PERDEBATAN

2171 Words
FLASH BACK POV AUTHOR. Saat itu, Aron melihat dengan mata kepalanya sendiri, Yuka tega mendorong Tania hingga jatuh tersungkur di lantai. Tak hanya itu, Yuka juga mengusir Tania dari rumahnya. Namun, Aron tak tahu alasan yuka mendorong Tania hingga terjatuh. Wajar saja jika Aron lebih membela Tania daripada istrinya sendiri. Karena tak ingin memancing keributan yang lebih buruk, Aron memutuskan untuk mengantar Tania pulang ke rumahnya terlebih dahulu, baru menyelesaikan masalahnya dengan Yuka. Setelah mengantar Tania pulang, Aron kembali ke rumahnya. Sepanjang perjalanan, ia mengumpat Yuka karena sudah mempermalukannya. Sebelumnya Aron sudah dibuat geram oleh Yuka, karena yuka berani menamparnya hanya karena salah paham. Bukan 'kah wajar jika seorang suami marah melihat istrinya dirangkul oleh pria lain, apalagi di tempat umum. Pasti banyak masyarakat yang akan mencela hubungan mereka. Ternyata Aron hanya salah paham, pria itu adalah kakak kandung Yuka. Aron mana tahu jika Hirka itu adalah saudara Yuka, karena mereka tidak pernah bertemu sekalipun. Aron ingin segera pulang untuk menegur Yuka. Belum satu hari Yuka sudah membuat dua kesalahan setelah melakukan k3k3rasan pada Aron, dan juga melakukan k3k3rasan fisik pada Tania. Kali ini Yuka sangat keterlaluan. Begitu sampai di rumah, Aron langsung masuk menuju kamar Yuka. Ia menaiki tangga, matanya fokus pada pintu kamar Yuka, Aron segera membukanya. "Yuka, di mana kau?..." Aron berteriak saat tak menemukan Yuka di kamarnya. Aron membuka pintu kamar mandi, di sana juga kosong. Lantai kamar mandi masih kering, berarti tidak ada yang memakainya sama sekali. "Yuka, di mana kau?... Jangan terus-menerus menguji kesabaranku!..." Aron keluar dari kamar dan mengelilingi setiap penjuru rumah, mencari keberadaannya. Namun, hasilnya nihil, Yuka tidak ada di manapun. Aron kembali ke kamar Yuka dan membuka lemari. Tak ada satupun barang ataupun pakaian Yuka yang tersisa, Yuka kabur. Pintu lemari berdebam karena Aron menutup pintunya dengan kasar. "Sangat kekanak-kanakan, bagaimana aku menikahi wanita seperti itu!..." desis Aron sambil membuang napas kasar. Bagaimana bisa dia memiliki istri yang jika ada sedikit masalah langsung main kabur. Bagaimana Aron akan memberi penjelasan pada Ayah dan Bundanya, jika tahu Yuka melarikan diri. Aron mensugesti dirinya sendiri bahwa ia tak bersalah. Yuka melarikan diri bukan karena dirinya, tapi karena Yuka terlalu sensitif dan pemarah. Aron coba menenangkan dirinya, jika Yuka adalah karyawannya di restoran. Pasti besok pagi dia akan pergi ke restoran untuk bekerja. Saat itu, Aron akan menyuruh Yuka untuk pulang ke rumah. Sepanjang malam, Aron tak bisa tidur dengan tenang, ia khawatir dengan keadaan Yuka. Bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi pada Yuka karena kelalaian dirinya yang tak bisa menjaga seorang istri. Waktu yang ditunggu pun tiba, pagi-pagi sekali Aron pergi ke restoran. Ia ingin segera bertemu dengan Yuka dan memastikan bahwa dia baik-baik saja meski tanpa dirinya. Namun, sampai waktu menunjukkan pukul 10 menjelang siang, Yuka tak kunjung menampakkan batang hidungnya ke restoran. Akhirnya, Aron menyuruh seseorang untuk mencari tahu keberadaan Yuka lewat google Maps. Tak lama kemudian posisi Yuka dapat ditemukan. Ia menyewa tempat kos selama 1 bulan, karena uang simpanannya pas-pasan. Aron tersenyum mendengar laporan dari orang suruhannya. Mau sampai berapa lama yuka dapat bertahan hidup tanpa dirinya, apalagi hanya dengan uang pas-pasan. Aaron yakin, bahwa Yuka akan pulang dengan sendirinya. Aron berusaha menahan diri dari gengsinya yang terlalu besar untuk mengajak Yuka pulang ke rumahnya. Lebih baik Aron menunggu Yuka pulang dengan sendirinya, daripada ia harus menjemput Yuka. Satu minggu sudah berlalu, selama itu pula Yuka tak pergi ke restoran untuk bekerja. Aron pergi ke lapangan Golf, bersama Gerry. Teriknya matahari tak menyurutkan semangat seorang Aron untuk bermain golf.Seorang Caddy Golf yang mendampingi Aron, meletakkan bola golf di atas rumput hijau. Caddy Golf adalah sebutan untuk gadis Golf yang menemani pemain golf. Aron berdiri di lapangan berumput hijau. Ia memegang stik, dan mengambil ancang-ancang untuk memukul bola golf. TAAAGG... Aron mengayunkan stiknya pada bola di atas rumput. Bola itu terus bergelinding dan masuk ke dalam lubang. "Semakin hari, kau semakin lihai dalam bermain golf." Puji Gerry. "Giliranmu." Aron memberikan stiknya pada Gerry. "Pengantin baru sepertimu harusnya tidak meninggalkan istri begitu saja. Aku tidak menyangka bahwa wanita yang kau nikahi adalah Yuka." selama 3 hari ini, Aron selalu mengajak Gerry untuk bermain golf. Gerry merasa aneh dengan rumah tangga yang Aron jalani bersama Yuka, biasanya pasangan suami istri lebih sering menghabiskan waktu berdua untuk bermesraan. Apalagi Mereka berdua adalah pengantin baru. Namun, tidak dengan Aron. Pria ini lebih suka menghabiskan waktu di luar. "Tutup mulutmu, tidak usah ikut campur dalam urusan Rumah tanggaku. Sekarang Yuka adalah istriku, bukan lagi masa lalumu!... Mainkan saja Golf dengan benar. Dasar pecundang." Aron sangat benci jika Gerry selalu menyebut-nyebut nama Yuka, karena cerita di masa lalu mereka akan membuat Aron semakin membenci Yuka. "Ok, ok." Gerry mengayunkan stiknya lalu memukul bola. Bola itu menggelinding terlalu jauh melewati lubang. Gerry selalu kalah dalam hal apapun jika bersaing dengan Aron. "Kau sangat payah," maki Aron. "Sekali lagi, aku pasti menang." Gerry tak terima selalu dikalahkan oleh Aron. "Kau tidak akan pernah bisa mengalahkan aku, Gerry. Kau selalu kalah dalam hal apapun denganku." lagi-lagi Aron meremehkan Gerry. Tiba-tiba Hp Aron berdering, ia mengeluarkan HP dari saku celananya. Dilihatnya layar Hp, rupanya sang Bunda yang melakukan panggilan telepon. "Assalamualaikum, Nak." Rindu mengucap salam begitu Aron menerima panggilannya. "Wassalamu'alaikum, Bunda." Aron selalu bersikap lembut pada ibunya. "Kamu di mana, Nak?..." "Aku sedang keluar, Bunda. Memangnya kenapa?..." "Ini Bunda ada di depan rumah kamu, tapi dari tadi bunda menekan bel pintu, tidak ada siapapun yang membukakan pintu, " ujar Rindu yang tak lain merupakan bundanya Aron. Aron kebingungan mau menjawab apa. "Kami sedang jalan-jalan di luar." "Kapan pulang?..." "Kalau tidak besok, ya lusa. Soalnya aku dan Yuka sedang ada di luar kota untuk berlibur." Aron terpaksa berbohong. Ia tak mau melihat Bundanya bersedih dan cemas. "Ya, ampun, Nak. Kamu kenapa tidak bilang kalau jalan-jalan keluar kota!... Bunda ke sini bareng adik kamu, niatnya mau bikin kejutan malah kami yang terkejut." Putri bungsu Rindu baru saja pulang dari Arab Saudi. "Ruby, sudah pulang, Bunda?" "Iya." "Di mana Yuka?... Bunda mau ngomong sama Yuka!..." "Yuka lagi ada di kamar mandi, nanti biar Aron yang menghubungi Bunda." Aron kembali menumpuk kebohongan. "Ya, udah! Bunda mau pulang, aja. Kapan-kapan Bunda main lagi ke sini." "Maaf ya, Bunda." Aron sangat menyesal karena sudah membohongi Bundanya. "Nggak apa-apa, ini bukan salah kamu. Salah Bunda sendiri ke sini nggak bilang-bilang. Andaikan Bunda tanya dulu kamu ada atau tidak, kan nggak akan kayak gini kejadiannya. Kalau gitu Bunda pulang dulu. Ini Bunda ada sedikit oleh-oleh, Bunda gantung di depan pintu." Rindu tak ingin putranya merasa bersalah. Ia pun menggantung kantung plastik ke gagang pintu. "Iya, Bunda. Terima kasih. Hati-hati di jalan." Setelah panggilan telepon terputus, Aron langsung menghubungi HRD dan meminta nomor telepon Andien. Gadis yang terlihat cukup akrab dengan yuka di restoran. Aron pernah melihat mereka berbincang cukup akrab. Di dering ke-3 Andin langsung menerima panggilan yang dilakukan oleh Aron. "Halo, ini siapa ya?..." tanya Andien begitu panggilan terhubung. "Aku Aron, pemilik restoran di tempatmu bekerja." "Hahahaha, Serius. Jangan bercanda. Nggak lucu tahu!..." Andin malah mentertawakan Aron. "Apa kau tidak mengenali suaraku?" tanya Aron dengan jengkel. "Ya, nggak kenal 'lah orang kita nggak pernah ngobrol, jangan coba-coba menipuku, ya!... Mana mungkin pak Aron mau menghubungi aku?..." "Apa kau mau ku pecat?" Aron berucap dengan tegas karena emosi sudah anggapnya sebagai penipu. Andien langsung berjingkat kaget mendengar bentakan dari Aron. Padahal Yuka sudah meminta izin untuk libur karena sakit, apa izin dari Yuka tidak disampaikan oleh si Sulis pada atasannya. Gerry yang melihat kemarahan Aron, mengalihkan pandangannya dari bola golf pada Aron. Pikirannya bertanya-tanya, kenapa Aron tiba-tiba bisa marah begini. "Ti-tidak, Pak." jawab Andien tergagap. "Katakan di mana Yuka, Kenapa sudah satu minggu tidak bekerja?..." Tanya Aron lagi dengan nada mengintimidasi. Orang suruhannya juga sudah berhenti membuntuti Yuka, karena sudah 2 hari ini Yuka tak pernah keluar dari kosannya. Gerry terkejut mendengar penuturan Aron. Memangnya di mana Yuka hingga Aron berbohong pada Bundanya!... Padahal tak ada Yuka di sini. Lalu, sekarang Aron mempertanyakan kenapa Yuka tak masuk kerja selama 1 minggu!... Apakah mereke sudah berpisah? "Maaf, Pak!... Saya pikir semua ini penipuan. Saya dengar, Yuka tidak masuk bekerja karena dia sedang sakit." Setelah menerima laporan dari Andien, Aron langsung memutus sambungan teleponnya dan bergegas pergi. "Huh, nggak sopan." Andin memaki hpnya sendiri setelah Aron memutus panggilannya. "Ron, kau mau kemana? Di mana istrimu?..." Gerry menarik tangan Aron. Namun, langsung di tepis. "Sudah ku katakan, jangan ikut campur dalam urusan rumah tanggaku." Aron meninggalkan Gerry begitu saja. Gerry sangat kesal, Aron selalu memperlakukannya dengan sesuka hati. Dari area bermain golf, Aron langsung melajukan mobilnya ke kos-kosan yang Yuka sewa. Penjaga kos melarang Aron untuk masuk ke dalam kos-kosan tapi berkat uang sogok, penjaga di kos-kosan itu mengizinkan Aron untuk masuk ke dalam. "Sudah waktunya kamu pulang," ucap Aron begitu bertatap muka dengan Yuka. "Aku nggak mau pulang. Di sini jauh lebih nyaman." penolakan Yuka membuat Aron semakin kesal tapi demi bisa mengajak Yuka, pulang. Aron berusaha meredam emosinya. "Kalau begitu, aku juga akan tinggal di sini." "Nggak boleh. Ini kosan putri, nanti ibu kos bisa marah." Tolak Yuka. Namun, Aron tak menggubris penolakan dari istrinya. "Kita suami istri, nanti aku yang akan izin pada ibu kos." Aron nyelonong masuk ke dalam kosan dengan menggeser tubuh Yuka ke samping. "Kemari 'lah. Kenapa malah berdiri di situ." Aron memanggil Yuka, ingin bicara baik-baik, tapi Yuka malah duduk di depan pintu. "Angin apa yang bawa kamu kemari, Mas?..." "Andin bilang kamu sakit?..." terbesit rasa bersalah di hati Aron, melihat wajah pucat istrinya. "Apa pedulimu!..." "Jelas aku peduli, karena kau istriku, masih tanggungjawabku." "Sejak kapan kamu menganggapku istri, Mas?..." "Sebaiknya kamu pulang, Bunda mencarimu." Aron berusaha meredam emosinya, meskipun Yuka selalu memancing kemarahannya. Demi bisa membawa Yuka pulang, Aron pun mengalah. "Sebaiknya kita cerai saja, Mas. Aku udah nggak tahan lagi jadi istri kamu. Aku tertekan, Mas. Hatiku sakit banget. Kamu selalu bersikap semena-mena. Kamu