar saat Jenny bicara. Semakin dipikir dia semakin kesal karena rencananya untuk melukai pria itu juga tidak berhasil! Sudah dia merelakan dirinya dicium, eh ternyata garpunya tidak bisa melukai pria itu. Tiba tiba dia teringat pisau kue yang tadi dibaretkan di lehernya. Tangannya langsung menyentuh lehernya untuk mengecek apakah ada luka? dan ternyata tidak ada. Itu hanya krim kue saja. Rose terdiam. Sekali lagi dia menyadari kalau pria itu memang tidak berniat membunuhnya. Bahkan pria itu tidak membalas semua usahanya untuk melukai pria itu. Mengapa pria itu berbeda dengan yang diceritakan ibunya dan Arnold? Seharusnya pria itu adalah pembunuh berdarah dingin yang akan melibas siapapun yang berani menghalangi ataupun mengganggunya. Tapi kalau dia memang tidak bermaksud membunuhnya? Lalu siapa yang mau membunuhnya? Semua pembunuh bayaran yang sebelumnya dia sewa untuk membuat pria itu percaya kalau dia memang target yang sulit dibunuh sudah dia bereskan semua. Apakah pria itu sekarang sedang bermain main dengannya? Tapi setahunya bukan begitu cara kerja mafia. Dia jadi semakin pusing memikirkan teka teki ini. Dia mengeluarkan ponsel rahasianya yang dia letakkan di sepatunya dan mengirimkan pesan pada orang yang menerima order untuk membunuhnya. Dia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi disini? Apakah anak buah pria itu menerima order yang sudah ditolak bosnya? Orang itu bisa dibunuh sampai ke seluruh cabang pohon keluarganya kalau berani macam macam dengan bos mafia! Dia mengirim pesan pada orang itu yang langsung dibalas. ‘Mengapa target masih hidup?’ tanyanya. ‘Segera dibereskan. Deadline masih satu minggu lagi. Tunggu saja dan jangan bertanya lagi sampai melewati deadline’. Rose masih terdiam menatap layar ponselnya itu. Berarti memang si penerima order ini yang berusaha membunuhnya. Tapi untuk apa? Memang dia menawarkan uang yang cukup besar, tapi rasanya bodoh kalau orang itu mengambil resiko mati sampai keturunan terakhir keluarganya hanya untuk uang segitu. Dia masih memutar otak mencari pencerahan mengenai kejanggalan dari hal ini dan tidak menyadari kalau dia sudah membuat alarm ponsel Darius menyala. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD