Catatan 44

1679 Words
Mataku dan Alea masih menatap lekat layar ponsel yang menyala, menayangkan siaran langsung perempuan muda yang sedang melakukan mukbang, mengapit seorang gadis muda berambut pendek yang menatap kesal ke arah dua orang perempuan paruh baya dengan otak di bawah rata-rata ini. Dahi Sheera tampak berkerut, urat-uratnya tergambar jelas pada wajahnya tanda ia menahan emosi yang tampak hampir meledak. Aku dan Alea masih terus terpaku, berusaha memecahkan pesan rahasia yang dikirimkan oleh seorang penonton bernama Mr.Fantastic. “Kenapa kalian belum mengerti juga? Kalian sudah membisu tanpa jawaban apapun selama 20 menit!” gerutu Sheera sambil mengalihkan ponselnya dariku dan Alea. “E-eh…” sahutku serempak bersama Alea karena terkejut dan masih ingin menelisik siaran langsung di ponsel milik Sheera. “Sudahlah, percuma saja kalian terus memandangi ponselku! Kalian tidak akan paham meski menonton itu seumur hidup kalian!” Sheera beranjak dari kursi, berjalan mengelilingi apartemenku seperti mencari sesuatu. Beberapa saat kemudian, gadis itu kembali dengan membawa satu lembar kertas nota bekas aku berbelanja di minimarket serta sebuah pulpen yang entah ia dapatkan dari mana. Bahkan aku sama sekali tidak ingat jika memiliki sebuah pulpen. Ia berjalan kesal sambil menimang pulpen dan kertas itu di tangannya. Setelah itu, Sheera duduk di lantai tepat di depanku dan Alea yang tengah duduk di sofa, lalu ia meletakkan kertas yang ia bawa di atas meja dan mulai menulis. Aku dan Alea mengintip kertas tersebut dan menemukan jika Sheera tengah menyalin komentar yang diberikan oleh Mr.Fantastic. Namun ada satu hal aneh yang ditulis oleh Sheera, yaitu semua huruf depan kata pertama komentar tersebut ia tulis secara lebih jelas dibanding yang lain. “Badanmu” “Ukuran” “Tali” “Untuk” “Hidupmu” “Beban” “Apa” “Nafs*” “Tanganku” “Undang” “Aku” “Namamu” (Silakan baca bab sebelumnya untuk kalimat lebih lengkap) Aku terbelalak membaca tulisan Sheera. Dari sini aku mulai dapat memahami apa yang ingin disampaikan oleh Mr.Fantastic. Aku dapat mengerti pesan tersebut karena ketika aku mencoba untuk membaca hanya huruf depan komentar itu, aku menemukan sebuah kata “B-U-T-U-H B-A-N-T-U-A-N” yang tercetak jelas di balik komentar-komentar yang sekilas terlihat seperti komentar normal. Pantas saja di akhir komentar, Mr.Fantastic meminta si penyiar untuk memberikan tanda jika ia telah berhasil memecahkan pesan tersembunyi di balik komentar yang diberikan olehnya, dan si penyiar mengisyaratkan jika ia telah membaca dan memang sedang dalam kondisi membutuhkan bantuan. Badanku mulai gemetar merasakan lagi tekanan besar mengetahui jika ada seseorang sedang terculik. Bahkan di balik penampilan si penyiar yang terlihat ceria dan ramah, perempuan itu sedang mempertaruhkan hidupnya untuk menghidupi seseorang yang mengendalikannya dari balik kamera. Aku mengepalkan tangan karena kesal, namun masih berusaha menutupi kekesalanku dari Sheera dan Alea. Aku sebenarnya tidak memiliki masalah terhadap Sheera, karena aku yakin jika gadis polos ini dapat menjaga mulutnya. Tapi apa yang terjadi jika Alea mengetahui bahwa aku tidak suka melihat orang lain diculik? Apalagi Alea bekerja untuk Hook, organisasi yang mencari uang dengan mempermainkan nyawa manusia. “Sial! Sial, sial sial sial sial! Kenapa aku harus selalu menghadapi kasus penculikan sejak kembali ke negara ini? Kenapa juga Sheera menunjukkan hal ini padaku? Padahal ia dapat menyimpan itu untuk dirinya sendiri sehingga aku tidak ikut campur dalam urusan ini!” batinku sambil melirik ke arah Sheera yang kembali memainkan ponselnya setelah menulis pesan tersembunyi Mr.Fantastic. Sayangnya, Alea juga tidak kalah terkejut dariku. Perempuan berambut panjang itu masih terpaku sambil menimang kertas yang berisi petunjuk. Ia masih terlihat tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Aku mencoba mengatur nafas agar badanku tidak gemetar, lalu aku mengatur raut wajahku agar tidak terlihat mencurigakan di depan Alea. Setelah detak jantungku kembali normal, aku mengangkat sebelah sudut bibirku sambil menatap Alea yang masih terpaku pada kertas itu sambil tatapannya terlihat kosong. “Hei, Alea, kenapa kau tampak sangat serius melihat kertas itu?” tanyaku ketus. Wanita jal*ng itu melirikku perlahan, kemudian menghela nafas dan mengangkat bahunya. “Bukankah ini menarik, Lilia? Seorang korban yang dapat menulis pesan S.O.S kepada orang lain dari meski dalam keadaan terancam. Jika aku adalah gadis tersebut, mungkin aku sudah ketakutan dan tidak akan berani berbuat hal seperti itu,” jawab Alea datar sambil tetap menatap lekat pada kertas di tangannya. Aku merasakan gejolak aneh di dalam diriku. Gejolak di mana aku sangat ingin membantu gadis itu. Tapi, bagaimana caranya? Saat aku melirik ke arah dua perempuan di sampingku, aku kembali sadar jika kemungkinan aku dapat menyelamatkannya sangat kecil. Aku berpikir, merenung, mencoba untuk mencari cara agar dapat melakukan sesuatu. Akhirnya aku mendapatkan sebuah ide, sebuah cara yang mungkin dapat menjadi jalan keluar untuk membawa si penyiar itu keluar dari cengkraman seorang maniak gila uang di belakangnya. Sheera adalah sasaran utamaku kali ini. “Hei Sheera, bukankah kita pernah berada di situasi yang mirip dengan gadis itu?” ucapku sambil menahan tanganku agar tidak gemetar. “Hmmm… Ah aku ingat! Beberapa tahun lalu bukan, Madame? Ketika pertama kali aku berjumpa dengan Tuan Jacob?” jawab Sheera antusias. “Bagaimana menurutmu?” Aku memberikan kode kepada Sheera, menatap matanya lekat, berharap gadis ini peka terhadap apa yang aku katakan. “Itulah kenapa aku ingin kau menonton siaran ini, Madame. Aku tahu jalan pikiranmu ke arah mana,” jawab Sheera sambill tetap memainkan ponselnya. Wajahnya memang terlihat tidak acuh, namun ternyata ia masih tetap mempertahankan fokusnya terhadapku. “Ah, kau pengertian sekali, Sheera. Tapi aku tidak tahu, apakah Mr.Fantastic akan mendahului kita atau tidak. Kau harusnya sadar, Sheera. Siapapun Mr.Fantastic, ia adalah orang yang pertama kali mengirimkan pesan tersembunyi kepada si penyiar. Ada kemungkinan orang itu akan bergerak terlebih dahulu,” terangku sambil tetap berusaha mengatur nafasku yang sudah mulai tenang. Alea yang dari tadi hanya termenung menatap kertas di tangannya, menatap ke arahku dan Sheera bergantian dengan tatapan penuh tanda tanya. “Hei, apa yang kalian bicarakan? Kenapa aku sama sekali tidak paham dengan arah perbincangan ini?” ucap Alea dengan bingung. “Ah, orang Hook sepertimu tidak akan pernah mengerti bagaimana perasaan para korban, Nona Alea, hahaha.” ejek Sheera. “Tunggu, jangan bilang kalian ingin menyelamatkan perempuan itu? Ha?! Yang benar saja! Kalian pasti bercanda! Untuk apa membuang waktu untuk menyelamatkan orang lain seperti itu?!” Alea berteriak marah padaku dan Sheera. Benar sesuai dugaanku. Alea memang tidak akan pernah mengerti bagaimana rasanya menjadi seorang korban, karena ia adalah salah satu anggota organisasi penculik yang selalu mempermainkan nyawa orang lain. Wanita ini tampak marah, “kalian pasti gila, kita sebagai seorang wanita tidak akan bisa melakukan apapun! Ini semua pekerjaan pria!” Alea segera bangkit dari duduknya, lalu menunjuk-nunjuk ke arahku dan Sheera. Aku dan Sheera hanya saling tatap, karena dalam diam aku dan Sheera sudah tahu jika akan berakhir seperti ini. Dari sini aku semakin bingung, untuk apa Sheera mengajak Alea untuk datang ke apartemenku jika jika akhirnya wanita ini hanya membuat gaduh? Aku terus menatap ke arah Sheera, mengabaikan Alea yang terus saja mengoceh tanpa arah di depanku. Beberapa kali Sheera melirik ke arahku, kemudian kembali melihat ke arah ponselnya. Sepertinya gadis itu tahu jika aku menunggu jawaban darinya, dan ia terlihat takut untuk memberikan pernyataan kepadaku. “Ke-kenapa menatapku seperti itu, Madame?” ucap Sheera terbata. Bola matanya bergerak cepat, pertanda ia memang sedang menyembunyikan sesuatu dariku. “Hei!” Sheera berteriak sambil sedikit membanting ponselnya. “Bukan aku yang mengajaknya, wanita ini ingin ikut saat aku bilang ingin pergi ke tempatmu!” lanjut Sheera dengan nada manja sambil menunjuk Alea yang masih berdiri mondar mandir di apartemenku. Rasanya sekarang aku benar-benar sedang mengasuh dua anak balita. Satu balita cerewet dan tukang protes, satu lagi suka berbohong dan manja. Lengkap sudah penderitaanku. Satu detik kemudian aku berdiri berkacak pinggang menyaksikan dua anak kecil yang saling bertengkar tidak ingin disalahkan di depanku. Saling bentak, saling tunjuk, dan saling merendahkan, pemandangan yang benar-benar menguras emosiku. Aku terpaksa harus memikirkan cara untuk membuat dua perempuan ini akur. “Hei diam!” Teriakanku membuat dua anak kecil yang sedang bertengkar ini tiba-tiba terbungkam. “Hahhh… baiklah Alea. Pertama, aku tidak pernah mengundangmu ke tempatku. Kedua, aku tidak memintamu untuk ikut dalam operasi ini. Ketiga, siapa bilang para wanita tidak bisa melakukan sesuatu? Kau pikir siapa yang membunuh Max? Alex bukan? Kau menyaksikan kejadian itu sendiri. Seharusnya kau juga sadar jika tidak ada batasan antara laki-laki dan perempuan untuk melakukan sesuatu. Tapi entahlah, jika kau memang terlalu nyaman berada di belakang layar dan hanya merentangkan pahamu untuk melayani lelaki, aku tidak akan memaksamu untuk ikut dalam operasi ini.” Ucapan menusuk dan penuh sindiran aku tujukan langsung kepada Alea di depan matanya. Aku tidak ingin lagi hanya menyindir halus, aku ingin langsung menusuknya dengan kalimat yang akan membuat wanita itu sadar akan posisi dan pola pikirnya yang patriarkis. Jika aku mengingat kembali setiap kejadian di mana ada aku dan Alea, aku akhirnya menyadari jika wanita ini memang seorang patriarkis yang selalu bersembunyi di bawah ketiak Zayn. Ia selalu menuruti apa yang Zayn katakan meskipun memang terkadang tidak sesuai dengan kata hatinya. Beberapa kali aku melihat Alea kesal ketika berada di depan Zayn. Entah karena cemburu kepadaku, atau memang ada masalah pribadi. Bahkan saat Zayn secara terang-terangan mulai tertarik padaku sekalipun, Alea tidak berani mengatakan jika ia tidak menyukaiku. Mendengar kalimatku, Alea hanya termenung namun wajahnya tampak semakin kesal. Ia mengalihkan wajahnya dariku, namun sama sekali tidak menjawab ucapanku. “Lagi pula aku dan Madame Lilia tidak secara sukarela menyelamatkan perempuan itu. Bodoh sekali jika ada orang yang mengira bisa mendapatkan sesuatu dengan gratis.” Sheera ikut menimpali kalimatku sambil melirik ke arahku dan tersenyum sinis. Aku pun ikut tersenyum karena Sheera rupanya juga ikut menyindir Alea secara halus. Wajah Alea semakin terlihat masam, wanita ini tidak suka mendapat tekanan dari dua orang sekaligus. Bola matanya bergerak cepat ke kanan dan kiri. Alea tampak takut ketika mengambil keputusan untuk dirinya sendiri. “Ah payah! Baiklah aku ikut!” teriak Alea dengan nada sedikit terpaksa. Aku dan Sheera tersenyum semakin lebar mendengar wanita penculik ini mulai goyah. Apakah aku dapat membuat Alea keluar dari pekerjaan yang ia jalani selama ini?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD