“Baik bos” jawab si anggota itu. Dia lalu mematikan telepon dan berdiskusi bersama anggotanya yang lain, lalu menyuruh salah satu anggotanya untuk mencari posisi untuk menembak dengan senapannya. Dia sendiri mencari posisi untuk merekam adegan itu.
Leonardo Ricci tersenyum setelah menutup sambungan telepon itu. Sekarang semua akan lebih mudah karena ada Darius Hartadi disana. Jika wanitanya Darius mati, maka Darius dan keluarga Hartadi pasti akan memburu Justin Ludovic.
Dia juga sudah menyuruh anak buahnya untuk merusak mesin pesawat, jadi semua anggota yang berangkat ke Indonesia tidak akan kembali dalam keadaan hidup. Setelah ini dialah yang akan memegang kekuasaan disini. Dengan kekuasaan penuh, dia akan bisa melawan Darius Hartadi saat pria itu mengejarnya nanti.
Sejak awal rencananya bukanlah membunuh Rose Willem Baskara, wanita itu hanya pancingan agar bisa membunuh wanitanya Darius, untuk membuat persahabatan Darius Hartadi dengan Justin Ludovic rusak. Lagipula rekannya yang sekarang sedang duduk di sebelahnya ini sudah mengingatkannya untuk tidak menyentuh wanita yang merupakan kekasihnya itu.
“Sebentar lagi semua akan selesai” kata Leonardo Ricci sambil menyerahkan satu gelas wine pada rekannya.
“Ya. Dan Rose akan kembali padaku setelah Justin Ludovic mati” kata Fernando Laruzzo sambil menyesap winenya.
****
Sekarang para anggota mafia sudah berkumpul untuk menerima arahan dari Dex. Mereka bersiap kembali ke Italia untuk menjalankan misi baru mereka, yaitu menangkap si pengkhianat Leonardo Ricci.
“Morin“ panggil Darius dan gadis itu menoleh padanya.
Om…” teriak Morin saat melihat kedua omnya berjalan ke arahnya. Dia tersenyum lalu berlari untuk menghampiri Darius dan Darren.
Teriakan Morin membuat Diego menoleh pada gadis itu dan menangkap bayangan seseorang di belakang truk yang sedang mengarahkan senapan ke arah gadis itu.
“DARIUS! MORIN ANGKA SEPULUH!!!!!” teriak Diego sambil berlari untuk menyelamatkan Morin.
Darius yang mendengar teriakan Diego langsung berlari dan menarik Morin ke dalam pelukannya lalu memutar tubuhnya untuk melindungi Morin.
Dor
Situasi kembali menjadi tidak terkendali, teriakan dan tembakan terdengar saling bersahutan. Garry Kean langsung menembak orang yang tadi berniat menembak Morin. Beberapa anggota yang bersembunyi bersama pria itu mulai menembaki Garry Kean dan pasukan Dex balas menyerang mereka.
“LINDUNGI BOS!!” teriak Dex saat dia melihat tubuh bosnya itu terjatuh ke tanah.
Darius menarik Morin ke sisi samping mobil Rose untuk berlindung. Dia melepaskan jaket anti pelurunya dan membungkus Morin dengan jaketnya, dia khawatir masih ada yang berniat membunuh gadis itu. Morin tidak mengatakan apapun, tapi tubuh gadis itu bergetar karena ketakutan, gadis itu memeluknya erat.
Tidak lama kemudian suara tembak tembakan itu menghilang, anggota Diego dibantu oleh kelompok bodyguard Volle yang datang bersama dengan Donny dan Rosaline dengan cepat menghabisi musuhnya.
“Diego. Bagaimana keadaanmu” tanya Darren panik.
Suara itu membuat Darius langsung berlari ke arah suara Darren dan melihat Diego sudah terlentang di tanah. Pria itu tertembak di bagian dadanya dan banyak darah yang sudah menggenang di sekitar tubuhnya.
“Justin” teriak Rose saat menghampiri Diego dan Darren. Dia mengkhawatirkan pria itu. Pria itu tidak akan terluka jika tidak memberikan jaket anti pelurunya pada dia! Mengapa pria itu malah melindunginya?!
“Bos” panggil Dex. Wajahnya pucat melihat begitu banyak darah di jalan. Dia sudah terbiasa melihat kondisi darurat dan orang yang sekarat, dan kondisi bosnya sekarang masuk kategori itu.
“Oh, s**t!” Darius langsung berjongkok untuk memeriksa kondisi Diego.
“Untuk apa kau melindungiku. Kau tahu aku menggunakan jaket anti peluru” kata Darius saat dia memeriksa kondisi Diego. Diego memegang lengan Darius.
“Jaga Morin. Jika aku mati, Leonardo akan.. mengambil alih.. kekua..saan..ku….” kata Diego.
“Sudah diam dulu. Darren ambil kotak obat” perintah Darius dan Darren langsung berlari kembali ke helikopter untuk mengambil kotak obat. Darius menelepon kepala rumah sakit Volle dan minta dikirimkan ambulance dan perlengkapan darurat pada korban penembakan sekarang juga.
“Dia akan.. pu..nya.. Uhuk…” Diego memuntahkan darah segar.
“Diam saja dulu. Biar aku coba hentikan pendarahannya” perintah Darius. Dia merobek baju Diego untuk melihat luka pria itu dan berusaha menghentikan pendarahan di d**a pria itu. Tapi dia tidak yakin usahanya akan berhasil karena sepertinya tembakan itu kena bagian vital. Semoga saja di helikopter itu ada perlengkapan yang cukup memadai untuk melakukan operasi untuk mengeluarkan peluru dan menghentikan pendarahannya untuk sementara.
Darren kembali dengan sebuah tas perlengkapan obat. Darius langsung mengambil tas itu dan memeriksanya, sayangnya itu hanya perlengkapan P3K seadanya.
“Sial. tidak ada perlengkapan bedah disini. Bertahanlah Diego, ambulance sedang menuju kemari” kata Darius. Dia tidak bisa menyembunyikan kecemasannya melihat darah yang masih terus mengalir dari d**a pria itu.
“Aku ada” kata Rose sambil berdiri dan dia langsung berlari ke mobilnya untuk membuka bagasi mobilnya. Tidak sampai satu menit, wanita itu sudah kembali ke tempatnya dengan membawa sebuah koper yang terlihat seperti koper kosmetik berwarna putih.
Rose membuka koper itu dan mulai mengeluarkan perlengkapan bedah yang dibutuhkan untuk operasi. Dia lalu menyerahkan perlengkapan bedah dan obat bius pada Darius. Pria itu langsung mengambilnya dan menyuntikkan obat biusnya pada Diego setelah membaca label di kemasannya.
“Morin tolong pegangi ini” kata Rose pada Morin tanpa menoleh sambil mengulurkan kantong infus. Dia sudah memasukkan beberapa macam obat ke dalam infus itu. Lalu dia mencari nadi di tangan Diego untuk memasukkan jarum infus.
“Bu..kan..kah.. kau.. mau.. a..ku.. Ma..ti?” tanya Diego saat melihat Rose sedang memasukkan jarum infus ke tangannya. Dia bisa melihat kalau wanita itu sungguh sungguh berusaha menyelamatkannya.
“Kau harus mati ditanganku, bukan orang lain. Simpan tenagamu untuk bertahan karena obat bius itu tidak cukup untuk tubuhmu” jawab Rose memberitahu kalau dosis obat bius yang ada tidak akan bisa menidurkan pria itu, dosisnya hanya untuk ukuran tubuhnya sendiri. nanti pria itu masih akan merasakan sakitnya saat pisau bedah itu membelek tubuhnya.
“Ma..nis… seka..li.. Uhuk…” kata Diego sambil tersenyum, lalu dia terbatuk lagi.
“Otakmu memang rusak” jawab Rose sinis. Walau dia berkata sinis seperti itu, tapi dia semakin khawatir melihat pria itu kembali menyemburkan darah segar.
“Pegangi dia” perintah Darius dan beberapa orang langsung memegangi Diego di tempat yang disebutkan Darius.
“Aku akan mulai” kata Darius memperingatkan Diego saat dia mulai mengiris tubuh pria itu. Secara refleks tubuh Diego langsung berontak saat merasakan pisau itu semakin dalam membelah tubuhnya. Namun karena pengaruh obat bius dan juga lukanya, tenaganya tidaklah besar, tapi tetap butuh beberapa orang memegangnya agar tubuhnya tidak bergerak sama sekali saat Darius berusaha mencari peluru itu.
“Bersyukurlah. Satu senti lagi, peluru itu akan bersarang di jantungmu dan aku tidak akan bisa mengeluarkannya” kata Darius saat dia menemukan posisi peluru itu. Dia bisa melakukan beberapa tindakan darurat termasuk pembedahan ringan, dia mempelajarinya dari beberapa dokter yang praktek di rumah sakitnya. Tapi dia tidak bisa melakukan pembedahan di organ vital, resikonya terlalu besar. Harus orang yang memang ahli di bidangnya.
Sebenarnya pembedahan terhadap Diego sekarang termasuk besar, tapi dia tidak punya pilihan lain. Kalau menunggu ambulance datang, kemungkinan besar mereka akan membawa mayat bukan pasien!
Saat Darius berhasil mengeluarkan peluru itu Diego mulai kehilangan kesadarannya. Wajah pria itu semakin pucat dan dia berhenti berontak. Hal itu membuat mereka semua semakin panik dan terus memanggil namanya.
Tiba tiba pria itu berteriak dan tersentak. Diego menoleh pada Rose saat merasakan nyeri luar biasa di bahunya.
“Kau tidak boleh mati sekarang” kata Rose datar. Dia baru saja menggeser sambungan tulang bahu pria itu. Cara yang ternyata memang efektif membawa kesadaran pria itu kembali. Dia tidak bisa hidup dalam penyesalan karena telah menyebabkan orang mati, walaupun itu musuhnya! Hutang nyawa harus dibayar, begitu juga hutang budi!
“Biar aku saja om” kata Rose lagi saat melihat Darius kesulitan menjahit luka Diego.
“In..gat..kan.. aku.. un..tuk.. Meni..ka..himu… nan..ti..” kata Diego sambil tersenyum disela sakit luar biasa yang menderanya.
“Dalam mimpimu pun tidak akan terjadi” jawab Rose sambil menjahit luka pria itu.
“Aku.. ma..u.. di..rawat.. sus..ter.. can..tik.. i..ni… aarrghhh” kata Diego pada Darius yang kemudian kembali berteriak saat Rose dengan sengaja menusuk tangannya dengan jarum bedah setelah wanita itu selesai menjahit lukanya.
“Kau… me.. mang.. co.. cok.. jadi is.. tri.. ku..” kata Diego sambil tersenyum di sela ringisannya.
****