memperlakukan aku nggak adil. Kamu lebih peduli sama wanita lain, padahal aku ini istrimu, Mas. Kamu kemari juga karena Bunda yang cari aku, kamu kemari bukan karena kamu peduli sama aku. Aku janji bakal balikin uang ayahmu, asal kamu ceraikan aku." Rasa bersalah yang baru saja muncul, sirna begitu saja kala Yuka meminta cerai darinya. Emosi langsung melanda hatinya. Aron terus memandangi Yuka yang terus menangis, padahal di sini yang bersalah adalah Yuka, karena sudah berlaku kasar pada Tania, bahkan Yuka juga berani menampar Aron. Seharusnya yang marah adalah Aron, bukanlah Yuka. Aron merasa dirinya sudah cukup baik, dia tidak pernah telat memberikan Yuka uang untuk berbelanja. Yang Yuka kerjakan di rumah setiap hari hanyalah membersihkan rumah dan memasak, itu pun hanya nasi dan telur. Aron membuang nafas dengan kasar, Yuka berbicara seolah-olah Aron adalah manusia terkejam di dunia ini. Aron merasa apa yang dibuatnya itu hanyalah masalah sepele. Aron tidak pernah menyiksa Yuka. "Bagaimana kau bisa bertahan dengan wanita yang menjual murah harga dirinya. Hanya dengan uang 500 ribu saja, Yuka bersedia melempar dirinya ke atas ranjang pria asing." kata-kata ini terus saja menghantui Aron. "Mas, aku mohon. Ceraikan aku sekarang juga." Yuka kembali meminta cerai. "Kau bicara seolah-olah kau adalah wanita paling suci di dunia dan aku adalah suami terkejam di dunia. Apa aku pernah memukulmu? Tidak pernah 'kan. Aku juga selalu memberikan uang belanja lebih padamu. Meski kau hanya memasak telur ceplok untukku. Apa aku pernah protes? Tidak pernah, kan!... Aku mengizinkanmu bekerja. Aku selalu memaafkanmu, meskipun kamu selalu menentang perintahku. Bahkan, saat ini kamu juga berani kabur dariku. Apa kau tidak tahu seberapa besar dosa seorang istri yang membangkang pada suaminya. Apa kau lupa, kalau kau sudah berani menamparku. Bukan hanya itu, kau juga sudah bersikap kasar pada Tania. Mendorong Tania hingga jatuh di lantai. Dan sekarang kau berbicara seolah-olah yang paling berdosa di sini adalah aku. Itu 'lah hebatnya wanita, bisa melihat kesalahan suami tapi tidak bisa melihat kesalahannya sendiri." Aron mengungkit semua kesalahan Yuka, karena Yuka terus menyudutkannya. Yuka semakin geram. Ia pikir dengan meluapkan semua kekesalannya Mata Hati Aron akan terbuka dan menyesali segala perbuatannya. Tapi, yang terjadi malah sebaliknya, Ia masih terus menyalahkan Yuka. "Aku reflek tampar kamu karena sebagai suami, kamu malah menyuruhku menjadi seorang pelacur." Yuka berucap dengan menggebu-gebu. "Itu karena aku pikir kamu selingkuh." balas Aron. "Lalu bagaimana dengan kamu, Mas!... Kamu selingkuh di depan mataku. Membawa wanita lain di rumah kita." "Ralat, itu rumahku. Bukan rumahmu," cetus Aron. Yuka mendengus kesal, sedikit malu karena Aron kembali menghinanya. "Satu hal lagi, aku tidak pernah selingkuh darimu. Tania adalah sepupuku." "Sepupu?... Tapi, dia bilang kalau dia adalah pacar kamu." "Nggak usah mengarang cerita, ataupun memfitnah orang hanya untuk membuatku merasa terpojok." Aron sama sekali tak percaya pada Yuka. "Untuk apa aku memfitnahmu!... Aku mendorong Tania-mu itu, karena dia lebih dulu mendorongku. Hanya karena ingin melindunginya, kamu terus saja menyudutkan aku. Apa kamu pikir aku bodoh, dengan mata kepalaku sendiri aku melihat Tania keluar dari kamarmu dengan rambut yang basah. Kalian baru saja selesai b******a, kan!..." "Apa kau melihatku menidurinya?" Aron tersenyum sarkas, tapi tatapan matanya sinis. Yuka menggelengkan kepala sebagai jawaban. "Hati-hati dalam menyimpulkan sesuatu, bisa jadi apa yang kamu pikirkan tidak sesuai dengan apa yang terjadi," lanjut Aron.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD