Catatan 45

1609 Words
“Jadi kau ingin ikut, Nona?” Sheera menghentikan aktivitasnya bermain ponsel dan terpaku melihat Alea yang tiba-tiba berteriak ingin bergabung dengan misi penyelamatan orang yang sama sekali tidak dikenal. “Kenapa? Kenapa kau justru memandangku aneh?” Alea melirik ke arahku dan Sheera yang terpaku menatapnya. Aku dan Sheera seakan tidak percaya, wanita yang bekerja di organisasi penculik mau ikut dalam misi penyelamatan. Apakah aku harus senang? Aku rasa tidak, karena bisa saja Alea hanya memanfaatkanku dan Sheera untuk mencari celah sehingga Hook tidak kecolongan dan korban tidak melarikan diri dari penjara yang mereka buat. “Ah tidak,” sahutku sambil mengalihkan pandangan dari Alea. Sheera pun melakukan hal serupa denganku. Aku tahu, sikapku dan Sheera sangat mencurigakan, tapi aku dan Sheera sadar dan sengaja menunjukkan reaksi ini. Reaksiku yang terlihat mencurigakan akan membuat efek kejut dan bingung pada sisi Alea. Aku dan Sheera saling lirik sejenak, kemudian kembali tersenyum sambil menatap ke arah Alea. “Bukankah kau orang Hook, Nona? Bagaimana aku bisa percaya padamu? Aku khawatir ketika kau bergabung, kau justru menggunakan informasi yang ada untuk memperkuat pertahanan Hook,” ucap Sheera. “Ah payah! Bukan itu maksudku, Sheera. Kenapa kali ini kita tidak satu pemikiran?” Aku mengalihkan pandangan dari mereka berdua, karena aku kecewa dengan kalimat yang terlontar dari mulut polos Sheera. “Gadis itu benar-benar tidak memiliki penyaring kata-kata!” Aku hanya dapat berkata dalam pikiran, tidak dapat langsung meluapkan kekesalanku pada gadis yang masih tetap memasang wajah lugu itu. Apa yang Sheera katakan memang tidak salah, tetapi beresiko merusak tatanan yang mulai terbentuk antara aku dan Alea. “Tenang saja, jika kalian memang tidak menginginkanku, aku akan pergi,” jawab Alea sambil berbalik menuju pintu apartemenku. “Hei, kau marah?” Sheera segera mengejar dan menghentikan langkah Alea. Aku tidak dapat berkata apa-apa, karena gadis polos itu sudah mengacaukan semuanya. “Hei, apa yang aku katakan memang benar bukan? Kau adalah orang Hook, tidak salah jika aku berpikir kau akan memanfaatkan misi ini.” Sheera justru melanjutkan kalimatnya. Aku hanya dapat melihat Alea dari balik punggungnya, tidak tahu apa yang sedang ia pikirkan karena aku tidak dapat melihat wajahnya. Lalu sekarang, apa yang harus aku lakukan? Apakah aku harus menengahi dua balita ini lagi? Atau aku harus membiarkan Sheera menyelesaikan semuanya? Ah terserah! Sebagai pengasuh yang baik memang sudah seharusnya aku maju! “Kau tidak perlu khawatir, Sheera. Alea bukanlah orang yang berguna di organisasi. Dia hanya dapat berdiri di belakang Zayn, orang patriarkis seperti Alea sebenarnya tidak dapat berbuat apapun tanpa laki-laki. Aku hanya ingin menunjukkan sesuatu yang dapat dilakukan wanita independen seperti kita!” Ah, nadaku benar-benar sombong ketika mengucapkan kalimat itu. Nada bicara yang sedikit tinggi dan terkesan merendahkan,, membuat posisiku sebagai Alpha semakin jelas terlihat. “Jika Madame yang berbicara, aku akan menurut,” jawab Sheera sambil melepaskan tangannya dari bahu Alea, lalu kembali duduk di sofa. Wajah Sheera mengukir senyum misterius, seakan ucapan yang terkesan tidak kompak yang keluar dari mulutnya tadi adalah sebuah kesengajaan. Melihat raut wajah Sheera, membuatku semakin merasa kesal pada informan pribadiku satu ini. Alea di ujung pintu juga terlihat kesal. Ketika ia berbalik dan kembali duduk, raut wajahnya tampak masam dan menyimpan dendam. Mungkin ia merasa jika dunia sedang terbalik sekarang di mana Alea menjadi orang yang tertindas di sini. “Baiklah, sekarang apa rencanamu, Lilia?” tanya Alea ketus. Sheera memicingkan mata pertanda ia tidak suka dengan cara Alea berbicara denganku. Memang, terkadang Sheera dapat bertingkah seperti anjing penjaga untukku, di mana ia akan menunjukkan taringnya kepada orang yang memiliki niat jahat kepadaku. “Baiklah, rencanaku adalah…” Baiklah, jadi aku meminta mereka untuk pulang terlebih dahulu untuk bersiap-siap karena aku akan membawa mereka berdua ke pusat kota. Ketika kembali ke apartemenku, Sheera masih terlihat wajar, di mana ia mengenakan hot pants berwarna navy dengan kemeja bermotif kotak serta ransel yang aku yakin berisi beberapa pakaian dan keperluan sehari-hari. Sayangnya, Alea justru tampak tidak masuk akal bagiku. Wanita jal*ng itu tampak seperti ingin berwisata, dengan celana jeans dan jaket kulit serta sepatu boots, lengkap dengan koper yang aku yakin terisi penuh dengan barang-barang. Aku benar-benar menepuk jidat ketika melihat Alea. “Bagaimana bisa wanita ini menjadi bod*h ketika tidak bersama Zayn?” batinku. Karena aku dapat melihat dengan jelas ketika pergi ke Kota Industri bersamaku, Alea sama sekali tidak membawa apapun sama seperti yang lain. “Baiklah, semua sudah lengkap? Saatnya berangkat!” ucapku sambil menghela nafas. Sheera sepertinya paham dengan sikapku yang berkali-kali mengambil nafas panjang, gadis itu hanya terkekeh melihatku menggelengkan kepala. Akhirnya aku memesan taksi menuju ke stasiun dan berangkat menuju Pusat Kota menggunakan kereta api. Di tengah perjalanan sambil menikmati hamparan hutan tropis dan pedesaan yang dilewati oleh kereta api, ada sebuah obrolan menarik yang terjadi antara aku dan Sheera. Lalu Alea? Setelah kereta berangkat beberapa menit, wanita itu sudah berada di alam mimpi. Meski begitu, aku dan Sheera tetap tidak menurunkan waspada dan menganggap jika Alea hanya berpura-pura tertidur. “Akhir-akhir ini kau cukup sering mengunjungiku? Bahkan sekarang ikut ke luar kota bersamaku. Bagaimana kabar Coco Bar?” tanyaku membuyarkan lamunan gadis yang termenung melihat ke luar jendela. “E-eh? Apa yang kau katakan, Madame?” sahut Sheera polos. Dengan kesal akhirnya aku mengulangi pertanyaanku, Sheera hanya terkekeh ketika mendengarnya. Tapi di balik wajah polosnya aku sadar jika Sheera sedang memikirkan sesuatu. “Aku sedang malas datang ke Coco Bar,” jawab Sheera singkat kemudian ia kembali memandang ke luar jendela. Namun dari cara ia menjawab, aku dapat menyimpulkan jika Sheera memang memiliki beban yang ia pikul sendiri. “Baiklah aku mengerti, tidak masalah jika kau ingin menyimpan sesuatu untuk dirimu sendiri.” Aku mengukir senyum di wajahku, meski aku tahu jika Sheera sedang melihat ke arah lain. “Ada seorang mata-mata pemerintah yang berhasil masuk ke Coco Bar dan mendapatkan bukti jika ada transaksi narkoba di sana. Informasi itu langsung sampai ke kepolisian pusat, sehingga kepolisian Kota Nelayan yang merupakan pelindung Coco Bar tidak dapat berbuat banyak.” Sheera tampak sedih ketika mengatakan itu, suaranya terdengar bergetar. Bahkan untuk orang yang sudah membuang emosinya sebagai manusia, Sheera masih dapat merasa sedih dan kecewa ketika ada sesuatu yang menyakitkan terjadi. “Jadi Coco Bar…” Ucapanku yang belum selesai, segera dipotong oleh Sheera “Terancam tutup dan semua aset di dalamnya terancam disita dalam waktu dekat.” Dari sudut pandangku, Coco Bar memang hanya sebuah bar biasa dengan berbagai sajian yang biasa ada di klub malam seperti prostitusi dan narkoba. Namun bagi Sheera, Coco Bar adalah rumah. Rumah tempat ia dapat bermain, rumah tempat ia dapat bersenang-senang, dan rumah tempat ia menghibur diri dengan segala kerumitan yang ada di dalamnya. Sheera memang bukan seorang pemilik di sana, tetapi pemilik tempat itu sudah menganggap Sheera sebagai tangan kanan karena ia sudah sangat lama bekerja di sana. Sebenarnya bukan rahasia ketika sebuah klub malam memiliki pelindung yang merupakan oknum polisi. “Uang keamanan” merupakan hal yang lumrah terjadi pada bisnis orang dewasa seperti ini. Sayangnya praktek seperti ini sangat sulit diberantas, seakan mati satu tumbuh seribu. Tapi aku tidak pernah mempermasalahkan praktek korup tersebut karena aku juga orang yang menikmati fasilitas yang berdiri dari hasil korupsi. Akhirnya aku mengikuti Sheera melihat ke luar jendela, ikut berpikir tentang apa yang bisa aku lakukan untuk Coco Bar. Sejatinya aku tidak terlalu peduli dengan bar itu meski memang aku mendapatkan pelayanan VVIP secara gratis di sana berkat Sheera, namun melihat gadis kesayanganku sedih membuatku tidak tega jika harus berdiam diri. Tidak lama setelah itu, kereta telah sampai di Pusat Kota. Lamunan di sepanjang jalan membuat perjalanan dari Kota Nelayan menuju ke Pusat Kota terasa singkat. “Hei, tunggu aku!” seru Alea yang tertinggal di belakang ketika berjalan kaki dari stasiun kereta. Memang seperti biasa, untuk menuju ke apartemen Jacob, aku harus berjalan kaki beberapa menit. Namun sayangnya kali ini perjalananku harus sedikit terasa menyebalkan karena ada seorang wanita manja yang memaksakan diri membawa koper besar seakan ingin berwisata dan ia tertinggal di belakang karena sepatu yang ia kenakan tidak dapat diajak bekerja sama untuk berjalan cepat. Setelah drama perjalanan yang panjang, akhirnya aku tiba di apartemen milik Jacob. Seperti biasa pula, satu ketukan lembut di kiri atas, dua ketukan kuat di tengah dan dilanjutkan dengan dua ketukan lembut di kiri atas menjadi kunci pas untuk masuk ke dalam apartemen jacob. “H-hei, kenapa kalian menyelonong masuk ke tempat orang?” ucap Alea yang bingung melihatku dan Sheera tiba-tiba masuk ke apartemen tanpa permisi. Namun aku dan Sheera mengabaikan ocehan Alea dan terus saja masuk menuju ruang tengah. Sunyi, sepi, apartemen ini seakan tidak berpenghuni. Sheera segera duduk di ruang tengah sementara Alea masih tampak canggung memasuki tempat baru. Jujur saja, Alea seperti menjadi seorang pribadi yang lain tanpa kehadiran Zayn. Wanita jal*ng ini tampak udik, tingkah sombong yang selama ini ia tunjukkan tidak terlihat lagi sekarang. Sosok yang terlihat di depanku hanya seorang wanita penakut yang merepotkan. Sebenarnya perjalanan yang kulalui tidak terlalu panjang dan tidak juga melelahkan, tetapi aku memilih untuk merebahkan diri di salah satu kamar sementara Alea dan Sheera berada di ruang tengah. Alea masih tetap canggung melihat Sheera yang bersikap seperti berada di rumahnya sendiri. Alea hanya duduk diam di sofa sementara Sheera menonton televisi dengan posisi kaki di atas meja. Sesekali Sheera berjalan ke dapur dan mengambil beberapa cemilan dan minuman keras. Aku yang mengintip perbuatan mereka dari sela pintu kamar hanya tersenyum sinis. Mungkin si tuan rumah akan kesal karena ada perampok tidak diundang yang masuk ke apartemennya dan mengacak-acak isi apartemen tanpa permisi. Setelah memastikan dua balita di ruang tengah itu dalam keadaan kondusif, aku dapat dengan tenang memejamkan mata di kamar yang selalu kupakai jika berada di apartemen milik Jacob ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD